JAKARTA - Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam mengembangkan infrastruktur di Pulau Bali guna mendukung konektivitas antarwilayah dan mendongkrak perekonomian daerah. Salah satu proyek besar yang tengah dirancang adalah pembangunan Jalan Tol Gilimanuk–Mengwi, yang akan menjadi jalur tol pertama di bagian barat Pulau Dewata.
Meski fisiknya belum dibangun, proyek ini kini sudah memasuki tahap penting, yakni penyusunan studi kelayakan atau feasibility study (FS). Diharapkan, dokumen ini rampung pada Desember tahun 2025, dan menjadi dasar untuk melangkah ke tahap berikutnya, yakni proses lelang proyek.
Pentingnya FS dalam proyek jalan tol ini bukan sekadar formalitas administratif. FS menjadi penentu arah, desain, nilai investasi, potensi dampak sosial-lingkungan, hingga skema pembiayaan yang paling sesuai. Dengan kata lain, FS adalah fondasi awal untuk menjamin proyek ini berjalan efisien, berkelanjutan, dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Bali.
Jalan Tol Gilimanuk–Mengwi: Alternatif Kritis Jalur Barat Bali
Selama ini, arus lalu lintas dari Pelabuhan Gilimanuk ke arah Denpasar atau pusat Bali hanya mengandalkan jalan nasional yang padat dan sempit. Kepadatan ini sering kali menyebabkan kemacetan panjang, terutama saat musim libur atau arus mudik-balik Lebaran dan Natal–Tahun Baru.
Keberadaan Jalan Tol Gilimanuk–Mengwi diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang atas kemacetan dan keterbatasan akses di jalur barat Bali. Selain mempercepat waktu tempuh, tol ini akan memperlancar distribusi logistik, mendorong investasi, serta memperkuat posisi Bali sebagai destinasi pariwisata internasional yang terintegrasi dengan baik dari sisi transportasi darat.
Studi Kelayakan: Langkah Awal Menuju Pembangunan Berbasis Data
Menurut sumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), penyusunan studi kelayakan proyek Tol Gilimanuk–Mengwi ditargetkan selesai pada Desember tahun ini. Setelah itu, dokumen FS tersebut akan dijadikan acuan untuk memulai tahapan lelang kepada calon investor atau kontraktor pelaksana proyek.
FS akan mencakup berbagai kajian teknis, seperti:
Rute jalan dan trase optimal
Estimasi biaya pembangunan dan pembebasan lahan
Studi lalu lintas harian dan proyeksi pertumbuhan kendaraan
Kajian dampak lingkungan (AMDAL)
Skema pendanaan: apakah full APBN, KPBU, atau investasi swasta
Proses ini penting agar proyek tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, terutama menyangkut ketersediaan lahan dan dampak terhadap masyarakat lokal serta kawasan konservasi alam yang mungkin dilintasi trase tol.
Dukungan Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten
Proyek ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah kabupaten yang akan dilintasi tol, seperti Jembrana, Tabanan, dan Badung. Pemerintah daerah menyadari bahwa pembangunan jalan tol bukan hanya urusan teknis pusat, tapi juga akan berdampak besar terhadap ruang hidup dan ekonomi lokal.
Gubernur Bali dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa tol ini penting untuk mempercepat pemerataan pembangunan, khususnya di kawasan barat Bali seperti Jembrana yang selama ini masih tertinggal dibanding wilayah tengah dan selatan.
Namun, pemerintah daerah juga meminta agar aspek sosial, adat, dan budaya lokal Bali tetap dijaga dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, keterlibatan tokoh masyarakat, desa adat, dan lembaga lokal dalam konsultasi publik selama penyusunan FS sangat diharapkan.
Proyek dengan Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)
Dalam beberapa pernyataan sebelumnya, Kementerian PUPR mengindikasikan bahwa proyek tol ini berpotensi dilaksanakan dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Artinya, pemerintah hanya akan menyediakan sebagian dukungan (seperti jaminan atau lahan), sedangkan pembangunan dan pengelolaan dilakukan oleh swasta dengan kontrak jangka panjang.
Skema KPBU dianggap efisien dan memungkinkan akselerasi proyek tanpa membebani APBN secara langsung. Namun, skema ini juga membutuhkan dasar perencanaan yang sangat solid, agar minat investor tetap tinggi dan risiko proyek dapat diminimalkan sejak awal.
Inilah mengapa studi kelayakan menjadi kunci awal untuk menarik minat investor potensial, terutama jika proyek ini dijadikan bagian dari portofolio Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun-tahun mendatang.
Menakar Potensi Manfaat Ekonomi Jangka Panjang
Jika proyek Jalan Tol Gilimanuk–Mengwi terealisasi, maka perekonomian Bali bagian barat akan mendapat dorongan besar. Kawasan Jembrana yang selama ini kurang dilirik investor, bisa menjadi simpul logistik dan perdagangan baru.
Potensi sektor pariwisata di sepanjang jalur tol juga akan berkembang, dengan munculnya rest area modern, akses cepat ke pantai-pantai tersembunyi, serta peluang pertumbuhan homestay, restoran, dan UMKM lokal. Pergerakan orang dan barang akan semakin efisien, sehingga biaya logistik dari pelabuhan Gilimanuk ke kota-kota besar akan menurun.
Tantangan: Pembebasan Lahan dan Pelestarian Budaya
Meski optimisme cukup tinggi, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah pembebasan lahan, terutama di Bali yang memiliki sistem kepemilikan tanah berbasis adat dan spiritualitas tinggi. Penentuan trase tol harus memperhitungkan lokasi pura, situs sakral, dan zona konservasi agar tidak menimbulkan konflik sosial atau penolakan warga.
Aspek lingkungan juga menjadi perhatian, mengingat sebagian trase akan melewati kawasan hutan lindung dan areal pertanian produktif. Maka, selain studi kelayakan, proyek ini juga harus menyertakan kajian AMDAL yang serius.
Proyek Jalan Tol yang Menyatukan Aspirasi dan Kebutuhan
Jalan Tol Gilimanuk–Mengwi bukan sekadar proyek fisik, tapi simbol upaya pemerintah menyatukan kebutuhan konektivitas nasional dengan kearifan lokal Bali. Melalui studi kelayakan yang komprehensif, pemerintah berusaha memastikan bahwa pembangunan tol ini tidak hanya layak secara teknis dan finansial, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai budaya dan lingkungan setempat.
Desember 2025 akan menjadi penanda penting bagi proyek ini. Jika semua berjalan sesuai rencana, lelang akan segera dibuka dan Bali akan bersiap menyambut infrastruktur baru yang bisa membawa perubahan besar, terutama bagi kawasan yang selama ini kurang terjangkau arus pembangunan.