JAKARTA - Industri batik Indonesia kini menghadapi tuntutan baru: tidak hanya menjaga keindahan dan keunikan budaya, tetapi juga menerapkan prinsip keberlanjutan dalam setiap proses produksinya. Kesadaran global akan pentingnya pelestarian lingkungan serta permintaan pasar yang semakin peduli terhadap produk ramah lingkungan mendorong transformasi ini menjadi sebuah keharusan.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berperan aktif dalam mendorong perubahan tersebut dengan menegaskan bahwa keberlanjutan dalam industri batik adalah bentuk kecintaan terhadap kekayaan budaya dan alam nusantara. Namun, transformasi ini bukan hanya soal mengganti bahan atau teknik produksi, melainkan membutuhkan sinergi lintas sektor agar langkah yang diambil benar-benar efektif dan berkelanjutan.
Reni Yanita, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA), menegaskan bahwa ekosistem industri batik berkelanjutan hanya dapat terwujud lewat kerja sama berbagai pihak. Kolaborasi antara pemerintah, asosiasi, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini. Pendekatan keberlanjutan tidak hanya menyentuh aspek produksi, tetapi juga regulasi, teknologi, standar industri, hingga kesadaran konsumen.
- Baca Juga Kuliner Thailand Wajib di Coba
Menurut Reni, “Transformasi industri membutuhkan kesadaran kolektif kita bersama,” sebuah pernyataan yang menekankan bahwa keberhasilan inisiatif ini tergantung pada dukungan dan keterlibatan seluruh elemen.
Untuk memfasilitasi hal tersebut, Ditjen IKMA menggandeng berbagai satuan kerja di lingkungan Kemenperin serta pemangku kepentingan lain seperti asosiasi batik dan kementerian terkait. Melalui kolaborasi ini, mereka mendapatkan wawasan lintas disiplin yang memperkaya perumusan kebijakan dan strategi yang tepat sasaran.
Budi Setiawan, Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, menjelaskan bahwa upaya meningkatkan kesadaran kolektif dalam menciptakan ekosistem batik berkelanjutan dilakukan dengan mengadakan dialog dan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan. Salah satu momen penting adalah Gelar Batik Nusantara (GBN) yang diselenggarakan pada akhir Juli 2025.
Dalam acara tersebut, talkshow bertema “Cinta Wastra Nusantara: Penerapan Keberlanjutan Lingkungan pada Industri Batik” diadakan selama beberapa hari, menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang. Kepala BBSPJI Kerajinan dan Batik, Jonni Afrizon, membagikan wawasan tentang produksi batik yang ramah lingkungan dengan menggunakan bahan baku dan bahan penolong yang alami serta mudah terurai.
Jonni menggarisbawahi bahwa keberlimpahan sumber daya alam Indonesia sangat memungkinkan industri batik untuk beralih menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan tanpa mengorbankan kualitas dan keaslian produk.
Dari sisi perajin dan pengusaha, Komarudin Kudiya, Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), menyatakan dukungannya pada penggunaan bahan alami. Namun ia juga menekankan pentingnya inovasi yang tetap terjangkau oleh industri kecil dan menengah agar adopsi teknologi baru dapat berlangsung secara masif.
Sementara itu, Achmad Taufik dari Pusat Industri Hijau menyoroti peran pemerintah dalam memberikan insentif fiskal dan nonfiskal kepada pelaku industri yang menerapkan standar hijau. Selain itu, edukasi dan pendampingan juga menjadi bagian penting dari upaya tersebut, sekaligus memberikan penghargaan bagi industri yang berhasil menjalankan prinsip keberlanjutan.
Aspek pengelolaan limbah juga menjadi perhatian utama. Marni Sulistyowati, Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda dari Kementerian Lingkungan Hidup, mengingatkan pentingnya pemanfaatan daur ulang air limbah hasil produksi batik dengan menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Langkah ini menjadi salah satu cara efektif untuk meminimalisir dampak lingkungan tanpa mengurangi produktivitas.
Semua langkah ini merupakan bagian dari upaya menyeluruh untuk memastikan bahwa industri batik Indonesia tidak hanya bertahan dari segi budaya, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam.
Transformasi ini sekaligus menjadi peluang untuk memperkuat daya saing industri batik di pasar global yang semakin menuntut produk ramah lingkungan. Dengan menerapkan standar keberlanjutan, batik Indonesia dapat semakin dikenal tidak hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai produk yang bertanggung jawab secara sosial dan ekologis.
Melalui kerja sama yang solid antara pemerintah, asosiasi, pelaku usaha, dan masyarakat luas, masa depan industri batik yang berkelanjutan semakin terbuka lebar. Upaya ini diharapkan tidak hanya menjaga tradisi warisan nenek moyang, tetapi juga mewariskan bumi yang lebih baik bagi generasi mendatang.