JAKARTA - Penutupan layanan kesehatan jemaah haji Indonesia tahun 2025 menandai tidak hanya akhir dari satu fase operasional, tetapi juga awal refleksi dan pembelajaran yang penting untuk peningkatan layanan di musim haji berikutnya. Kepulangan Kloter KJT 28 ke Tanah Air pada 10 Juli menjadi momen penutup resmi operasional Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Daerah Kerja Madinah, sekaligus merangkum seluruh kerja keras tim kesehatan di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan RI selama 70 hari masa ibadah haji.
“Dengan demikian, seluruh pelayanan kesehatan haji Indonesia di Arab Saudi resmi berhenti beroperasi,” ujar Mohammad Imran, Kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, dalam sambutannya saat penutupan KKHI di Madinah.
Namun lebih dari sekadar seremoni, momen ini juga menjadi ajang menyampaikan berbagai pencapaian penting, termasuk penurunan angka jemaah wafat. Berdasarkan data Siskohatkes per 10 Juli, tercatat 446 jemaah wafat, lebih rendah dibandingkan 461 jemaah pada tahun sebelumnya. Penurunan ini dianggap sebagai indikator positif dari efektivitas pelayanan kesehatan.
- Baca Juga Keberkahan Juli untuk 4 Shio Beruntung
“Artinya, upaya preventif dan penanganan yang dilakukan selama haji menunjukkan hasil yang baik,” imbuh Imran.
Respons Cepat dan Tantangan Lapangan
Selama operasional 70 hari di Tanah Suci, berbagai tantangan mewarnai layanan kesehatan, termasuk kebijakan baru dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi yang membatasi izin operasional KKHI hanya untuk layanan rawat jalan, serta pembatasan jumlah klinik sektor.
“Informasi tentang kebijakan tersebut kurang jelas sejak awal, sehingga sempat menghambat pelaksanaan tugas. Bahkan, kami kerap mengalami inspeksi mendadak saat layanan sudah berjalan,” ungkap Imran.
Meski demikian, tim medis Indonesia tetap mampu beradaptasi. Layanan tetap berjalan optimal baik di KKHI Makkah, Madinah, maupun di pos kesehatan satelit. Upaya koordinatif lintas sektor menjadi kunci dalam mempertahankan kualitas layanan, meski menghadapi perubahan mendadak dalam aturan lokal.
Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, program tanazul—pemulangan dini jemaah karena alasan medis menjadi salah satu capaian yang sangat diapresiasi. Program ini berjalan lancar tanpa hambatan berarti, dan seluruh pasien tanazul selamat sampai ke Indonesia.
“Saya melihat program tanazul berjalan sangat baik. Tidak ada yang berhenti di tengah jalan. Ini buah dari koordinasi yang baik antara Daker Makkah, Madinah, dan Bandara,” jelas Imran.
Rangkaian Layanan dan Diagnosa Terbanyak
Sepanjang musim haji 2025, RS Arab Saudi mencatat sebanyak 1.710 jemaah Indonesia dirawat, dengan kasus terbanyak adalah pneumonia, diabetes melitus, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Angka ini mencerminkan pentingnya penguatan aspek promotif dan preventif dalam edukasi kesehatan jemaah.
Di sisi lain, layanan kefarmasian juga mencatat aktivitas tinggi, dengan 12.396 layanan tercatat. Obat yang paling banyak digunakan adalah tablet flu dan batuk kombinasi, menandakan dominasi keluhan ringan hingga sedang yang masih bisa ditangani di tingkat pelayanan dasar.
Sementara itu, KKHI Madinah sendiri memberikan layanan kepada 241 jemaah selama operasionalnya, baik rawat jalan maupun rawat inap. Tiga penyakit terbanyak yang ditangani di KKHI juga mencerminkan kesamaan tren, yakni pneumonia, hipertensi, dan diabetes melitus.
Tugas Belum Usai: Monitoring Pasca-Operasional
Meskipun layanan KKHI secara resmi telah berhenti, PPIH Bidang Kesehatan tetap melakukan visitasi kepada 43 jemaah yang masih menjalani perawatan di RS Arab Saudi. Komitmen pelayanan hingga akhir ini menjadi bentuk tanggung jawab yang konsisten dari tim kesehatan Indonesia di Tanah Suci.
Evaluasi juga menjadi aspek penting yang ditekankan oleh Imran dalam sambutannya. Ia menyampaikan pentingnya refleksi dan peningkatan komunikasi dengan otoritas kesehatan Arab Saudi.
“Kita belajar dari setiap proses dan momen pelayanan ini,” katanya.
Sebagai bagian dari evaluasi, Imran juga mengumumkan bahwa perwakilan Kemenkes Arab Saudi direncanakan akan mengunjungi Indonesia pada Agustus mendatang, guna membahas persiapan haji tahun 2026. Pertemuan ini akan dimanfaatkan untuk menyampaikan seluruh catatan dan masukan dari pelaksanaan layanan kesehatan haji tahun ini.
“Insya Allah, Agustus nanti perwakilan Kemenkes Arab Saudi akan datang ke Indonesia untuk mendalami lebih lanjut persiapan pelayanan haji 2026. Kami akan menyampaikan semua catatan dan evaluasi 2025 agar menjadi masukan yang konstruktif untuk kebijakan pelayanan kesehatan yang lebih baik,” pungkas Imran.
Apresiasi dan Harapan
Di akhir penutupan, Imran tidak lupa memberikan apresiasi mendalam kepada seluruh tenaga kesehatan yang telah bekerja penuh dedikasi selama masa haji. Ia mengajak seluruh pihak untuk tetap rendah hati dan bersyukur, sembari terus meningkatkan kualitas pelayanan di masa mendatang.
“Jika dalam tugas masih ada kekurangan dalam pelayanan, mari kita perbanyak istighfar,” ucapnya.
Layanan kesehatan haji tahun ini menunjukkan bahwa di balik tantangan operasional dan batasan regulasi, semangat pengabdian dan kesiapan adaptif para tenaga medis tetap menjadi pondasi utama keberhasilan pelayanan. Keberhasilan menekan angka kematian, kelancaran tanazul, dan optimalisasi layanan dasar merupakan bukti nyata dari komitmen Indonesia dalam memberikan pelayanan terbaik bagi para tamu Allah.