JAKARTA - Di balik upaya pemerintah memberikan perlindungan menyeluruh kepada tenaga kerja, masih ada jurang pemahaman yang cukup lebar di masyarakat terkait peran dan manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Bukan karena programnya kurang relevan, melainkan karena kurangnya edukasi dan sosialisasi yang efektif, terutama di kalangan buruh dan pekerja sektor informal.
Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyoroti fenomena ini sebagai hambatan serius dalam upaya membangun perlindungan sosial ketenagakerjaan yang merata. Ia menilai bahwa BPJS Ketenagakerjaan adalah bentuk kehadiran negara dalam memberikan jaminan dan perlindungan bagi seluruh pekerja, bukan hanya yang bekerja di sektor formal seperti pabrik atau perusahaan besar.
“Selama ini, masyarakat masih berpikir bahwa BPJS hanya sebatas proteksi kesehatan. Mereka juga menganggap BPJS Ketenagakerjaan itu ya Jamsostek, yang hanya untuk buruh pabrik,” ujar Cucun saat menghadiri kegiatan di Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.
- Baca Juga Lonjakan Penumpang Pelni di Belawan
Kurangnya Informasi Jadi Akar Masala
Menurut Cucun, masalah utama terletak pada minimnya sosialisasi dari pihak penyelenggara dan pemerintah daerah. Padahal, seiring perkembangan regulasi, cakupan program BPJS Ketenagakerjaan telah diperluas secara signifikan, termasuk bagi pekerja di sektor informal seperti pedagang, ojek daring, petani, nelayan, hingga pekerja harian lepas.
“Sayangnya, masih banyak pekerja yang belum memahami pentingnya perlindungan sosial tersebut. Ini bukan hanya soal kepesertaan, tapi juga soal hak dasar sebagai pekerja,” tegasnya.
Situasi ini, lanjut Cucun, menuntut keterlibatan lebih besar dari semua pihak, terutama anggota legislatif di tingkat daerah maupun pusat, yang seharusnya mampu menjadi jembatan komunikasi antara penyelenggara program dan masyarakat.
BPJS Ketenagakerjaan Bukan Sekadar “Jamsostek”
Pandangan lama yang menyamakan BPJS Ketenagakerjaan dengan Jamsostek masa lalu masih melekat kuat di benak masyarakat. Hal ini diperparah oleh kurangnya pemahaman terhadap beragam manfaat dan perlindungan yang ditawarkan oleh program tersebut.
Padahal, saat ini BPJS Ketenagakerjaan mencakup lebih dari sekadar jaminan kecelakaan kerja. Programnya telah mencakup jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pensiun, hingga jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang diluncurkan setelah pandemi.
Cucun menggarisbawahi bahwa semua pekerja—tanpa terkecuali—berhak atas perlindungan sosial. “Kita harus memastikan bahwa pekerja di pasar tradisional, pelaku UMKM, hingga driver ojek daring bisa menikmati jaminan yang sama dengan pegawai kantor,” ujarnya.
Tantangan di Lapangan
Di banyak wilayah, pekerja informal belum tersentuh oleh program ini bukan karena mereka menolak, tapi karena tidak tahu cara mendaftar, atau tidak pernah mendengar program ini sama sekali. Inilah yang menjadi tantangan utama, menurut legislator dari Fraksi PKB tersebut.
“Di sinilah pentingnya peran pemerintah daerah, khususnya Dinas Ketenagakerjaan dan perangkat desa, untuk menggencarkan informasi. Jangan hanya mengandalkan brosur atau media sosial, tapi turun langsung ke lapangan,” ucap Cucun.
Ia juga mendorong adanya sinergi antara BPJS Ketenagakerjaan, DPR, dan kementerian terkait untuk memperkuat jejaring informasi ke basis akar rumput, khususnya wilayah perdesaan dan pinggiran kota.
Perlu Pendekatan Komunitas
Dalam konteks ini, pendekatan yang lebih bersifat komunitas bisa menjadi kunci. “Kita tidak bisa menyampaikan informasi soal perlindungan sosial ini dengan pendekatan birokratis. Harus ada pendekatan sosial dan budaya yang sesuai karakter masyarakat setempat,” katanya.
Ia menyarankan agar para tokoh masyarakat, pemuka agama, dan tokoh pemuda dilibatkan dalam mengampanyekan pentingnya perlindungan tenaga kerja. Di samping itu, petugas lapangan dari BPJS Ketenagakerjaan juga perlu dibekali kemampuan komunikasi dan edukasi yang lebih kuat, bukan sekadar kemampuan teknis.
Membangun Kesadaran Kolektif
Ke depan, Cucun berharap partisipasi masyarakat terhadap BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya didorong oleh regulasi atau kewajiban administratif semata, tapi karena kesadaran kolektif bahwa jaminan sosial adalah hak dasar setiap pekerja.
“Yang kita perlukan bukan hanya peserta yang banyak, tapi peserta yang paham, sadar, dan mau memperjuangkan hak-haknya,” pungkasnya.
Ia menambahkan bahwa DPR RI siap memfasilitasi dan mengawal kebijakan-kebijakan yang pro pekerja, termasuk dalam mendorong perluasan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan hingga pelosok desa.