JAKARTA - Upaya penataan sektor pertambangan terus dilakukan di Kalimantan Tengah. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalteng kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sangat krusial bagi tata kelola sumber daya alam di wilayah tersebut. Raperda yang tengah digodok kali ini menyangkut Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan.
Agenda pembahasan Raperda ini dikemas dalam bentuk rapat lanjutan antara Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalteng dan jajaran Pemprov. Rapat tersebut tidak sekadar bersifat administratif, melainkan menjadi ruang strategis untuk menyelaraskan arah kebijakan daerah dengan regulasi nasional sekaligus menampung berbagai aspirasi dari pemangku kepentingan di lapangan.
Pansus yang dibentuk oleh DPRD Kalteng ini bertugas memastikan bahwa Raperda tersebut tidak hanya memiliki kekuatan hukum, tetapi juga dapat diimplementasikan secara efektif guna menertibkan aktivitas pertambangan mineral bukan logam dan batuan yang selama ini dinilai belum tertata dengan baik.
Tantangan Tata Kelola Sumber Daya Non-Logam di Daerah
Kalimantan Tengah dikenal memiliki kekayaan alam yang luar biasa, termasuk potensi tambang mineral bukan logam dan batuan yang tersebar di berbagai wilayah. Sayangnya, aktivitas penambangan kerap menimbulkan persoalan, mulai dari kerusakan lingkungan, konflik lahan, hingga masalah perizinan yang tumpang tindih.
Salah satu perhatian utama yang ingin dijawab melalui Raperda ini adalah bagaimana menciptakan kepastian hukum bagi pelaku usaha pertambangan skala kecil dan menengah, sekaligus menjamin perlindungan terhadap lingkungan hidup serta hak-hak masyarakat adat dan lokal.
Hingga kini, sejumlah aktivitas tambang yang berlangsung di lapangan masih belum seluruhnya mengantongi legalitas yang jelas. Bahkan, beberapa di antaranya masih dalam kategori ilegal, meskipun telah beroperasi cukup lama. Hal ini tentu berimplikasi pada potensi kehilangan pendapatan daerah serta membebani lingkungan secara jangka panjang.
Kolaborasi Eksekutif-Legislatif: Wujudkan Regulasi yang Responsif
Melalui forum pembahasan bersama ini, Pansus DPRD dan pihak eksekutif menegaskan pentingnya sinergi antarlembaga dalam menyusun regulasi yang tidak hanya memenuhi kaidah hukum, tetapi juga adaptif terhadap kebutuhan lokal.
Menurut salah satu anggota Pansus, pembahasan Raperda ini bertujuan untuk menciptakan landasan hukum yang kuat dalam mengatur seluruh proses usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan, dari hulu hingga hilir. Dengan begitu, semua pelaku usaha, baik kecil maupun besar, memiliki arah yang jelas dalam menjalankan aktivitasnya.
Pihak DPRD juga menyatakan bahwa mereka terbuka terhadap berbagai masukan dari masyarakat maupun akademisi, agar substansi Raperda ini benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat Kalimantan Tengah yang selama ini bersinggungan langsung dengan aktivitas pertambangan.
“Pembahasan ini bukan hanya bersifat formalitas. Kami ingin regulasi ini betul-betul dapat menjawab tantangan riil di lapangan dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan daerah,” ungkap salah satu anggota dewan yang turut hadir dalam rapat.
Soroti Perlindungan Lingkungan dan Keadilan Sosial
Isu lingkungan menjadi salah satu fokus utama dalam Raperda ini. DPRD dan Pemprov Kalteng sepakat bahwa regulasi yang sedang disusun harus mampu mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dan keadilan ekologis. Sebab, pertambangan yang tidak dikendalikan berpotensi menimbulkan kerusakan parah terhadap ekosistem hutan, sungai, dan kawasan pemukiman.
Oleh karena itu, dalam pembahasan Raperda juga ditekankan perlunya mekanisme evaluasi dan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas tambang. Setiap pelaku usaha yang mendapatkan izin nantinya harus tunduk pada ketentuan teknis, termasuk kewajiban reklamasi lahan pasca-tambang dan kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Di sisi lain, keberadaan Raperda ini juga diharapkan mampu melindungi hak-hak masyarakat sekitar tambang. Terutama kelompok-kelompok rentan seperti masyarakat adat, petani, dan nelayan darat yang kerap terdampak oleh aktivitas pertambangan namun minim akses untuk mengajukan protes atau mendapatkan kompensasi.
Regulasi Spesifik untuk Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu
Raperda ini tidak hanya mengatur mineral bukan logam secara umum, tetapi juga secara khusus membahas pengelolaan mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan, seperti pasir kuarsa, lempung, marmer, batu kapur, dan lainnya. Mineral jenis ini sering kali digunakan untuk bahan baku industri konstruksi dan manufaktur, sehingga permintaannya relatif tinggi.
Namun, justru karena permintaan tinggi inilah, praktik eksploitasi sering kali tidak terkendali. Maka dari itu, DPRD dan Pemprov menyusun pasal-pasal yang lebih rinci dalam Raperda agar proses pengelolaannya dapat dikendalikan secara sistematis, mulai dari perizinan, operasional teknis, pengawasan, hingga sanksi terhadap pelanggaran.
Harapan Menuju Legalitas dan Kepastian Hukum
Bagi para pelaku usaha, kehadiran Raperda ini akan sangat penting sebagai acuan dalam menjalankan aktivitas pertambangan secara sah. Tidak sedikit pelaku usaha lokal yang sebenarnya ingin legal, namun kebingungan akibat tumpang tindihnya regulasi pusat dan daerah.
Dengan adanya regulasi daerah yang jelas, Pemprov Kalteng berharap pelaku usaha dapat lebih mudah mengakses perizinan yang sesuai prosedur. Di sisi lain, pemerintah daerah juga akan lebih mudah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas yang telah memiliki legalitas.
Pemerintah provinsi sendiri menyatakan komitmennya untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan Raperda ini, agar secepatnya dapat diimplementasikan. Meski demikian, prosesnya tetap akan mengedepankan asas partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Menuju Pertambangan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
Pembahasan lanjutan Raperda Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan di Kalimantan Tengah menandai babak penting dalam reformasi tata kelola pertambangan daerah. Inisiatif ini merupakan refleksi dari kesadaran kolektif bahwa pengelolaan sumber daya alam tidak bisa dilepaskan dari prinsip keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, serta manfaat ekonomi yang inklusif.
Sinergi yang dibangun antara DPRD dan Pemprov Kalteng dalam menyusun regulasi ini patut diapresiasi dan dijadikan model kolaborasi lintas lembaga. Harapannya, setelah pengesahan nanti, Perda ini bisa menjadi alat transformasi nyata untuk membangun sektor pertambangan daerah yang legal, tertib, dan pro-rakyat.