JAKARTA - Mimpi besar tak selalu dimulai dari modal besar. Kadang, keberanian dan tujuan yang jelas menjadi bekal utama untuk memulai sesuatu yang luar biasa. Itulah yang tercermin dari kisah Fred DeLuca, seorang remaja yang memulai bisnis hanya dengan uang pinjaman dan keyakinan tinggi pada idenya. Dari sebuah toko kecil penjual sandwich, lahirlah Subway salah satu jaringan restoran cepat saji terbesar di dunia.
Nama Fred DeLuca mungkin tidak langsung mengingatkan orang pada restoran cepat saji, tapi siapa pun yang pernah menikmati sandwich Subway sejatinya telah mencicipi hasil dari kerja keras dan dedikasi seorang pengusaha muda yang mulai meniti jalannya sejak usia 17 tahun. Didorong oleh keinginan membiayai kuliah, DeLuca membangun usahanya bukan hanya sebagai alat bertahan hidup, melainkan sebagai fondasi masa depan yang kemudian menginspirasi banyak orang.
Berawal dari ide sederhana, ia meminjam 1.000 dolar AS dari Peter Buck, seorang teman keluarga yang kelak menjadi partner bisnisnya. Uang tersebut digunakan untuk membuka gerai sandwich pertamanya di Bridgeport, Connecticut. Gerai tersebut dinamai Pete’s Super Submarines, mengacu pada menu utamanya, yakni sandwich berbentuk panjang seperti kapal selam (submarine).
Pada hari pembukaan, toko milik DeLuca sukses menjual lebih dari 300 sandwich—sebuah pencapaian mengesankan bagi seorang remaja yang baru belajar berdagang. Harga tiap sandwich bahkan tak sampai 1 dolar, namun volume penjualannya menunjukkan respons positif dari pasar. Dengan semangat, ia menjalankan bisnis itu bukan hanya demi keuntungan, melainkan sebagai cara membiayai pendidikan sekaligus membangun masa depan.
Namun keberhasilannya tidak berhenti di gerai pertama. Dalam beberapa tahun, bisnis tersebut terus berkembang. Pada 1978, Subway membuka cabang pertamanya di luar negara bagian Connecticut, yakni di Fresno, California. Ekspansi ini menjadi pijakan penting menuju pertumbuhan berskala nasional. Tak berhenti di situ, pada 1984, Subway menembus pasar internasional dengan membuka gerai di Bahrain. Keputusan ini mempertegas ambisi DeLuca bahwa mereknya siap bersaing dengan pemain besar seperti McDonald’s.
Subway terus mencatat pertumbuhan pesat. Pada 1998, jumlah gerainya telah mencapai lebih dari 13 ribu cabang di berbagai negara, termasuk Hong Kong, Italia, Irlandia Utara, Norwegia, dan Pakistan. Gerai di Hong Kong bahkan menjadi salah satu yang paling laris karena strategi pemasaran yang inovatif dan menu yang sesuai dengan selera lokal.
Salah satu kekuatan Subway terletak pada kesederhanaannya. Model waralaba yang diterapkan memudahkan para pengusaha kecil untuk bergabung, sekaligus membantu pertumbuhan jaringan secara agresif namun stabil. Selain itu, pendekatan menu yang fleksibel—yang memungkinkan konsumen memilih bahan sendiri—menjadi daya tarik utama yang membedakan Subway dari pesaingnya.
Keberhasilan ini tentu tidak lepas dari kerja keras dan visi DeLuca. Meski terkesan sederhana, ia memahami pentingnya kualitas, efisiensi, dan koneksi dengan konsumen. Bahkan setelah Subway menjadi raksasa dalam bisnis makanan cepat saji, ia tetap mempertahankan semangat awalnya: menciptakan peluang dan memberikan nilai bagi pelanggan.
Saat Fred DeLuca meninggal dunia karena leukemia, kekayaannya diperkirakan mencapai 2,5 miliar dolar AS. Ia masuk daftar 1.000 orang terkaya dunia versi Forbes, tetapi lebih dari itu, ia dikenang sebagai pengusaha yang menginspirasi jutaan orang untuk berani bermimpi dan bertindak. Ia bukan hanya pendiri sebuah restoran besar, tapi juga pencipta sistem yang membuka peluang ekonomi di berbagai penjuru dunia.
Kepemimpinan perusahaan Subway setelah kepergian DeLuca pun berpindah ke tangan yang baru. Awalnya dipimpin oleh saudara perempuannya, Suzanne Greco, yang kemudian menyerahkan estafet kepada John Chidsey, mantan CEO Burger King. Kepemimpinan baru ini melanjutkan visi DeLuca, namun juga membawa pembaruan untuk menyesuaikan dengan tren dan ekspektasi pasar modern.
Kini, Subway menghadapi tantangan baru di tengah perubahan selera konsumen dan meningkatnya kesadaran akan kesehatan. Untuk itu, mereka terus melakukan inovasi pada menu dan kualitas bahan baku. Fokus pada makanan sehat, pelayanan cepat, dan pengalaman pelanggan yang menyenangkan menjadi prioritas utama perusahaan untuk tetap relevan.
Namun, warisan Fred DeLuca tidak berhenti pada keberlanjutan bisnis semata. Ia telah menunjukkan bahwa siapa pun bisa sukses, asal berani memulai dan pantang menyerah. Kisahnya menjadi inspirasi nyata, khususnya bagi generasi muda yang kerap dihadapkan pada keterbatasan sumber daya. DeLuca membuktikan bahwa batasan itu bisa dilampaui dengan ketekunan, ide yang kuat, dan kemauan untuk terus belajar.
Dari seorang remaja yang hanya ingin membiayai sekolahnya, Fred DeLuca tumbuh menjadi simbol pengusaha visioner yang menanamkan nilai-nilai positif melalui bisnisnya. Subway, yang kini hadir di lebih dari 100 negara, bukan sekadar tempat membeli sandwich. Ia adalah representasi nyata dari mimpi yang diwujudkan.