Pemerintah Bidik Investasi Rp1.905 Triliun di 2025, Tantangan Lahan Jadi Sorotan Utama

Selasa, 20 Mei 2025 | 09:25:46 WIB
Pemerintah Bidik Investasi Rp1.905 Triliun di 2025, Tantangan Lahan Jadi Sorotan Utama

JAKARTA - Pemerintah Indonesia menetapkan target ambisius sebesar Rp1.905 triliun untuk realisasi investasi sepanjang tahun 2025. Target ini mencerminkan optimisme pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah dinamika global dan domestik yang penuh tantangan. Namun, sejumlah kendala, khususnya terkait pembebasan lahan dan harga tanah yang tinggi, menjadi sorotan utama sebagai hambatan utama dalam mencapai target tersebut.

Target Investasi Rp1.905 Triliun: Ambisi dan Realitas

Pemerintah melalui Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menegaskan komitmennya untuk menarik investasi sebesar Rp1.905 triliun pada tahun ini. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan realisasi investasi tahun sebelumnya, yang mencapai Rp1.650 triliun. Target tersebut diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai tujuan investasi utama di kawasan ASEAN.

Namun, tantangan untuk mewujudkan target ini tidaklah ringan. Ketidakpastian ekonomi global, flClubtuasi harga komoditas, serta dinamika geopolitik menjadi faktor eksternal yang dapat memengaruhi aliran investasi. Di dalam negeri, persoalan seperti birokrasi, regulasi yang tumpang tindih, dan infrastruktur pendukung juga masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Di antara berbagai isu tersebut, masalah lahan menjadi salah satu kendala terbesar yang dihadapi investor.

Persoalan Lahan: Harga Tinggi dan Proses Pembebasan yang Rumit

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Edy Junaedi, mengungkapkan bahwa salah satu hambatan utama dalam menarik investasi adalah persoalan lahan. Dalam acara Indonesia Investment Talk Series di Jakarta pada Senin, 19 Mei 2025, Edy menyoroti tingginya harga tanah di Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN, serta kompleksitas dalam proses pembebasan lahan.

“Jadi kalau dibandingkan harga lahan kita, harga tanah, baik untuk industri maupun juga investasi, dibandingkan negara-negara ASEAN itu memang masih relatif lebih tinggi,” kata Edy Junaedi dalam Indonesia Investment Talk Series di Jakarta, Senin (19/5/2025).

Menurut Edy, harga tanah yang mahal menjadi beban signifikan bagi investor, terutama di sektor industri yang membutuhkan lahan luas. Selain itu, proses pembebasan lahan kerap terhambat oleh sengketa kepemilikan, regulasi yang tidak seragam antar daerah, serta birokrasi yang memakan waktu. Hal ini membuat Indonesia kalah bersaing dengan negara seperti Vietnam dan Thailand, yang menawarkan harga lahan lebih kompetitif dan proses yang lebih cepat.

Tantangan Eksternal dan Domestik

Selain masalah lahan, pemerintah juga menghadapi tantangan eksternal seperti ketidakpastian ekonomi global. Kenaikan suku bunga di sejumlah negara maju, terutama oleh Federal Reserve AS, dapat mengurangi aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain itu, konflik geopolitik di berbagai belahan dunia, seperti ketegangan di Timur Tengah dan Eropa Timur, berpotensi meningkatkan harga komoditas energi, yang dapat memengaruhi biaya operasional investor.

Di sisi domestik, koordinasi antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah masih menjadi kendala. Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai inisiatif seperti Omnibus Law dan deregulasi melalui sistem Online Single Submission (OSS), implementasi di lapangan belum sepenuhnya optimal. “Koordinasi yang lebih baik antara pusat dan daerah sangat penting untuk memastikan kemudahan berinvestasi,” ujar seorang analis ekonomi dari Universitas Gadjah Mada.

