JAKARTA - PT Bukit Asam (Persero) Tbk, salah satu perusahaan energi terbesar di Indonesia, bersama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN), tengah menggarap proyek besar yang bertujuan untuk mengubah batu bara menjadi gas sintetis (SNG) atau substitute natural gas. Proyek ini, yang dirancang sebagai bagian dari inisiatif gasifikasi batu bara, membutuhkan investasi yang sangat besar, yakni sekitar US$ 3,2 miliar, atau setara dengan Rp 52,5 triliun.
Proyek gasifikasi batu bara yang tengah dikembangkan ini berfokus pada pengembangan teknologi gasifikasi untuk mengonversi batu bara menjadi gas alam yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Direktur Utama PT Bukit Asam, Arsal Ismail, mengungkapkan bahwa estimasi biaya investasi untuk proyek ini telah dihitung bersama PGN. “Bersama PGN, kami sudah melakukan kajian dan estimasi kebutuhan investasi untuk proyek hilirisasi ini mencapai sekitar US$ 3,2 miliar,” ujar Arsal dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR.
Proyek Gasifikasi Batu Bara: Solusi untuk Diversifikasi Energi
Proyek gasifikasi batu bara ini bukan hanya bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya alam Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan alternatif energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Gas sintetis yang dihasilkan dari batu bara akan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan industri, mulai dari pembangkit listrik hingga bahan bakar industri yang selama ini mengandalkan energi fosil.
Proyek ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor energi, seperti gas alam, yang harganya terus berfluktuasi. Dengan menggali potensi batu bara yang melimpah, Indonesia dapat menciptakan energi yang lebih berkelanjutan dan lebih terjangkau. Dalam hal ini, PT Bukit Asam berperan sebagai penyedia batu bara, sedangkan PGN akan bertanggung jawab dalam pengelolaan proyek bersama mitra teknologi dalam bentuk usaha patungan (joint venture).
Investasi yang Besar untuk Infrastruktur dan Teknologi
Dana sebesar Rp 52,5 triliun yang diperlukan untuk proyek ini akan digunakan untuk membangun berbagai fasilitas gasifikasi batu bara, lengkap dengan peralatan dan teknologi pendukung yang akan mendukung proses konversi batu bara menjadi gas. Menurut Arsal, dana tersebut juga mencakup pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menghubungkan fasilitas gasifikasi dengan jaringan distribusi gas yang ada.
Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dipilih sebagai lokasi utama proyek ini. Menurut Arsal, salah satu alasan pemilihan lokasi ini adalah karena Tanjung Enim memiliki cadangan batu bara yang melimpah, termasuk batu bara dengan kalori rendah yang sangat cocok untuk dikonversi menjadi gas. “Kami hanya perlu membangun jaringan pipa tambahan sekitar 57 kilometer untuk tersambung ke Stasiun Gas Pagar Dewa,” ujar Arsal. Keputusan ini akan memberikan efisiensi dalam distribusi gas sintetis yang dihasilkan dari proyek gasifikasi tersebut.
Proyek ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar, baik bagi daerah sekitar maupun secara nasional. Selain menciptakan lapangan pekerjaan baru, proyek gasifikasi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan negara melalui penghematan biaya energi dan potensi ekspor gas sintetis.
Gagasan Lama yang Kini Kembali Digarap dengan Harapan Baru
Gagasan tentang gasifikasi batu bara sebenarnya bukanlah hal baru. Proyek serupa pertama kali digagas pada tahun 2018 oleh PT Bukit Asam bekerja sama dengan Pertamina. Namun, proyek ini terhenti di tengah jalan setelah Air Products, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat yang seharusnya menjadi mitra dalam proyek ini, memutuskan untuk mundur. Keputusan Air Products untuk menarik diri diduga berkaitan dengan persoalan keekonomian proyek yang dirasa tidak menguntungkan, serta tingginya risiko karena hasil gasifikasi hanya akan dibeli oleh Pertamina sebagai satu-satunya pembeli.
Menurut analisis yang dilakukan oleh Institute for Energy and Financial Analysis (IEEFA) pada tahun 2021, proyek gasifikasi batu bara yang direncanakan di Muara Enim, Sumatera Selatan, dapat menimbulkan kerugian sebesar US$ 377 juta per tahun atau sekitar Rp 6,14 triliun. Kegagalan proyek tersebut disebabkan oleh tingginya biaya operasional, ketergantungan pada pembeli tunggal, serta rendahnya daya saing harga gas sintetis dengan sumber energi lainnya.
Namun, meski proyek gasifikasi batu bara yang sebelumnya gagal, PT Bukit Asam kini kembali menggagas proyek serupa dengan perbaikan dan strategi yang lebih matang. Salah satu perubahan besar adalah keterlibatan PGN sebagai mitra strategis yang memiliki pengalaman dan infrastruktur gas yang kuat di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keberlanjutan proyek, serta membuka peluang pasar yang lebih luas bagi gas sintetis yang dihasilkan.
Menghadapi Tantangan Lingkungan dan Ekonomi
Meskipun proyek gasifikasi batu bara menawarkan banyak manfaat, ada beberapa tantangan besar yang harus dihadapi. Salah satunya adalah tantangan lingkungan yang selalu mengiringi penggunaan batu bara sebagai sumber energi. Proses gasifikasi meskipun lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pembakaran batu bara langsung, tetap memerlukan teknologi yang canggih dan pengelolaan yang hati-hati agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan.
Selain itu, keekonomian proyek tetap menjadi isu yang perlu diperhatikan. Dengan investasi sebesar Rp 52,5 triliun, proyek ini harus dapat menghasilkan gas sintetis yang kompetitif di pasar. Harga gas sintetis harus cukup menarik agar dapat diterima di pasar energi Indonesia, serta memenuhi standar ekonomi yang ditetapkan oleh para pemangku kepentingan.
Dukungan Pemerintah dan Potensi Ekonomi
Pemerintah Indonesia, yang tengah fokus pada pengembangan ketahanan energi, tentunya menyambut baik proyek gasifikasi batu bara ini. Selain mendiversifikasi sumber energi, proyek ini juga dapat mengurangi ketergantungan pada energi impor, mengurangi defisit energi, serta mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah penghasil batu bara. Dengan meningkatkan nilai tambah batu bara melalui gasifikasi, Indonesia dapat memaksimalkan potensi sumber daya alamnya untuk memenuhi kebutuhan energi domestik yang terus berkembang.