JAKARTA - berbagai katalis yang memengaruhi keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Meski hanya meningkat beberapa persen, pergerakan harga ini mencerminkan betapa sensitifnya pasar terhadap dinamika geopolitik, kebijakan energi, dan tren konsumsi musiman.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di pasar berjangka tercatat berada di angka US$ 68,40 per barel. Angka ini mencerminkan kenaikan 2,8% dalam sehari dan menunjukkan peningkatan 0,06% dalam sepekan. Lonjakan ini terjadi setelah sebelumnya pasar dibayangi kekhawatiran terhadap potensi surplus pasokan dalam jangka panjang.
Sejumlah analis menilai, faktor yang mendorong kenaikan harga kali ini lebih kompleks dari sekadar perubahan pasokan. Lukman Leong, analis dari Doo Financial Futures, menyampaikan bahwa laporan dari International Energy Agency (IEA) telah memberikan angin segar terhadap sentimen pasar.
"Jadi meskipun sebelumnya diperkirakan akan mengalami peningkatan pasokan, tetapi diimbangi oleh konsumsi untuk perjalanan musim panas dan energi yang membuat posisi surplus menjadi lebih ketat," ujar Lukman.
IEA menaikkan estimasi pertumbuhan pasokan global sebesar 300.000 barel, sehingga totalnya menjadi 2,1 juta barel per hari untuk tahun ini. Perubahan ini terjadi tak lama setelah OPEC+ memutuskan untuk meningkatkan produksi. Namun, aliansi negara-negara pengekspor minyak itu juga merevisi turun prospek permintaan global dalam jangka panjang.
Menurut Lukman, meskipun laporan tersebut memperkuat posisi harga minyak saat ini, sifatnya masih sementara. Ia menyebut bahwa musim panas selalu menjadi periode di mana konsumsi energi cenderung meningkat, terutama karena tingginya aktivitas perjalanan dan kebutuhan pendingin udara. Di sisi lain, kemungkinan Rusia menghentikan ekspor bahan bakar minyak demi menahan laju oversupply juga turut menjadi sentimen yang memperkuat harga.
“Seperti halnya kemungkinan Rusia yang akan menghentikan ekspor bahan bakar minyak sebagai upaya untuk menutup oversupply yang juga merupakan sentimen jangka pendek,” jelas Lukman lebih lanjut.
Sinyal positif juga datang dari perkembangan geopolitik dan kebijakan luar negeri. Ibrahim Assuaibi, seorang pengamat komoditas, menilai bahwa tekanan ekonomi terhadap Rusia melalui sanksi oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa akan menjadi faktor penting dalam menahan pasokan minyak global. Jika skenario tersebut terealisasi, maka keseimbangan pasokan akan terganggu dan harga bisa kembali merangkak naik.
"Jika sanksi ini benar diberlakukan, maka pasokan minyak mentah global akan berkurang dan harga minyak pada gilirannya akan meningkat meskipun nantinya OPEC+ akan menambahkan pasokan untuk menyeimbangkan," terang Ibrahim.
Menurutnya, banyak investor kini menunggu pengumuman sanksi tersebut untuk menentukan arah investasi mereka. Ia memperkirakan adanya kemungkinan kenaikan harga minyak hingga US$ 1 pada pekan mendatang, dengan potensi menembus level US$ 68,50 per barel. Jika level tersebut dapat dilewati, maka harga berpeluang melanjutkan kenaikan ke kisaran US$ 69,50 per barel.
Namun, pergerakan harga minyak juga tidak terlepas dari risiko koreksi. Ibrahim menjelaskan bahwa apabila pemberlakuan sanksi terhadap Rusia tertunda atau dibatalkan, maka harga minyak mentah berpotensi turun. Ia memproyeksikan area koreksi berada di kisaran US$ 65,30 hingga US$ 66,50 per barel.
Meskipun demikian, Ibrahim masih memandang bahwa tren jangka menengah hingga akhir tahun tetap positif. Ia menilai bahwa sentimen seperti perang dagang dan ketegangan geopolitik akan terus menjadi penggerak utama pasar minyak. Dari sisi teknikal, analisis mingguan menunjukkan kecenderungan penguatan harga, dengan target optimistis bisa mencapai US$ 78,00 per barel.
“Sementara sampai akhir tahun ini, prospeknya saya rasa masih cukup bagus dengan sentimen perang dagang. Dilihat dari sisi teknikal secara mingguan, kemungkinan harga minyak dunia masih akan menanjak, perkiraannya akan menyentuh US$ 78,00 per barel,” tutup Ibrahim.
Secara keseluruhan, kondisi pasar minyak saat ini berada dalam persimpangan yang ditentukan oleh beberapa faktor krusial. Di satu sisi, peningkatan konsumsi dan pembatasan pasokan menekan keseimbangan pasar menuju defisit, sehingga menopang harga. Di sisi lain, ketidakpastian kebijakan global, khususnya dari negara-negara produsen dan konsumen utama, membuat pasar tetap waspada terhadap kemungkinan koreksi.
Bagi investor, kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan. Kenaikan harga minyak membuka ruang spekulasi jangka pendek, namun tetap membutuhkan manajemen risiko yang matang mengingat volatilitas yang tinggi. Sementara itu, bagi negara-negara pengimpor, fluktuasi harga ini menjadi pertimbangan penting dalam menjaga stabilitas energi domestik.
Pasar minyak memang selalu menjadi cerminan kompleksitas global: perpaduan antara ekonomi, politik, dan kebutuhan energi yang tak pernah padam.