JAKARTA - Di tengah tantangan sistem layanan kesehatan yang masih menyisakan berbagai keluhan masyarakat, Pemerintah Kota Bandung menunjukkan komitmennya dalam memastikan warganya mendapatkan akses kesehatan tanpa hambatan. Melalui pernyataan tegas dari Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, ditegaskan bahwa Pemkot Bandung tidak memiliki tunggakan pembayaran kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Hal ini menjadi penting mengingat masih adanya laporan masyarakat yang mengaku kesulitan mendapatkan layanan di rumah sakit meski telah terdaftar sebagai peserta aktif BPJS. Erwin menekankan, dengan tidak adanya tunggakan dari Pemkot, seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS wajib memberikan pelayanan penuh tanpa diskriminasi kepada warga yang ber-KTP Kota Bandung.
“Kota Bandung tidak memiliki tunggakan pembayaran kepada BPJS,” tegas Erwin dalam siaran pers.
- Baca Juga Lonjakan Penumpang Pelni di Belawan
Dengan pernyataan ini, ia mengingatkan agar tidak ada alasan bagi rumah sakit untuk menolak pasien BPJS, selama administrasi peserta sesuai ketentuan. Bahkan, ia meminta warga untuk segera melaporkan jika mengalami kendala di fasilitas kesehatan.
“Laporkan langsung ke kami. Jangan ragu,” katanya menambahkan.
BPJS dan Simbiosis Mutualisme
Dalam upayanya menciptakan hubungan harmonis antara penyedia layanan kesehatan dan penyelenggara program jaminan sosial, Erwin berharap adanya kerja sama erat antara Pemkot, rumah sakit, dan BPJS.
“Kita ingin ada simbiosis mutualisme antara Pemkot, BPJS, dan rumah sakit. Semuanya lancar,” jelasnya.
Erwin juga mendorong agar BPJS mempercepat proses pencairan klaim ke rumah sakit, agar tidak ada hambatan operasional yang berdampak pada pelayanan terhadap warga.
Tak hanya berhenti pada upaya reaktif, Pemkot Bandung juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp284 miliar untuk mendukung program Universal Health Coverage (UHC) pada 2026. Program ini menjadi upaya konkret pemerintah untuk menjamin seluruh warga Kota Bandung bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis melalui BPJS di rumah sakit yang telah bekerja sama.
Warga Wajib Dilayani Tanpa Diskriminasi
Komitmen pelayanan kesehatan yang inklusif dan humanis turut ditegaskan oleh Erwin. Ia menyatakan bahwa setiap rumah sakit di Kota Bandung wajib melayani warga dengan KTP Bandung, tanpa memilah-milah status atau kondisi ekonomi.
“Kalau ada warga yang punya KTP Kota Bandung dan sudah tinggal minimal enam bulan, rumah sakit wajib layani dulu, jangan dipilah-pilah. Tujuan kita ini ibadah, membantu warga tanpa melihat mampu atau tidak,” tandasnya.
Rencana selanjutnya, Pemkot Bandung akan mengundang seluruh direktur rumah sakit swasta di wilayahnya untuk membahas berbagai kendala teknis dan non-teknis yang masih terjadi dalam pelaksanaan layanan BPJS. Pertemuan ini diharapkan bisa menjadi forum penyamaan persepsi dan penyusunan langkah strategis ke depan.
“Pemkot akan hadir untuk memberikan kemudahan. Tidak boleh ada warga yang datang ke rumah sakit lalu tidak dilayani, apalagi hanya karena urusan administratif,” ungkap Erwin lagi.
Tunggakan di Provinsi, Dampak Pilkada Serentak
Sementara di tingkat provinsi, kisahnya sedikit berbeda. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyebut bahwa Pemprov masih memiliki tunggakan iuran BPJS yang cukup signifikan.
Ia menjelaskan bahwa besarnya kebutuhan anggaran untuk mendukung penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 menjadi salah satu penyebab utama munculnya tunggakan. Jumlah dana yang tersedot untuk agenda politik ini mencapai Rp1,6 triliun, yang pada akhirnya mengurangi porsi pembiayaan sektor lainnya termasuk jaminan kesehatan.
“Pada tahun 2023 dan 2024 terdapat program prioritas yang membutuhkan pendanaan cukup besar terutama dalam mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak,” kata Herman dalam Rapat Paripurna DPRD Jabar.
Tunggakan BPJS Kesehatan di Jawa Barat disebut mencapai Rp330 miliar, yang terdiri dari utang tahun anggaran 2023 sebesar Rp80 miliar dan tahun 2024 sebesar lebih dari Rp250 miliar.
“Untuk tahun 2023 senilai Rp80 miliar lebih, kami tunggak karena usulan dari Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi tidak masuk, sehingga tidak ada di dalam RKPD,” tambahnya.
Meski demikian, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan komitmennya untuk segera menyelesaikan persoalan tunggakan tersebut.
“Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk menganggarkan kekurangan sampai dengan tahun 2024 tersebut pada perubahan APBD tahun anggaran 2025,” katanya.
Arah Pelayanan Kesehatan ke Depan
Dalam konteks yang lebih luas, pernyataan dan langkah yang diambil oleh Pemerintah Kota Bandung menjadi penting sebagai model pengelolaan jaminan kesehatan yang lebih tertib dan proaktif. Berbeda dengan kondisi di tingkat provinsi yang masih berkutat pada persoalan administrasi anggaran dan prioritas program, Bandung menunjukkan bahwa penyelenggaraan layanan sosial bisa berjalan optimal jika komitmen anggaran dan koordinasi dilakukan secara konsisten.
Dengan alokasi anggaran UHC yang signifikan dan penegasan tanggung jawab rumah sakit terhadap pasien, Pemkot Bandung berupaya menghadirkan sistem layanan kesehatan yang adil dan merata. Harapan ke depan, model ini dapat direplikasi di daerah lain, agar seluruh warga Indonesia mendapatkan akses kesehatan yang layak sebagai hak dasar setiap manusia.