JAKARTA - Dalam perjalanan hidup seseorang yang terlahir dengan kondisi bibir sumbing, perawatan medis tak hanya berhenti pada tindakan operasi awal di masa bayi. Seiring bertambahnya usia, sejumlah tantangan baru pun muncul, terutama berkaitan dengan pertumbuhan struktur wajah dan fungsi vital tubuh. Salah satu solusi penting yang ditawarkan dunia medis modern adalah tindakan bedah rahang atau bedah ortogenetik.
Menurut dr. Dwi Wicaksono, Sp.B.P.R.E., Subsp.K.M.(K), seorang dokter spesialis bedah plastik dengan subspesialisasi kraniomaksilofasial dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, pasien bibir sumbing umumnya mengalami gangguan pada pertumbuhan rahang atas. Hal ini dapat menyebabkan berbagai persoalan, mulai dari kesulitan dalam mengunyah, hingga gangguan dalam berbicara maupun bernafas.
“Masalah pertumbuhan rahang atas ini membuat pasien kesulitan mengunyah,” ujar dr. Dwi. Ia menjelaskan bahwa celah bibir yang tidak tertangani sepenuhnya juga bisa memengaruhi fungsi faring atau tenggorokan. Gangguan pada fungsi ini akan berdampak pada proses menelan makanan dan cairan, serta jalannya udara ke saluran pernapasan.
- Baca Juga Keberkahan Juli untuk 4 Shio Beruntung
Namun harapan tidak pernah padam. Dengan kemajuan teknologi dan kolaborasi lintas disiplin dalam dunia kedokteran, kini terdapat solusi yang kian komprehensif melalui tindakan bedah rahang. Prosedur ini dirancang untuk memperbaiki struktur rahang atas dan bawah, sekaligus memperbaiki bentuk dagu pasien. Tindakan tersebut tidak hanya meningkatkan fungsi tubuh, tetapi juga berdampak positif secara estetika, membantu pasien tampil lebih percaya diri.
Bedah ortogenetik ini idealnya dilakukan ketika pasien memasuki usia remaja hingga dewasa, yakni saat pertumbuhan tulang wajah telah stabil. Menurut dr. Dwi, kebutuhan akan operasi ini sangat bergantung pada tingkat keparahan bibir sumbing yang dialami pasien. Apakah celah terjadi di satu sisi atau dua sisi, serta apakah disertai dengan kelainan pada gusi dan langit-langit mulut, akan sangat menentukan jenis dan lingkup tindakan operasi yang dibutuhkan.
"Tindakan bedah rahang mencakup pembedahan pada rahang atas dan bawah serta dagu. Sebenarnya akan lebih baik jika operasi dilakukan langsung pada kedua rahang sekaligus, apabila memungkinkan," jelasnya.
Sebelum pasien menjalani operasi, ada rangkaian persiapan yang harus dilakukan secara matang. Proses ini biasanya berlangsung selama sekitar satu bulan. Seluruh rencana operasi dapat disimulasikan terlebih dahulu dengan bantuan teknologi komputer yang canggih. Melalui software digital, dokter dapat memprediksi seberapa besar pemotongan tulang yang dibutuhkan, arah pergeseran rahang, hingga penyesuaian posisi gigi.
“Kita bisa memprediksikan harus memotong seberapa banyak, harus dimajukan, dimundurkan, dirotasi ke atas, bawah, kiri, kanan, juga posisi giginya. Itu semua bisa dilakukan simulasi dengan menggunakan software digital di komputer,” jelas dr. Dwi.
Teknologi pencitraan seperti CT scan digunakan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kondisi kepala dan struktur gigi pasien. Hasil pemindaian ini kemudian dianalisis oleh tim dokter yang terdiri dari ahli bedah plastik dan ortodontis. Bersama-sama mereka menentukan strategi operasi terbaik demi hasil maksimal.
Salah satu aspek yang tak kalah penting adalah persiapan penggunaan cangkok tulang. Dalam beberapa kasus, dokter akan menggunakan tulang dari bagian tubuh lain seperti tulang kering atau tulang panggul pasien untuk memperbaiki struktur rahang. Prosedur ini turut dipertimbangkan saat menyusun rencana bedah yang paling tepat.
Sumbing sendiri merupakan kelainan bawaan yang dapat terjadi pada bibir, gusi, atau langit-langit mulut. Penanganannya dapat dimulai sejak bayi, bahkan sejak usia beberapa bulan. Operasi bibir bisa dilakukan pada bayi usia tiga bulan, sedangkan operasi langit-langit mulut umumnya dilakukan antara usia sembilan hingga 12 bulan.
Namun demikian, penanganan terhadap dampak lanjutan bibir sumbing, seperti deformitas pada rahang, tetap perlu ditindaklanjuti hingga pasien dewasa. Bahkan, tindakan bedah rahang bisa dilakukan pada perempuan sejak usia 16 tahun dan laki-laki mulai usia 17 atau 18 tahun, tergantung kondisi tulang dan perkembangan fisiknya.
“Kita membutuhkan tata laksana selanjutnya pada saat pasien tersebut sudah dewasa. Mungkin memang banyak belum tahu, belum terlalu populer untuk masyarakat mengetahui bahwa ternyata sumbing ini sampai dewasa pun masih bisa dikerjakan,” ujar dr. Dwi.
Penting untuk diketahui masyarakat bahwa perawatan bagi pasien bibir sumbing tidak selesai begitu saja setelah operasi awal masa bayi. Justru dengan pertumbuhan usia, muncul kebutuhan lanjutan yang tak kalah krusial demi mengoptimalkan kualitas hidup pasien.
Dengan pendekatan yang holistik dan pemanfaatan teknologi mutakhir, bedah rahang bukan hanya mengembalikan fungsi wajah dan mulut secara normal, tetapi juga mengangkat kembali kepercayaan diri mereka yang selama ini merasa berbeda karena kondisi fisiknya.
Perkembangan ini menjadi tonggak harapan baru bahwa setiap anak yang terlahir dengan kondisi bibir sumbing tetap bisa memiliki masa depan yang cerah, sehat, dan penuh percaya diri selama mendapatkan dukungan medis yang tepat di setiap tahap kehidupannya.