JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan pertumbuhan aset untuk industri asuransi syariah dan reasuransi syariah sebesar 13,2% pada tahun 2025. Namun, hasil yang diraih hingga Februari 2025 menunjukkan bahwa pencapaian tersebut masih jauh dari harapan. Total aset gabungan dari asuransi umum dan jiwa syariah tercatat hanya tumbuh sebesar 3,24%, mencapai angka Rp 43,26 triliun.
Angka ini jelas menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup besar antara target yang ditetapkan OJK dan realisasi yang ada di lapangan. Sebuah tantangan berat yang dihadapi oleh industri asuransi syariah dalam beberapa tahun terakhir. Meski demikian, beberapa pihak berpendapat bahwa pencapaian yang lebih baik masih mungkin terjadi jika langkah-langkah strategis yang tepat diambil.
Tantangan Utama: Pangsa Pasar yang Stagnan
Irvan Rahardjo, seorang pengamat industri asuransi, menilai bahwa industri asuransi syariah masih menghadapi berbagai tantangan besar yang membuatnya sulit untuk mencapai target pertumbuhan aset yang ditetapkan oleh OJK. “Asuransi syariah selama beberapa tahun terakhir tidak menunjukkan pertumbuhan berarti. Market share-nya stagnan di angka 5% dari tahun ke tahun,” ujar Irvan.
Pernyataan Irvan mencerminkan kenyataan bahwa meskipun industri ini telah beroperasi cukup lama, pangsa pasarnya tidak mengalami perkembangan signifikan. Bahkan, pangsa pasar yang tetap di angka 5% selama bertahun-tahun menunjukkan adanya permasalahan mendalam yang harus diatasi. Salah satunya adalah masih terbatasnya pemahaman dan pemanfaatan produk-produk asuransi syariah oleh masyarakat.
Masalah Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah
Menurut data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia memang tercatat cukup baik, dengan angka mencapai 43,42%. Namun, angka inklusi keuangan syariah justru masih sangat rendah, yaitu hanya 13,41%. Angka ini menunjukkan bahwa meskipun banyak orang yang mulai memahami prinsip dasar dari keuangan syariah, implementasi atau penggunaan produk dan layanan berbasis syariah masih sangat terbatas.
Hal ini menjadi salah satu kendala utama dalam pengembangan industri asuransi syariah. Masyarakat mungkin sudah mengenal apa itu asuransi syariah, tetapi mereka belum banyak yang memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Aset Asuransi Syariah
Untuk mencapai target yang ditetapkan oleh OJK, Irvan Rahardjo memberikan beberapa saran strategis yang bisa diambil oleh pelaku industri asuransi syariah. Menurutnya, inovasi produk dan layanan harus menjadi prioritas utama. Salah satu langkah yang disarankan adalah pengembangan mikroasuransi yang bisa lebih terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, asuransi berbasis komunitas juga bisa menjadi solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih spesifik.
"Inovasi produk dan layanan sangat penting. Misalnya, pengembangan mikroasuransi dan asuransi berbasis komunitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan membantu memperluas jangkauan pasar asuransi syariah," jelas Irvan.
Tak hanya itu, Irvan juga menekankan pentingnya edukasi berbasis digital untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai asuransi syariah. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, edukasi online melalui platform digital bisa menjadi sarana yang efektif untuk memperkenalkan konsep dan manfaat asuransi syariah kepada masyarakat lebih luas. Penggunaan media sosial dan platform digital lainnya bisa menjadi saluran yang efektif untuk menyampaikan informasi secara langsung kepada konsumen yang lebih muda dan tech-savvy.
Peran Teknologi dalam Meningkatkan Efisiensi dan Pengalaman Pelanggan
Di era digital yang serba cepat ini, pemanfaatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memperbaiki pengalaman pelanggan. Irvan mengungkapkan bahwa kolaborasi antara industri asuransi syariah dan teknologi, terutama dengan startup di bidang fintech dan insurtech, bisa menjadi jalan keluar yang sangat potensial.
"Dengan memanfaatkan teknologi seperti artificial intelligence (AI), big data, dan insurtech, industri asuransi syariah bisa meningkatkan efisiensi dan memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik. Hal ini bisa meningkatkan daya tarik produk asuransi syariah di mata konsumen," ungkap Irvan.
Pemanfaatan AI dan big data memungkinkan perusahaan asuransi untuk melakukan analisis yang lebih mendalam tentang perilaku konsumen, sehingga mereka bisa lebih tepat dalam menawarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Sementara itu, insurtech, yang merupakan aplikasi teknologi untuk meningkatkan layanan asuransi, bisa mempercepat proses klaim dan transaksi lainnya, sehingga meningkatkan kenyamanan bagi nasabah.
Ekspansi Pasar Non-Muslim: Peluang Besar untuk Industri Asuransi Syariah
Irvan juga mengungkapkan bahwa ada peluang besar bagi industri asuransi syariah untuk berkembang lebih jauh dengan melakukan ekspansi ke pasar non-Muslim. Meskipun produk asuransi syariah berbasis pada prinsip-prinsip Islam, banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Nilai-nilai seperti transparansi, keadilan, dan keberlanjutan, yang menjadi landasan dalam asuransi syariah, bisa diterima oleh semua kalangan.
“Ekspansi ke pasar non-Muslim juga bisa menjadi peluang besar bagi industri ini. Produk asuransi syariah mengedepankan nilai-nilai universal yang tidak hanya relevan untuk umat Muslim, tetapi juga bagi masyarakat umum,” ujar Irvan.
Hal ini sejalan dengan tren global di mana semakin banyak orang yang mencari produk keuangan yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga sesuai dengan prinsip etika dan keberlanjutan. Dengan menyasar pasar non-Muslim, industri asuransi syariah dapat memperluas basis pelanggannya dan mendongkrak pertumbuhannya.
Masa Depan Asuransi Syariah di Indonesia
Dengan berbagai tantangan yang ada, pencapaian target OJK untuk pertumbuhan aset asuransi syariah memang membutuhkan upaya yang sangat besar. Namun, dengan langkah-langkah strategis yang tepat, industri ini masih memiliki peluang besar untuk berkembang. Inovasi produk, edukasi digital, pemanfaatan teknologi, dan ekspansi pasar menjadi beberapa faktor kunci yang dapat membantu industri asuransi syariah mencapai target yang ditetapkan.
Sebagaimana yang dikatakan Irvan, “Asuransi syariah memiliki potensi besar, tetapi untuk mencapainya, diperlukan kerja keras dan kolaborasi antara berbagai pihak, baik itu pelaku industri, regulator, maupun konsumen.” Dengan adanya kolaborasi dan upaya inovatif, industri asuransi syariah di Indonesia diharapkan bisa tumbuh pesat dan mencapai target yang diinginkan oleh OJK pada tahun 2025.