JAKARTA - Harga minyak mentah terus menunjukkan tren penguatan seiring munculnya sejumlah sentimen positif dari berbagai penjuru dunia. Pada perdagangan Senin, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) menembus level di atas $68,00, mencetak posisi tertinggi sejak akhir Juni. Lonjakan harga ini didorong oleh kombinasi dinamika geopolitik, perbaikan data ekonomi Tiongkok, serta potensi perubahan kebijakan produksi dari OPEC+.
Ketegangan antara Amerika Serikat dan Rusia kembali menjadi faktor utama pendorong kenaikan harga minyak. Pernyataan dari Donald Trump pada awal pekan ini mengindikasikan adanya kemungkinan langkah besar terhadap Rusia, terutama terkait kebijakan sanksi. Di tengah eskalasi situasi geopolitik, Trump juga mengumumkan kelanjutan pengiriman rudal Patriot ke Ukraina sebagai respons terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang dinilai tidak menunjukkan komitmen terhadap proses gencatan senjata.
Situasi ini memicu kekhawatiran pasar terhadap pengetatan suplai minyak mentah global. Ekspektasi pasar mengarah pada kemungkinan pemberlakuan sanksi baru terhadap minyak Rusia, yang secara otomatis akan menurunkan ketersediaan pasokan di pasar internasional dan mendorong harga untuk terus bergerak naik dalam jangka pendek.
Selain faktor geopolitik, kekuatan data makroekonomi dari Tiongkok ikut menopang sentimen positif harga minyak. Rilis neraca perdagangan Tiongkok untuk bulan Juni mencatatkan surplus yang jauh melebihi ekspektasi. Lonjakan signifikan pada sisi ekspor berhasil meningkatkan keyakinan pasar terhadap percepatan pemulihan ekonomi di negara dengan konsumsi minyak terbesar kedua di dunia tersebut.
Dengan membaiknya outlook pertumbuhan ekonomi Tiongkok, para pelaku pasar melihat adanya peluang peningkatan permintaan minyak dalam beberapa bulan ke depan. Hal ini berkontribusi besar terhadap pergerakan harga minyak yang terus merangkak naik.
Dinamika pasar minyak juga tak lepas dari kebijakan produsen utama dunia. Laporan dari sumber pasar pada Jumat sebelumnya menyebutkan bahwa organisasi negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya (OPEC+) tengah mempertimbangkan langkah strategis untuk menghentikan penambahan pasokan minyak mulai Oktober. Opsi tersebut sedang dikaji sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan pasar di tengah kombinasi ancaman perlambatan pertumbuhan global dan fluktuasi permintaan energi.
Kebijakan OPEC+ tersebut dinilai dapat menjadi penyeimbang terhadap risiko kelebihan pasokan yang selama ini menghantui pasar energi global. Pasalnya, pembatasan perdagangan serta prospek pertumbuhan ekonomi global yang belum sepenuhnya solid diperkirakan tetap akan membayangi permintaan minyak dalam jangka menengah.
Bersama dengan kabar dari OPEC+, kekhawatiran terhadap potensi pengetatan suplai akibat sanksi Rusia, serta data positif dari Tiongkok, membuat harga WTI beranjak stabil di atas ambang $68,00. Momentum ini sekaligus mematahkan tren stagnasi yang sempat membayangi pasar minyak sejak Juni lalu.
Lonjakan harga minyak WTI ini menegaskan betapa sensitifnya pasar energi terhadap perkembangan geopolitik dan dinamika ekonomi global. Pasar tampaknya bergerak lebih responsif terhadap kemungkinan gangguan suplai, dibandingkan tekanan dari sisi permintaan yang sebelumnya banyak menjadi perhatian.
Meski begitu, para analis memperingatkan agar pasar tetap mewaspadai risiko volatilitas yang tinggi. Ketidakpastian negosiasi gencatan senjata Rusia-Ukraina, potensi fluktuasi kebijakan ekspor-impor Tiongkok, serta arah kebijakan OPEC+ dalam beberapa bulan mendatang, masih berpotensi memicu perubahan arah harga dalam waktu singkat.
Dengan penguatan harga minyak yang terjadi saat ini, banyak pelaku pasar menilai bahwa tren bullish jangka pendek cukup kuat, terutama bila sanksi terhadap Rusia benar-benar direalisasikan dan langkah pembatasan produksi OPEC+ diberlakukan secara efektif.
Dinamika pasar energi dunia kini kembali bergerak dalam tekanan berbagai faktor eksternal. Harga minyak mentah WTI yang kembali menanjak ke level multi-minggu menunjukkan bagaimana kombinasi geopolitik, data ekonomi, dan kebijakan produksi global berperan penting dalam membentuk arah pergerakan harga komoditas energi.