Pendidikan Gratis di DIY: Tantangan dan Harapan

Selasa, 08 Juli 2025 | 14:08:31 WIB
Pendidikan Gratis di DIY: Tantangan dan Harapan

JAKARTA - Ketika kebijakan pendidikan dasar gratis mulai digulirkan pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024, setiap daerah menghadapi tantangan unik dalam mengimplementasikannya. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), salah satu provinsi dengan rekam jejak pendidikan yang kuat, menyambut kebijakan ini dengan kesiapan, namun juga dengan catatan penting: prinsip keadilan tidak boleh diabaikan.

Dalam kunjungan kerja Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI yang digelar di Gedhong Pracimosono, Kompleks Kepatihan, berbagai aspirasi dan dinamika pendidikan disampaikan langsung oleh pemangku kebijakan lokal, mulai dari Dinas Pendidikan DIY, dinas pendidikan kabupaten/kota, hingga kepala sekolah. Forum ini menjadi ruang terbuka untuk membedah peluang dan tantangan di balik wacana pendidikan gratis.

Menjalankan Amanat Konstitusi, Namun Tidak Tanpa Tantangan

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda DIY, Aris Eko Nugroho, menegaskan dalam sambutan Gubernur bahwa DIY telah berkomitmen terhadap pembiayaan pendidikan dasar. Selama beberapa tahun terakhir, alokasi anggaran pendidikan diperkuat untuk menjamin bahwa tidak ada siswa yang terbebani biaya.

“Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah memperkuat alokasi pembiayaan pendidikan, memastikan agar siswa-siswi tidak dibebani biaya pendidikan dasar. Kami juga memperluas dukungan bagi siswa dari keluarga kurang mampu, termasuk dalam bentuk pembebasan iuran dan bantuan perlengkapan belajar,” ungkap Aris.

Namun menurut Aris, pendidikan dasar gratis tidak semata-mata soal pembebasan biaya. “Kami meyakini bahwa pendidikan dasar gratis bukan sekadar soal penghapusan biaya, tetapi juga soal keadilan dan keberpihakan,” tegasnya. Ini mengindikasikan bahwa desain kebijakan harus sensitif terhadap kondisi sosial ekonomi, termasuk kebutuhan kelompok rentan.

Menyerap Aspirasi Langsung dari Daerah

Kehadiran BAM DPR RI ke Yogyakarta bukan sekadar seremonial, tetapi sebagai bentuk penyerapan suara dari akar rumput. Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Y. Y. Napitupulu, menyampaikan bahwa pertemuan ini penting agar DPR benar-benar memahami dinamika pelaksanaan putusan MK.

“Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi forum dialog yang terbuka dan konstruktif agar BAM DPR RI dapat menerima masukan langsung dari duta daerah, para pemangku kepentingan, dan masyarakat mengenai apa saja hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam masalah pendidikan dasar gratis,” ujar Adian.

Ia tak menutup mata pada kondisi fiskal negara yang sedang tidak ideal. Defisit anggaran yang besar menjadi tantangan, namun amanat konstitusi tetap harus dilaksanakan.

“Kondisi keuangan negara kita saat ini menunjukkan defisit yang cukup besar, tetapi keputusan MK tetap harus dijalankan. Tidak ada alasan bagi kita, bagaimana kemudian menjalankan ini tanpa berkeluh kesah,” ucapnya, menandaskan pentingnya semangat gotong royong dalam pelaksanaan kebijakan.

Adian juga menegaskan bahwa BAM memiliki tugas strategis untuk menyalurkan temuan-temuan daerah ke komisi terkait di DPR RI, seperti Komisi X yang membidangi pendidikan.

Kesenjangan antara Negeri dan Swasta dalam Sistem Pendidikan

Diskusi tak berhenti pada kesiapan pemerintah daerah. Persoalan pendidikan swasta juga mencuat dalam forum. Anggota DPR RI Dapil DIY, Totok Hedi Santosa, mengungkapkan bahwa di Yogyakarta, sekolah swasta justru kerap menjadi pilihan utama masyarakat. Ini menunjukkan bahwa mutu pendidikan swasta telah diakui secara luas.

“Dia (Kepala Sekolah) menceritakan tahun 2031 SD Muhammadiyah Sapen itu sudah di-booking. Itu artinya masyarakat berharap. Tapi untuk menyelenggarakan pendidikan dengan mutu yang baik memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” ungkap Totok.

Ia menekankan bahwa kebijakan pendidikan gratis tidak bisa disamaratakan begitu saja antara sekolah negeri dan swasta. “Mereka (sekolah swasta) bukan menolak, tetapi khawatir, risiko mutu mereka akan turun,” lanjutnya.

Dalam konteks ini, regulasi kebijakan nasional sebaiknya memberikan ruang fleksibilitas. Sekolah swasta perlu tetap dapat mengakses dukungan tanpa kehilangan identitas mutu dan karakter khasnya. Harus ada strategi khusus agar penyelenggaraan pendidikan swasta tetap berdaya di tengah tuntutan kebijakan gratis.

Pentingnya Laporan Apa Adanya untuk Perumusan Kebijakan

Menariknya, Totok juga menggarisbawahi peran penting BAM untuk menyampaikan situasi lapangan secara objektif kepada DPR RI.

“Kami tadi dipesan, jangan hanya tulis yang bagus-bagus saja dalam laporan. Justru yang buruk pun harus ditulis, agar DPR RI paham kroniknya di masyarakat. Itulah tugas BAM,” katanya.

Pernyataan ini menekankan perlunya laporan yang tidak hanya bersifat normatif atau administratif, melainkan benar-benar menggambarkan kondisi nyata, termasuk berbagai hambatan struktural maupun non-struktural.

Refleksi dan Jalan ke Depan

Pendidikan gratis adalah langkah progresif yang bisa membawa keadilan sosial, namun hanya jika dijalankan dengan pendekatan yang tepat. Aspirasi yang muncul dari daerah seperti DIY harus dijadikan bahan refleksi bahwa satu kebijakan nasional bisa bermakna berbeda di berbagai konteks lokal.

Yogyakarta menunjukkan bahwa keberpihakan pada keadilan sosial bisa dijaga seiring dengan kepatuhan terhadap konstitusi. Namun, agar implementasinya efektif dan merata, dibutuhkan sinergi antara pusat dan daerah, serta pengakuan terhadap keberagaman sistem penyelenggara pendidikan, termasuk swasta.

Jika pemerintah pusat benar-benar ingin melihat pendidikan dasar gratis sukses menyeluruh, maka aspirasi dari lapangan seperti yang diungkapkan dalam forum di DIY harus menjadi pertimbangan utama dalam perumusan kebijakan lanjutan.

Terkini

Erick Thohir Mundur dari Komite Wasit, Ogawa Gantikan

Minggu, 13 Juli 2025 | 16:50:51 WIB

Bali Menuju Transportasi Listrik

Minggu, 13 Juli 2025 | 16:55:12 WIB

Lonjakan Penumpang Pelni di Belawan

Minggu, 13 Juli 2025 | 16:59:42 WIB

Syukuran Laut Penyeberangan

Minggu, 13 Juli 2025 | 17:04:09 WIB