Langkah Strategis Pemerintah

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi. Pertama, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM tengah mendorong percepatan pembangunan kawasan industri terpadu, seperti di Batang, Jawa Tengah, dan Subang, Jawa Barat. Kawasan-kawasan ini dirancang untuk menyediakan lahan siap pakai dengan harga yang lebih kompetitif dan infrastruktur yang memadai.

Kedua, pemerintah terus memperbaiki regulasi terkait investasi melalui simplifikasi perizinan dan harmonisasi aturan antar daerah. “Kami sedang bekerja untuk memastikan bahwa proses perizinan menjadi lebih cepat dan transparan, sehingga investor tidak terjebak dalam birokrasi yang rumit,” kata seorang pejabat senior BKPM.

Ketiga, pemerintah juga fokus pada hilirisasi industri, terutama di sektor sumber daya alam seperti nikel, tembaga, dan bauksit. Hilirisasi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ekspor dan menarik lebih banyak investasi di sektor manufaktur. “Hilirisasi adalah kunci untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi global,” ungkap seorang pengamat industri dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Optimisme di Tengah Tantangan

Meskipun menghadapi berbagai kendala, pelaku pasar tetap optimistis terhadap prospek investasi di Indonesia. Fundamental ekonomi yang kuat, seperti cadangan devisa yang mencapai lebih dari $150 miliar dan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan mencapai 5,1% pada 2025, menjadi daya tarik tersendiri bagi investor. Selain itu, populasi besar dan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia menjadikan pasar domestik sangat potensial.

“Kami melihat Indonesia sebagai salah satu destinasi investasi yang menjanjikan di Asia Tenggara, terutama karena pasarnya yang besar dan sumber daya alam yang melimpah,” kata seorang manajer investasi dari perusahaan asing yang berbasis di Singapura.

Sektor-sektor seperti energi terbarukan, teknologi, dan infrastruktur juga diprediksi akan menjadi magnet utama investasi pada 2025. Pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk mengembangkan energi hijau, termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan angin, yang diharapkan dapat menarik investasi asing dalam jumlah besar.

Respons Pelaku Usaha

Pelaku usaha domestik juga menyambut baik target investasi pemerintah, meskipun mereka meminta adanya kejelasan regulasi dan kemudahan akses lahan. “Harga lahan yang kompetitif dan proses pembebasan yang lebih cepat akan sangat membantu kami dalam merencanakan ekspansi,” ujar seorang pengusaha dari sektor manufaktur di Jakarta.

Sementara itu, investor asing menekankan pentingnya stabilitas politik dan kepastian hukum. “Indonesia memiliki potensi besar, tetapi kami membutuhkan jaminan bahwa investasi kami akan aman dan regulasi tidak berubah-ubah,” kata seorang perwakilan dari perusahaan multinasional di sektor energi.

Proyeksi dan Harapan ke Depan

Dengan target investasi sebesar Rp1.905 triliun, pemerintah dihadapkan pada tugas berat untuk menyeimbangkan antara menarik investasi asing dan memperkuat pelaku usaha domestik. Keberhasilan mencapai target ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengatasi hambatan seperti masalah lahan, memperbaiki koordinasi antar lembaga, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.

“Pemerintah harus bekerja keras untuk memastikan bahwa target ini bukan hanya angka, tetapi benar-benar terealisasi dan memberikan dampak nyata bagi perekonomian,” ujar seorang ekonom senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Target investasi Rp1.905 triliun pada 2025 menunjukkan ambisi besar pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat investasi di kawasan ASEAN. Namun, tantangan seperti harga lahan yang tinggi, proses pembebasan lahan yang rumit, dan ketidakpastian global menjadi ujian nyata. Dengan strategi yang tepat, seperti pengembangan kawasan industri, simplifikasi regulasi, dan fokus pada hilirisasi, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai target tersebut. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan investor akan menjadi kunci untuk mengatasi hambatan dan mewujudkan potensi ekonomi Indonesia yang lebih kuat di masa depan.

Terkini