JAKARTA - Di tengah dinamika distribusi pangan nasional, kabar menggembirakan datang dari para petani gabah. Tanpa banyak sorotan media, harga gabah di tingkat petani kini secara perlahan namun pasti mengalami kenaikan, bahkan telah melampaui batas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang selama ini menjadi patokan stabilisasi harga di sektor pertanian.
Kenaikan ini tidak hanya menunjukkan dinamika pasar yang terus bergerak, tetapi juga mencerminkan adanya potensi keseimbangan baru antara kebutuhan konsumen dan kesejahteraan produsen, yakni para petani. Di sisi lain, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan tetap menjaga agar harga gabah tetap berpihak kepada petani, sekaligus tidak membebani konsumen dan pengusaha penggilingan.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, dalam paparan terbarunya menyampaikan bahwa hingga saat ini, realisasi penyerapan gabah dan beras di dalam negeri sudah mencapai angka 2,66 juta ton setara beras. Jumlah ini setara dengan hampir 89% dari target 3 juta ton yang ditetapkan. Di tengah angka penyerapan yang tinggi tersebut, Arief menyoroti bahwa harga Gabah Kering Panen (GKP) yang dibeli dari petani telah mencapai angka rata-rata Rp6.760 per kilogram. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan HPP GKP yang saat ini ditetapkan pemerintah sebesar Rp6.500 per kilogram.
- Baca Juga Target Produksi Batu Bara 2025
Harga Gabah Naik, Petani Didorong Terus Berproduksi
Dalam penjelasannya, Arief menegaskan bahwa Bapanas terus berkomitmen untuk menjaga harga gabah agar tidak anjlok. Dengan HPP sebesar Rp6.500 per kilogram, pemerintah memberikan jaminan bahwa petani tidak akan menjual hasil panennya di bawah harga tersebut, terutama pada saat panen raya yang biasanya diwarnai banjir pasokan dan potensi kejatuhan harga.
Menariknya, kenaikan harga yang terjadi saat ini memberikan sinyal positif bagi para petani. Harga GKP yang melebihi HPP mencerminkan adanya permintaan yang kuat dan stabil di pasar. Dalam situasi seperti ini, petani pun memiliki semangat lebih untuk meningkatkan produktivitas karena merasa lebih terlindungi secara ekonomi.
“HPP GKP di petani sebesar Rp6.500 per kilogram. Penyesuaian ini dilakukan agar para petani tetap semangat berproduksi demi swasembada pangan,” ujar Arief dalam kesempatan yang sama.
Tantangan Penggilingan Padi, Desakan Penyesuaian HPP GKG
Di sisi lain, pelaku usaha penggilingan padi juga menyuarakan tantangan mereka. Harga HPP GKP yang berlaku dinilai turut menaikkan beban operasional, terutama saat mereka harus mengolah gabah menjadi beras dengan margin keuntungan yang makin tipis. Mereka meminta agar pemerintah juga mempertimbangkan penyesuaian harga untuk Gabah Kering Giling (GKG), agar rantai distribusi dari petani ke konsumen tetap berjalan efisien dan tidak terhambat oleh tekanan biaya.
Sementara itu, stok beras nasional yang dikuasai oleh Perum Bulog saat ini berada pada angka 4,23 juta ton, tersebar di seluruh gudang nasional. Stok ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan masih berada dalam zona aman, bahkan ketika harga gabah sedang bergerak naik.
Menjaga Keseimbangan: Petani, Konsumen, dan Pelaku Usaha
Kondisi pasar saat ini mengharuskan pemerintah untuk memainkan peran strategis sebagai pengatur ritme, bukan sekadar sebagai pengawas harga. Harga yang menguntungkan petani perlu dijaga, namun tetap dalam batas yang tidak membebani pelaku distribusi dan konsumen.
Dalam konteks ini, kebijakan HPP merupakan bentuk intervensi negara yang bertujuan melindungi sektor hulu pertanian. Saat harga pasar berada di bawah HPP, pemerintah hadir sebagai penyerap utama untuk memastikan petani tidak merugi. Namun ketika harga pasar sudah berada di atas HPP, seperti yang terjadi sekarang, pemerintah dituntut untuk lebih gesit menjaga agar distribusi tetap lancar dan tidak menyebabkan inflasi harga pangan.
Bapanas, melalui Arief, menegaskan bahwa target penyerapan 3 juta ton setara beras harus dapat direalisasikan secara kolektif. Dengan capaian hampir 89%, ia optimis bahwa sisanya bisa dicapai dalam waktu dekat. Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi demi mempercepat realisasi target tersebut.
“Kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama merealisasikan target ini demi mewujudkan swasembada pangan,” tegasnya.
Perlindungan Jangka Panjang: Menuju Swasembada Pangan
Kenaikan harga gabah petani ini juga memiliki arti penting dalam peta jalan swasembada pangan Indonesia. Saat petani merasa dihargai dan mendapatkan kepastian harga jual, maka motivasi untuk berproduksi secara berkelanjutan akan meningkat. Di saat yang sama, ketahanan pangan menjadi semakin kuat karena didorong oleh produksi dalam negeri yang stabil.
Dengan menyentuh isu dari hulu ke hilir, mulai dari perlindungan petani, respons terhadap pelaku penggilingan, hingga jaminan ketersediaan stok beras oleh Bulog, pemerintah melalui Bapanas sedang menunjukkan upaya menyeluruh dalam menjaga keseimbangan ekosistem pangan nasional.
Situasi saat ini mungkin bisa dimaknai sebagai momentum penting: ketika kesejahteraan petani tidak lagi bergantung pada subsidi semata, tetapi mulai ditopang oleh dinamika pasar yang berpihak. Dan ketika intervensi negara tidak hanya soal bantuan, tapi juga menciptakan struktur harga yang adil dan berkelanjutan.