JAKARTA - Ketika Indonesia dan Malaysia merayakan keberhasilan transformasi skuad nasional melalui strategi naturalisasi pemain keturunan, perhatian publik sepak bola Asia Tenggara tertuju pada satu pertanyaan penting: apakah keberhasilan ini akan berkelanjutan jika tokoh kunci seperti Erick Thohir dari Indonesia dan Tunku Ismail Sultan Ibrahim (TMJ) dari Malaysia tak lagi berada di tampuk kepemimpinan?
Fenomena ini menjadi bahan perbincangan serius di kawasan, terutama di Vietnam. Di tengah dominasi baru Indonesia dan Malaysia dalam hal rekrutmen pemain diaspora, muncul kekhawatiran dari pengamat sepak bola Vietnam bahwa keberhasilan dua negara tersebut terlalu bergantung pada figur tertentu, bukan pada sistem yang mapan dan berkelanjutan.
Naturalisasi: Jalan Pintas yang Menjanjikan
Beberapa tahun terakhir, baik Indonesia maupun Malaysia menjalankan strategi naturalisasi untuk mendongkrak kualitas tim nasional. Nama-nama besar seperti Jordi Amat, Sandy Walsh, Rafael Struick hingga Jay Idzes di Indonesia, dan Liridon Krasniqi, Guilherme de Paula hingga Paulo Josué di Malaysia, menjadi wajah baru sepak bola nasional masing-masing.
Strategi ini terbukti membawa hasil positif. Indonesia berhasil menembus putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, prestasi historis yang belum pernah diraih sebelumnya. Di sisi lain, Malaysia menampilkan performa solid di Piala Asia 2023 dan konsisten berada di level atas ASEAN.
Namun, dari perspektif Vietnam, langkah ini bukan tanpa risiko.
“Kami melihat Indonesia dan Malaysia tumbuh cepat berkat naturalisasi. Tapi ini memunculkan pertanyaan: bagaimana jika orang seperti Erick Thohir atau TMJ tidak lagi berada di kursi pengambil keputusan? Apakah sistem mereka siap berdiri sendiri?” ujar seorang analis sepak bola Vietnam dikutip media lokal.
Ketergantungan pada Tokoh Kunci
Vietnam menyoroti bahwa di balik keberhasilan program naturalisasi dan reformasi sepak bola nasional di Indonesia maupun Malaysia, ada figur-figur kuat yang berperan besar dalam mewujudkannya. Erick Thohir, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, dipuji karena visinya dalam membangun sepak bola nasional dengan pendekatan profesional dan diplomasi tinggi.
Begitu juga TMJ, pemilik klub Johor Darul Ta’zim (JDT) sekaligus tokoh sentral sepak bola Malaysia, dikenal karena modernisasi klubnya dan pengaruh besar di level federasi. Banyak pihak meyakini bahwa keberhasilan naturalisasi pemain dan pengembangan sepak bola Malaysia tidak lepas dari kekuatan pengaruh TMJ.
Namun, seperti yang disampaikan analis Vietnam, ada potensi krisis keberlanjutan.
“Tidak cukup hanya mengandalkan satu atau dua tokoh. Harus ada sistem dan struktur yang kokoh agar sepak bola nasional tetap stabil meski terjadi pergantian kepemimpinan,” tambah analis tersebut.
Vietnam: Fokus pada Pengembangan Jangka Panjang
Berbeda dengan Indonesia dan Malaysia yang getol merekrut pemain diaspora, Vietnam justru memilih jalur panjang lewat pembinaan usia dini dan penguatan infrastruktur klub. Akademi seperti PVF dan Hoang Anh Gia Lai menjadi fondasi kuat dalam membangun generasi muda.
Hasilnya pun terlihat. Meski belum sefenomenal Indonesia dalam hal pencapaian internasional baru-baru ini, Vietnam tetap stabil di level ASEAN dan Asia Tenggara. Keberhasilan mereka menjuarai Piala AFF 2018 dan menembus perempat final Piala Asia 2019 menjadi bukti bahwa sistem pembinaan jangka panjang dapat menghasilkan prestasi nyata.
Pro dan Kontra Naturalisasi
Strategi naturalisasi memang memiliki dua sisi. Di satu sisi, kedatangan pemain keturunan dapat langsung meningkatkan kualitas skuad. Namun di sisi lain, terlalu mengandalkan pemain asing bisa memperlambat pengembangan pemain lokal.
Indonesia sendiri masih dalam proses membenahi hal ini. Di tengah derasnya arus naturalisasi, PSSI tetap mendorong kompetisi usia muda dan Elite Pro Academy agar pemain lokal tetap mendapat ruang berkembang.
Sementara itu, Malaysia menghadapi tantangan serupa. Meski JDT menjadi model ideal dari profesionalisme klub di ASEAN, tak semua klub Liga Malaysia punya daya saing serupa dalam membina talenta lokal.
Apa yang Bisa Dipelajari?
Vietnam tidak sepenuhnya menolak konsep naturalisasi. Namun, mereka memilih berhati-hati dalam menerapkannya. Mereka menekankan pentingnya sistem berkelanjutan yang tidak hanya bergantung pada satu generasi pemain atau tokoh.
Bagi Indonesia dan Malaysia, tantangannya kini adalah bagaimana menjadikan keberhasilan naturalisasi sebagai bagian dari strategi jangka panjang, bukan solusi sementara.
“Kami salut atas pencapaian Indonesia dan Malaysia. Namun sepak bola itu maraton, bukan sprint. Yang penting bukan hanya siapa yang menang sekarang, tetapi siapa yang masih bertahan sepuluh tahun lagi,” tulis editorial salah satu media olahraga Vietnam.
Saatnya Bangun Fondasi, Bukan Sekadar Simbol
Keberhasilan Indonesia dan Malaysia di pentas sepak bola tidak bisa dipungkiri. Namun seperti yang disorot oleh Vietnam, keberhasilan itu akan sia-sia jika tidak diiringi dengan pembangunan sistem sepak bola nasional yang berkelanjutan.
Figur seperti Erick Thohir dan TMJ memang penting, tapi lebih penting lagi adalah mewariskan sistem yang dapat berdiri tegak tanpa mereka. Dengan begitu, sepak bola Indonesia dan Malaysia tidak hanya akan berjaya hari ini, tetapi juga esok dan di masa mendatang.