Liga Indonesia

Persebaya Pilih Eduardo Pérez sebagai Pelatih Baru untuk Liga Indonesia A: Bagaimana Prestasinya Jika Dibandingkan dengan Stefano Cugurra yang Bertabur Trofi

Persebaya Pilih Eduardo Pérez sebagai Pelatih Baru untuk Liga Indonesia A: Bagaimana Prestasinya Jika Dibandingkan dengan Stefano Cugurra yang Bertabur Trofi
Persebaya Pilih Eduardo Pérez sebagai Pelatih Baru untuk Liga Indonesia A: Bagaimana Prestasinya Jika Dibandingkan dengan Stefano Cugurra yang Bertabur Trofi

JAKARTA – Persebaya Surabaya resmi menunjuk Eduardo Pérez sebagai pelatih kepala baru untuk menghadapi kompetisi Liga 1 musim 2025/2026. Keputusan ini menarik perhatian publik, terutama karena sebelumnya beredar kuat rumor bahwa Stefano “Teco” Cugurra akan menangani klub kebanggaan Bonek tersebut.

Penunjukan Pérez menimbulkan perbandingan alami antara dirinya dan Teco, dua sosok pelatih asing yang memiliki pengalaman berbeda di dunia sepak bola Indonesia. Keduanya pernah bekerja di sejumlah tim besar, namun capaian dan pengaruh mereka di lapangan hijau menunjukkan kontras yang mencolok.

Stefano Cugurra: Raja Trofi Liga 1

Stefano Cugurra, pelatih asal Brasil yang akrab disapa Teco, dikenal sebagai salah satu pelatih tersukses di era modern Liga 1 Indonesia. Ia berhasil mencetak sejarah sebagai satu-satunya pelatih yang mampu meraih trofi juara Liga 1 secara beruntun bersama dua klub berbeda: Persija Jakarta (2018) dan Bali United (2019, 2021–2022).

Selain prestasi tersebut, Teco juga dikenal sebagai pelatih yang mampu mempertahankan konsistensi performa tim dalam jangka panjang. Dalam lima musim terakhir, ia selalu membawa timnya bersaing di papan atas klasemen. Konsistensinya membuatnya dihormati oleh manajemen klub dan suporter.

“Teco punya paket lengkap: trofi, pengalaman, dan adaptasi terhadap tekanan kompetisi. Itu yang membuat dia spesial di Liga 1,” ungkap salah satu pengamat sepak bola nasional dalam ulasannya di media sosial.

Eduardo Pérez: Pakar Taktik dengan Potensi Besar

Di sisi lain, Eduardo Pérez, pelatih asal Spanyol, lebih dikenal sebagai arsitek taktik dan pengembang pemain muda. Ia pernah menjabat sebagai asisten pelatih Timnas Indonesia di era Luis Milla dan menangani sejumlah tim Liga 1 seperti Borneo FC dan PSIS Semarang.

Meskipun belum pernah mengangkat trofi sebagai pelatih kepala, kontribusi Pérez tetap mendapat pengakuan. Ia dinilai membawa pendekatan permainan modern berbasis ball possession, rotasi posisi, dan pembangunan serangan dari lini tengah. Filosofinya bertolak belakang dengan gaya bermain Teco yang lebih pragmatis dan berorientasi hasil.

“Eduardo Pérez dikenal membawa struktur permainan yang lebih terorganisasi, menyerang, dan mengandalkan kerja sama tim. Dia pelatih yang sangat memahami sepak bola modern,” ujar seorang mantan pemain Liga 1 yang pernah dilatih oleh Pérez.

Perbandingan Gaya Melatih: Efisiensi vs Kreativitas

Teco mengandalkan permainan langsung dengan transisi cepat dan penguasaan ruang melalui blok pertahanan rapat. Gaya ini terbukti efektif di kompetisi Indonesia, yang dikenal keras dan cepat.

Sebaliknya, Pérez cenderung lebih fleksibel dan eksperimental. Ia berani memberikan ruang eksplorasi kepada pemain muda dan mengutamakan penguasaan bola untuk mengontrol ritme permainan.

Namun, meski unggul secara filosofi, Pérez masih perlu waktu dan pencapaian nyata untuk menyamai reputasi dan efektivitas Teco di kancah kompetisi Liga 1.

Faktor Konsistensi dan Pengaruh di Klub

Secara statistik, Teco unggul telak. Ia mampu bertahan dalam jangka waktu lama di klub yang ia tangani dan mempertahankan performa tim secara stabil. Hal ini menjadi modal penting bagi pelatih top yang diincar banyak klub.

Sementara itu, Eduardo Pérez lebih sering bertugas sebagai asisten atau pelatih interim, menjadikannya masih dalam tahap “pembuktian” sebagai pelatih utama. Hal ini pula yang membuat ekspektasi publik terhadap Pérez di Persebaya cukup tinggi, karena ini menjadi kesempatan emas baginya untuk membuktikan kapasitasnya.

Nilai Kontrak: Siapa yang Lebih Mahal?

Dari segi nilai kontrak, Teco juga lebih “mengkilat”. Berdasarkan estimasi pasar dan sumber industri, Teco menerima bayaran sekitar USD 20.000–25.000 per bulan atau setara Rp 300–400 juta per bulan, mencerminkan statusnya sebagai pelatih elite dengan prestasi tinggi.

Sementara itu, gaji Eduardo Pérez diperkirakan berada di kisaran USD 7.000–12.000 per bulan atau sekitar Rp 100–180 juta, bergantung pada klub dan kontraknya. Ketika menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia, gajinya juga tidak setinggi pelatih utama.

Gaji yang lebih rendah tidak mencerminkan kualitas secara langsung, tetapi menunjukkan bahwa Pérez masih dalam tahap membangun reputasi sebagai pelatih kepala di kasta tertinggi Indonesia.

Teco vs Pérez: Siapa yang Lebih Mengkilat?

Jika tolok ukur “mengkilat” adalah trofi, pengalaman, dan stabilitas karier, maka Stefano Cugurra masih jauh di depan. Ia adalah pelatih yang sudah terbukti memberikan hasil dan membawa klub menuju kejayaan.

Namun, Eduardo Pérez bukan tanpa potensi. Ia memiliki filosofi permainan yang progresif dan kemampuan membangun tim dari bawah. Jika manajemen Persebaya memberi waktu dan kepercayaan, Pérez berpeluang menjadi pelatih top di masa depan.

Penunjukan ini menjadi momen penting bagi perjalanan karier Pérez sekaligus tantangan bagi Persebaya Surabaya dalam mengejar prestasi dan konsistensi. Waktu akan menjadi penentu, apakah keputusan ini langkah cerdas atau perjudian.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index