JAKARTA - Di berbagai sudut permukiman padat dan pedesaan, kendaraan odong-odong menjadi pemandangan akrab yang mengundang senyum. Musik anak-anak bergema dari pengeras suara, lampu warna-warni menari di badan kendaraan, dan anak-anak tampak riang duduk di atas mobil yang dimodifikasi sedemikian rupa. Bagi banyak keluarga berpenghasilan rendah, odong-odong bukan hanya hiburan, tapi juga menjadi satu-satunya sarana rekreasi yang terjangkau. Cukup membayar Rp5.000 hingga Rp10.000, mereka sudah bisa mengelilingi kampung dengan penuh keceriaan.
Namun, di balik keceriaan yang tampak di permukaan, kendaraan hiburan ini menyimpan potensi bahaya yang sering luput dari perhatian. Odong-odong yang umumnya merupakan hasil modifikasi dari mobil bekas seperti pick-up atau minibus, nyatanya tidak memenuhi standar keselamatan. Ketiadaan regulasi yang mengikat dan minimnya pengawasan dari pemerintah menjadi alasan utama mengapa kendaraan ini berisiko tinggi, terlebih bagi anak-anak yang menjadi penumpang utamanya.
Kesenjangan Sosial dan Ruang Publik yang Tak Ramah Anak
Fenomena maraknya odong-odong juga merefleksikan realitas pahit tentang minimnya ruang publik dan rekreasi ramah anak di Indonesia, terutama di wilayah padat penduduk. Taman kota dan sarana bermain yang aman bagi anak-anak sering kali berada jauh dari permukiman, atau justru tak tersedia sama sekali. Alhasil, odong-odong menjadi pilihan logis bagi orang tua yang ingin memberikan hiburan sederhana tanpa harus mengeluarkan banyak biaya atau menempuh perjalanan jauh.
“Dengan merogoh kocek Rp5.000 sampai Rp10.000, satu keluarga bisa menikmati petualangan keliling kampung tanpa perlu pergi ke taman kota atau tempat wisata berbayar,” ujar Muhammad Akbar, pemerhati transportasi, dalam keterangan tertulis.
Meski terlihat menyenangkan, Akbar menegaskan bahwa keceriaan itu datang dengan konsekuensi yang serius. “Sayangnya, di balik keceriaan itu, mobil odong-odong menyimpan persoalan keselamatan yang tidak bisa disepelekan,” lanjutnya.
Keselamatan: Aspek yang Terabaikan
Kebanyakan kendaraan odong-odong tidak dilengkapi sabuk pengaman, pelindung samping, atau pengamanan dasar lain yang semestinya ada di kendaraan penumpang, apalagi yang digunakan oleh anak-anak. Tidak sedikit pula yang membiarkan anak-anak duduk di bagian bak terbuka, tanpa pengaman maupun pengawasan memadai.
Selain itu, kendaraan ini umumnya dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki pelatihan resmi terkait keselamatan berkendara, dan kendaraan itu sendiri beroperasi tanpa izin resmi atau perlindungan asuransi. Padahal, tanggung jawab keselamatan anak-anak semestinya tidak bisa ditawar.
Muhammad Akbar juga menyinggung minimnya regulasi yang mengatur kendaraan jenis ini. “Setiap kali kecelakaan berlalu tanpa tindak lanjut, kita sebenarnya sedang membiarkan anak-anak terus hidup dalam ancaman,” tegasnya.
Tragedi yang Sering Terulang, Tapi Tak Pernah Dibereskan
Kecelakaan odong-odong bukan hal baru di Indonesia. Salah satu tragedi paling memilukan terjadi pada tahun 2022, saat odong-odong tertabrak kereta api di Serang. Insiden itu menewaskan sembilan orang dan melukai lebih dari dua puluh penumpang lainnya. Tragedi ini seharusnya menjadi titik balik dalam penertiban dan peninjauan ulang terhadap keberadaan kendaraan odong-odong.
Sayangnya, upaya penertiban oleh pemerintah daerah kerap menghadapi tantangan. Tidak sedikit masyarakat yang mengandalkan odong-odong sebagai sumber penghidupan. Mereka merasa kebijakan yang tegas terhadap odong-odong justru akan mencabut satu-satunya mata pencaharian yang mereka punya. Di sisi lain, pengguna layanan ini pun merasa tidak punya banyak pilihan hiburan yang ramah kantong selain kendaraan tersebut.
Menjaga Keceriaan Anak, Tanpa Mengorbankan Keselamatan
Dilema antara kebutuhan ekonomi, keterbatasan fasilitas publik, dan tuntutan akan keselamatan adalah persoalan kompleks yang perlu disikapi secara bijak oleh pemerintah dan masyarakat. Penertiban yang kaku tanpa solusi alternatif bisa berujung pada penolakan. Namun, membiarkan kondisi yang ada tetap berlangsung tanpa pengawasan adalah bentuk pembiaran terhadap potensi korban berikutnya.
Solusi jangka pendek bisa berupa pengawasan ketat terhadap operasional odong-odong yang sudah ada, termasuk pelatihan dasar keselamatan bagi pengemudi dan pengadaan alat keselamatan minimal. Pemerintah daerah juga bisa bekerja sama dengan pihak swasta untuk menyediakan wahana bermain atau mobil hiburan yang sudah memenuhi standar keselamatan.
Dalam jangka panjang, pembangunan ruang-ruang publik yang inklusif dan ramah anak menjadi investasi sosial yang sangat penting. Jika masyarakat memiliki akses yang luas terhadap taman, tempat bermain, dan sarana rekreasi aman lainnya, ketergantungan pada odong-odong bisa perlahan berkurang.
Hiburan Tak Harus Mengorbankan Nyawa
Odong-odong adalah cermin dari kondisi sosial-ekonomi masyarakat kita. Ia hadir karena ada kebutuhan, tapi ia juga bertahan karena lemahnya pengawasan. Sudah waktunya pemerintah melihat lebih dalam, bahwa yang dipertaruhkan bukan hanya keceriaan sesaat, tapi nyawa anak-anak yang merupakan masa depan bangsa.
Menjaga hak anak untuk bermain tak berarti mengabaikan hak mereka atas keselamatan. Keceriaan seharusnya tidak datang dengan risiko yang tak terlihat. Di balik nyanyian riang dan lampu berkelip, perlu ada perlindungan nyata yang memastikan bahwa setiap tawa anak-anak bisa berlangsung tanpa kekhawatiran.