JAKARTA - Harga minyak sawit terus mencatatkan tren positif dalam dua pekan terakhir, mencerminkan dinamika pasar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik. Pada minggu kedua Juli 2025, harga kontrak minyak sawit untuk pengiriman September di Bursa Malaysia Derivatives Exchange kembali meningkat, mencerminkan sentimen pasar yang optimistis meski dibayangi oleh fluktuasi ekspor dan produksi.
Kombinasi Faktor Penggerak Harga
Kenaikan harga minyak sawit sepanjang minggu ini bukan terjadi tanpa sebab. Sejumlah katalis menjadi pendorong utama, mulai dari pergerakan harga minyak kedelai hingga pelemahan nilai tukar ringgit. Salah satu lonjakan signifikan terjadi pada Selasa, 8 Juli 2025, ketika harga melonjak hampir 2% akibat reli harga minyak kedelai dan depresiasi mata uang Malaysia tersebut.
Sentimen pasar juga terbentuk dari kenaikan harga minyak mentah dunia, yang mendorong daya tarik biodiesel berbasis minyak sawit. Harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Juli tercatat melonjak 2,8% menjadi US$68,45 per barel pada Sabtu dini hari, menurut laporan dari Vibiznews.
Sementara itu, kurs ringgit yang melemah sebesar 0,12% terhadap dolar AS pada Jumat, turut memperkuat daya saing komoditas ekspor Malaysia karena harga menjadi lebih menarik bagi pembeli asing.
Data Fundamental dari Malaysia
Namun, di balik tren kenaikan harga ini, terdapat sinyal yang patut dicermati dari sisi fundamental. Laporan bulanan yang dirilis oleh Malaysian Palm Oil Board (MPOB) pada 10 Juli 2025 menunjukkan bahwa persediaan minyak sawit Malaysia pada bulan Juni meningkat 2,41% dari bulan sebelumnya menjadi 2,03 juta ton, level tertinggi sejak Desember 2023. Ini menandai kenaikan selama empat bulan berturut-turut.
Lebih lanjut, ekspor minyak sawit Juni mengalami penurunan tajam sebesar 10,52% menjadi 1,26 juta ton. Sementara produksi CPO juga menurun 4,48% menjadi 1,69 juta ton, penurunan pertama dalam empat bulan terakhir. Namun, ada peningkatan konsumsi domestik sebesar 44%, mencapai 455.150 ton, yang sedikit meredam tekanan dari sisi ekspor.
Kendala operasional turut mempengaruhi distribusi. Beberapa pengapalan minyak sawit yang seharusnya selesai pada bulan Juni tertunda hingga Juli karena hambatan pelabuhan di India. Pemerintah Malaysia juga menurunkan tarif ekspor minyak sawit untuk Juli dari 9,5% menjadi 8,5%, seiring dengan penyesuaian harga referensi.
Perlu dicatat, ekspor minyak sawit Malaysia pada 10 hari pertama Juli tercatat naik 12% dibandingkan periode yang sama bulan lalu, menurut data dari AmSpec Agri Malaysia. Hal ini memberi sinyal pemulihan dari sisi ekspor dan dapat menahan laju penurunan harga akibat stok tinggi.
Tekanan Ekspor dari Indonesia
Sementara itu, di sisi lain, ekspor minyak sawit Indonesia menghadapi tekanan tambahan, menyusul kebijakan Amerika Serikat yang menerapkan tarif impor sebesar 32%. Dampaknya, ekspor diprediksi menurun 15–20%. Kondisi ini berpotensi mengalihkan sebagian permintaan global ke Malaysia, yang bisa menjadi faktor pendukung harga dalam beberapa waktu ke depan.
Pergerakan Harian Harga Minyak Sawit
Sepanjang minggu kedua Juli, harga kontrak minyak sawit untuk pengiriman September mengalami fluktuasi sebagai berikut:
Senin, 7 Juli: Naik 9 ringgit (0,22%) ke posisi 4.071 ringgit per MT
Selasa, 8 Juli: Melonjak 78 ringgit (1,92%) ke 4.149 ringgit per MT – harga penutupan tertinggi dalam tiga bulan terakhir
Rabu, 9 Juli: Naik 0,27% menjadi 4.159 ringgit per MT
Kamis, 10 Juli: Turun 10 ringgit (0,24%) ke level 4.147 ringgit per MT akibat laporan ekspor Juni yang lemah
Jumat, 11 Juli: Menguat kembali 29 ringgit (0,7%) ke level 4.175 ringgit per MT (US$982,35)
Secara kumulatif, harga mingguan naik sebesar 2,78%, mengukuhkan tren kenaikan selama dua pekan berturut-turut. Meskipun begitu, harga CPO dan olein menunjukkan jarak yang cukup besar karena kenaikan signifikan pada produk olein.
Kondisi Pasar Global Minyak Nabati
Perkembangan di bursa lain juga memberikan sinyal penting. Di Bursa Dalian, harga minyak kedelai naik 0,73% dan minyak sawit naik 0,63%, sedangkan di Chicago Board of Trade (CBOT), harga minyak kedelai justru turun 0,64%.
Menurut analisis teknikal oleh Loni T, Senior Analyst Vibiz Research Centre Division di Vibiz Consulting, level support pertama berada di 4.080 ringgit, dengan support kedua di 3.960 ringgit. Sementara itu, resistance pertama ada di 4.210 ringgit, dan resistance berikutnya pada 4.310 ringgit. Level ini akan menjadi acuan penting bagi pelaku pasar dalam menentukan strategi perdagangan ke depan.
Penutup: Arah Pasar Masih Fluktuatif
Meski harga minyak sawit berhasil menguat selama dua minggu terakhir, prospek ke depan masih dibayangi ketidakpastian, baik dari sisi fundamental maupun geopolitik. Kenaikan stok, volatilitas ekspor, serta perubahan kebijakan tarif di negara importir utama menjadi tantangan tersendiri.
Namun, pelemahan ringgit, potensi pemulihan ekspor Malaysia, dan kenaikan harga minyak mentah dunia tetap menjadi katalis positif yang berpeluang menopang harga dalam jangka pendek.
“Kenaikan harga minyak sawit didukung oleh sentimen eksternal seperti penguatan minyak kedelai dan minyak mentah, namun tantangan masih ada terutama dari sisi fundamental stok dan ekspor,” ujar Loni T, analis senior di Vibiz Research Centre.