JAKARTA - Ketidakpastian global dan sikap kebijakan moneter yang berhati-hati kembali menjadi penentu utama pergerakan nilai tukar Yen Jepang terhadap Dolar Amerika Serikat. Yen, yang selama ini dikenal sebagai aset safe haven, kini menghadapi tekanan dari dua arah: meningkatnya ketegangan dagang global dan meredanya ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga dari Bank of Japan (BoJ).
Saat ini, Yen bergerak mendatar dan masih tertahan di area terlemahnya dalam tiga pekan terakhir terhadap Dolar AS. Pergerakan ini mencerminkan dinamika pasar yang tengah dikepung oleh sinyal ekonomi dan geopolitik yang saling bertentangan. Di satu sisi, retorika proteksionis dari Presiden AS Donald Trump menambah kekhawatiran global, di sisi lain, kondisi domestik Jepang yang belum mendukung untuk pengetatan moneter justru menahan minat beli terhadap mata uang Negeri Sakura.
Salah satu sentimen utama yang mewarnai pasar adalah pernyataan Trump yang kembali melontarkan ancaman tarif terhadap dua mitra dagang utama, yakni Meksiko dan Uni Eropa. Kebijakan ini dinilai berpotensi memperburuk kondisi perdagangan global dan memicu pelemahan permintaan. Dampaknya, investor mulai mencari aset aman, termasuk Yen. Namun, kekuatan Yen tetap dibatasi oleh prospek kebijakan suku bunga BoJ yang cenderung akomodatif.
Ekspektasi terhadap kebijakan BoJ terus meredup. Data ekonomi yang menunjukkan penurunan upah riil serta sinyal pendinginan inflasi menjadi penghalang utama bagi langkah normalisasi suku bunga. Dengan kondisi tersebut, pasar menilai BoJ kemungkinan besar akan tetap mempertahankan suku bunga rendah untuk sisa tahun ini.
Tak hanya itu, dinamika politik dalam negeri Jepang juga turut memperbesar ketidakpastian. Survei media terbaru mengindikasikan bahwa partai koalisi yang berkuasa, yakni LDP dan Komeito, mungkin tidak akan mampu mengamankan mayoritas di pemilihan dewan tinggi yang akan datang. Jika hasil tersebut terwujud, kebijakan ekonomi Jepang bisa semakin tersandera oleh ketidakpastian politik.
Sementara itu, dari sisi Amerika Serikat, Dolar menunjukkan penguatan yang signifikan. Minimnya spekulasi mengenai pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve turut memberikan dukungan terhadap Greenback. Pasar menilai inflasi AS yang berpotensi meningkat akibat kenaikan bea impor serta ketahanan pasar tenaga kerja bisa menahan The Fed dari pelonggaran kebijakan dalam waktu dekat.
Dalam konteks ini, USD/JPY mendapat dorongan kuat dari sisi Dolar AS, bukan semata dari pelemahan Yen. Pelaku pasar kini memusatkan perhatian mereka pada rilis data inflasi AS dalam waktu dekat, yakni Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Indeks Harga Produsen (IHP). Kedua data tersebut akan menjadi indikator penting dalam menentukan arah suku bunga The Fed. Selain itu, pidato dari sejumlah anggota Federal Open Market Committee (FOMC) juga diperkirakan akan mempengaruhi ekspektasi kebijakan moneter.
Secara teknikal, pasangan mata uang USD/JPY menunjukkan potensi untuk bergerak lebih tinggi. Penutupan harga di atas rata-rata pergerakan 100 hari (SMA 100) untuk pertama kalinya sejak Februari mengindikasikan bahwa tren naik mungkin berlanjut. Osilator teknikal pun mulai menunjukkan momentum positif dan masih jauh dari area jenuh beli, membuka ruang bagi reli harga.
Level resistance terdekat kini berada di sekitar 147,50–147,55. Jika berhasil menembusnya, harga diproyeksikan akan melanjutkan kenaikan ke kisaran 148,00 hingga 149,00. Sementara itu, level koreksi yang mungkin terjadi berada di sekitar 146,60 hingga 146,00. Jika harga turun di bawah SMA 100 yang kini berada di 145,80, tren jangka pendek bisa berbalik menjadi negatif dan membuka ruang pelemahan menuju area 145,00.
Di tengah dinamika yang kompleks ini, Yen Jepang tampaknya masih akan bergerak dalam pola konsolidatif. Arah pergerakan berikutnya sangat bergantung pada kombinasi faktor eksternal seperti kebijakan tarif AS, arah suku bunga The Fed, serta data inflasi AS. Di sisi lain, Jepang perlu menavigasi tantangan domestik mulai dari politik hingga strategi moneter yang belum jelas arahnya.
Meski demikian, daya tarik Yen sebagai aset aman belum sepenuhnya pudar. Ketika risiko geopolitik global meningkat tajam, mata uang ini masih kerap diburu investor sebagai perlindungan nilai. Namun untuk jangka pendek, prospek penguatan Yen akan tetap dibatasi jika tidak ada sinyal konkret bahwa BoJ bersedia mengubah arah kebijakan suku bunganya.
Dengan situasi yang terus berkembang dan penuh ketidakpastian, pasar keuangan global akan terus mencermati setiap langkah kebijakan, baik dari Tokyo maupun Washington, untuk menentukan strategi selanjutnya dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar dan risiko ekonomi yang terus bergerak dinamis.