JAKARTA - Di tengah pandemi dan gejolak ekonomi global, dana pensiun menunjukkan tren positif yang patut dicermati. Penyelenggara dana pensiun sukarela, seperti Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), berhasil mencatat peningkatan nilai investasi menjadi hampir Rp 379 triliun hingga akhir Mei 2025. Kenaikan ini tumbuh sebesar 5,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Apa yang menjadi pendorong utama di balik pertumbuhan ini? Ternyata bukan semata imbal hasil dari saham atau obligasi, melainkan lebih karena aliran iuran yang masuk—yang jauh melebihi penarikan dana oleh pensiunan aktif maupun pensiun sukarela.
Bendahara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan bahwa iuran yang terus mengalir dari kalangan profesional dan perusahaan merupakan fondasi kuat bagi keberlanjutan dana pensiun. Dengan bertambahnya peserta aktif, arus kas bersih dari iuran membuat nilai aset tumbuh stabil, walaupun kondisi pasar tak selalu kondusif.
Pergerakan yang Cermat di Tengah Volatilitas
Komposisi portofolio dana pensiun mencerminkan strategi konservatif. Sekitar 83% dari total aset diinvestasikan ke instrumen pendapatan tetap seperti Surat Berharga Negara (SBN), obligasi korporasi, dan deposito berjangka—yang bersifat stabil dan memiliki risiko rendah. Sisanya diarahkan ke saham, reksa dana, properti, dan investasi alternatif lainnya.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri bahwa imbal hasil di awal tahun sempat terkoreksi. Nilai aset bergerak fluktuatif, terbukti hasil kuartal I‑2025 sedikit melambat dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun, strategi alokasi ke instrumen pendapatan tetap justru menjadi tameng, menjaga portofolio tetap aman dan likuid untuk memenuhi kewajiban pensiun.
Staf ahli dari asosiasi dana pensiun menyoroti bahwa kombinasi iuran tinggi dan strategi investasi konservatif mendorong nilai aset naik dari Rp 359 triliun menjadi Rp 379 triliun dalam setahun. Angka ini menjadi indikator kapabilitas sistem dana pensiun menghadapi tekanan ekonomi.
Dana Pensiun Wajib Juga Tumbuh Signifikan
Tak hanya dana pensiun sukarela, program wajib seperti BPJS Ketenagakerjaan, ASN, TNI/Polri juga menunjukkan pertumbuhan nilai investasi yang luar biasa, mencapai Rp 110 triliun—naik hampir 11% secara tahunan. Ini mencerminkan kondisi umum sistem pensiun nasional semakin sehat, mengandalkan selisih positif antara iuran dan pembayaran manfaat.
Strategi Diversifikasi dan Regulasi Masa Depan
OJK memproyeksikan pertumbuhan aset dana pensiun bisa mencapai 9–11% sepanjang 2025. Namun, mereka juga mendorong agar dana pensiun lebih agresif melakukan diversifikasi. Beberapa langkah yang tengah digodok mencakup investasi ke instrumen baru seperti reksa dana berbasis emas atau ETF emas, serta model portofolio berbasis umur (life-cycled funds).
Pendekatan life-cycle akan menyesuaikan risiko portofolio dengan umur peserta. Peserta yang masih muda akan mendapatkan alokasi lebih ke saham, sedangkan peserta yang mendekati usia pensiun akan mendapatkan dominasi instrumen aman seperti SBN atau deposito. Regulasi semacam ini akan memperbaiki risk-adjusted return jangka panjang.
Pertumbuhan dana pensiun kini bukan hanya soal keuntungan pasar, tapi lebih karena prinsip konservasi dana dan penguatan arus kas iuran peserta aktif. Masyarakat bekerja dan perusahaan yang semakin menyadari pentingnya perencanaan pensiun, serta regulasi yang mendorong diversifikasi dan pendekatan lifecycled, membuat sistem pensiun semakin berdaya tahan.
Jika tren ini terus dijaga—apakah melalui edukasi publik, kolaborasi antara pengelola dana dan perusahaan, maupun inovasi portofolio—target pertumbuhan 9–11% bukan sekadar harapan, tapi langkah nyata dalam menjamin kesejahteraan pensiun generasi mendatang.