JAKARTA - Dalam upaya memperkuat fondasi fiskal negara dan menghadapi tantangan ekonomi global, pemerintah bersama Komisi XI DPR RI mengambil langkah strategis dengan menyepakati perluasan basis penerimaan negara melalui kebijakan penambahan bea keluar pada sejumlah komoditas ekspor. Komoditas yang dimaksud termasuk produk emas dan batu bara, dua sektor yang selama ini menjadi tulang punggung ekspor Indonesia.
Kesepakatan ini muncul dalam rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dengan sejumlah pemangku kebijakan ekonomi nasional, yakni Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner OJK, yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 07 JULI 2025.
Langkah ini menandai upaya serius dari para pemangku kepentingan untuk tidak hanya memperbesar penerimaan negara secara nominal, tetapi juga menata kembali struktur fiskal yang lebih adil dan berkelanjutan. Pemerintah melihat bahwa komoditas seperti emas dan batu bara memiliki nilai tambah tinggi dan selama ini belum sepenuhnya berkontribusi maksimal terhadap pendapatan negara.
- Baca Juga Target Produksi Batu Bara 2025
Menyasar Komoditas Bernilai Tinggi
Bea keluar adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang ekspor tertentu, biasanya sebagai upaya untuk mengendalikan ekspor komoditas strategis atau memastikan penerimaan negara dari produk dengan nilai jual tinggi. Dalam konteks ini, emas dan batu bara menjadi dua sektor yang dinilai potensial namun selama ini memiliki kontribusi fiskal yang belum optimal dibandingkan volume ekspornya.
Kebijakan ini didorong oleh keinginan untuk menyesuaikan kontribusi pelaku usaha sektor ekstraktif terhadap APBN. Pemerintah menilai bahwa sumber daya alam yang tidak terbarukan harus memberikan manfaat optimal bagi negara dan masyarakat.
Rapat kerja tersebut menjadi forum penting untuk menyelaraskan pandangan antarinstansi, sekaligus menyusun strategi teknis implementasi kebijakan bea keluar agar tidak kontraproduktif terhadap iklim usaha.
“Kita harus memperluas basis penerimaan negara, dan itu tidak bisa hanya mengandalkan pajak. Komoditas ekspor strategis seperti emas dan batu bara bisa menjadi sumber tambahan melalui mekanisme bea keluar yang adil dan terukur,” ujar salah satu anggota Komisi XI DPR dalam rapat.
Menguatkan Ketahanan Fiskal
Penerapan bea keluar ini merupakan bagian dari desain besar penguatan fiskal nasional. Pemerintah menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan primer dan mengurangi ketergantungan pada utang. Untuk itu, strategi memperluas basis penerimaan negara menjadi prioritas, tidak hanya melalui reformasi perpajakan, tetapi juga melalui instrumen lain seperti penerimaan kepabeanan.
Menteri Keuangan dalam rapat tersebut menegaskan bahwa kebijakan bea keluar ini tidak dimaksudkan untuk membebani pelaku usaha, melainkan untuk menciptakan keadilan fiskal.
“Kami akan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap mempertimbangkan daya saing dan keberlanjutan sektor industri. Namun, negara juga berhak memperoleh bagian yang adil dari kekayaan alam yang diekspor,” ujar Menteri Keuangan.
Ia juga menambahkan bahwa penerimaan dari bea keluar akan diarahkan untuk membiayai program strategis pemerintah, termasuk pembiayaan infrastruktur, subsidi energi, dan belanja sosial yang semakin meningkat.
Tantangan Implementasi dan Dampak terhadap Industri
Meski disepakati dalam tataran kebijakan, implementasi bea keluar atas komoditas seperti emas dan batu bara akan menghadapi tantangan di lapangan. Salah satu kekhawatiran adalah potensi penurunan volume ekspor jika beban fiskal dianggap terlalu tinggi oleh pelaku industri.
Pemerintah dan DPR menegaskan bahwa tarif bea keluar akan dirancang secara progresif dan selektif, serta mempertimbangkan skala usaha dan dampaknya terhadap perekonomian daerah.
Selain itu, transparansi dan pengawasan terhadap penetapan nilai ekspor serta volume produksi menjadi krusial untuk menghindari praktik penghindaran bea atau undervaluation.
“Kita tidak ingin kebijakan ini justru mematikan usaha kecil atau menyebabkan pelarian modal. Karena itu, perlu ada pengaturan teknis yang adil, termasuk untuk perusahaan tambang rakyat,” ungkap anggota DPR lainnya.
Sinkronisasi dengan Kebijakan Investasi
Langkah penambahan bea keluar ini juga dikaitkan dengan upaya mendorong hilirisasi industri. Dengan memberikan disinsentif terhadap ekspor bahan mentah atau setengah jadi, pemerintah ingin mendorong pelaku industri untuk berinvestasi dalam pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Kebijakan ini selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo yang secara konsisten mendorong hilirisasi sektor pertambangan dan sumber daya alam. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menghentikan ekspor nikel mentah dan tengah bersiap melakukan hal serupa pada bauksit dan tembaga.
Penambahan bea keluar pada emas dan batu bara dapat menjadi kelanjutan dari kebijakan ini, selama diarahkan untuk menciptakan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja lebih banyak di dalam negeri.
Menjaga Iklim Usaha Tetap Kompetitif
Meski berpotensi meningkatkan penerimaan negara, kebijakan bea keluar juga harus dijalankan secara hati-hati agar tidak menurunkan daya tarik investasi di sektor sumber daya alam. Pemerintah memastikan akan melakukan konsultasi dengan dunia usaha dan asosiasi industri sebelum menetapkan tarif dan ketentuan teknis.
Gubernur Bank Indonesia yang turut hadir dalam rapat menyampaikan bahwa stabilitas makroekonomi tetap menjadi pertimbangan utama, dan kebijakan fiskal harus sejalan dengan upaya menjaga pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, serta investasi asing.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan ini dengan stabilitas sektor keuangan, mengingat sektor pertambangan memiliki eksposur besar terhadap perbankan dan pasar modal.
Keseimbangan Antara Kepentingan Fiskal dan Ekonomi
Kesepakatan antara pemerintah dan Komisi XI DPR RI untuk menambahkan bea keluar atas komoditas seperti emas dan batu bara menjadi langkah penting dalam menyusun struktur penerimaan negara yang lebih beragam dan berkeadilan. Namun, efektivitas kebijakan ini akan sangat bergantung pada mekanisme implementasi, transparansi data, dan dukungan regulasi yang responsif terhadap dinamika industri.
Ke depan, kebijakan ini akan menjadi bagian dari kerangka fiskal jangka menengah yang perlu dievaluasi secara berkala. Dengan perencanaan yang matang, kebijakan bea keluar bisa menjadi alat yang efektif untuk memperkuat penerimaan negara tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.