JAKARTA - Upaya mendorong pertumbuhan industri halal nasional mendapat perhatian khusus dari sektor keuangan syariah, khususnya asuransi. Menyikapi arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menargetkan agar 50% pelaku asuransi syariah dapat menghadirkan produk yang mendukung industri halal pada tahun 2027, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) langsung merespons dengan strategi konkret.
Sebagai langkah awal, AASI membentuk satuan tugas atau task force khusus untuk mendalami potensi sinergi antara perusahaan asuransi syariah dan pelaku sektor halal. Tim ini akan menjadi ujung tombak dalam mengidentifikasi peluang dan mendorong pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan berbagai pelaku industri halal di Indonesia.
Penjabat Sementara Direktur Eksekutif AASI, Ronny Ahmad Iskandar, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk keseriusan asosiasi dalam menjadikan asuransi syariah bukan sekadar penyedia proteksi, tetapi juga mitra strategis pembangunan ekonomi syariah.
“Target OJK pada 2027 tersebut adalah alarm positif bagi industri asuransi syariah agar tidak hanya menjadi penyedia proteksi, tetapi menjadi mitra strategis dalam pengembangan industri halal nasional,” ujar Ronny.
Dorongan regulator ini menandakan adanya kesadaran bahwa industri halal membutuhkan ekosistem finansial yang inklusif, di mana proteksi menjadi komponen penting untuk keberlanjutan bisnis. Oleh karena itu, AASI akan melakukan pemetaan menyeluruh atas kebutuhan proteksi sektor halal di berbagai subbidang.
“Sebagai lembaga yang mewadahi perusahaan anggotanya untuk mengembangkan industri halal, kami akan survei mulai dari UMKM halal, produsen makanan/minuman halal, logistik halal, pariwisata ramah Muslim, hingga kosmetik dan farmasi halal,” papar Ronny.
Langkah AASI ini tak hanya bertujuan menyesuaikan produk asuransi dengan kebutuhan pelaku usaha halal, tetapi juga menjadi fondasi dalam menyusun kebijakan internal dan rekomendasi yang akan diberikan kepada para anggotanya. Survei ini akan menjadi sumber data utama yang menentukan relevansi produk dengan realitas di lapangan.
Industri halal sendiri tengah tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dari sektor makanan, minuman, pariwisata hingga kosmetik dan farmasi, permintaan terhadap produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip syariah terus meningkat. Oleh karena itu, keberadaan asuransi yang relevan dengan prinsip halal bukan hanya pelengkap, tapi kebutuhan utama.
Menanggapi inisiatif AASI, sejumlah pelaku industri asuransi syariah pun sudah mengambil langkah proaktif untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar halal. Salah satu contohnya adalah Zurich Syariah yang telah mengembangkan produk asuransi perjalanan dengan fitur halal trip directory. Fitur ini memberikan panduan seputar destinasi wisata dan kuliner halal yang relevan bagi nasabah Muslim yang mengedepankan kenyamanan dalam berwisata.
Baca juga: Asuransi Perjalanan Halal Jadi Produk Zurich Syariah Masuk Industri Halal
Selain Zurich Syariah, perusahaan lain seperti JMA Syariah dan Prudential Syariah juga menyatakan komitmennya untuk menggarap pasar halal lebih dalam. Keduanya menargetkan segmen UMKM halal melalui berbagai kolaborasi dengan komunitas pelaku usaha syariah dan penyedia produk halal lokal.
Kolaborasi tersebut tidak hanya berkutat pada penyediaan produk asuransi, melainkan juga edukasi finansial dan literasi asuransi syariah kepada pelaku UMKM. Ini penting karena masih banyak pelaku usaha halal, terutama di sektor kecil dan menengah, yang belum memahami manfaat proteksi risiko dalam menjalankan bisnis.
Dengan terbentuknya tim khusus di bawah AASI dan kesiapan sejumlah perusahaan asuransi syariah, diharapkan target OJK untuk tahun 2027 bukan hanya bisa dicapai, tetapi juga dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia.
Langkah ini juga sejalan dengan roadmap industri keuangan syariah yang tengah disusun pemerintah bersama dengan pemangku kepentingan lain seperti Bank Indonesia dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Asuransi syariah yang aktif mendukung industri halal akan menjadi pilar penting dalam membangun sistem ekonomi syariah yang berkelanjutan dan inklusif.
Di tengah perkembangan ini, Ronny menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor. Ia menyebut perlunya keterlibatan regulator, pelaku usaha, asosiasi industri halal, serta masyarakat untuk menciptakan ekosistem yang saling terhubung dan saling memperkuat.
Tidak hanya menyiapkan produk, perusahaan asuransi syariah juga ditantang untuk menyusun strategi pemasaran yang sesuai dengan karakteristik konsumen halal. Nilai-nilai syariah seperti keadilan, transparansi, dan keberkahan harus dapat diterjemahkan dalam layanan dan pendekatan komunikasi yang otentik.
Dalam konteks yang lebih luas, langkah ini menjadi sinyal positif bagi industri keuangan syariah di Indonesia. Dukungan terhadap industri halal melalui produk asuransi akan memperkuat daya saing nasional di tengah meningkatnya perhatian global terhadap ekonomi halal dan keuangan inklusif berbasis syariah.
Dengan langkah awal yang telah diambil AASI dan sejumlah perusahaan, bola kini bergulir ke lapangan implementasi. Peluang besar menanti di depan, dan semua pihak di industri asuransi syariah kini dituntut untuk siap menjawabnya.