PENERBANGAN

Erupsi Gunung Semeru Tak Ganggu Penerbangan

Erupsi Gunung Semeru Tak Ganggu Penerbangan
Erupsi Gunung Semeru Tak Ganggu Penerbangan

JAKARTA - Di tengah meningkatnya kewaspadaan terhadap aktivitas vulkanik Gunung Semeru, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan bahwa jalur penerbangan di wilayah terdampak tetap dalam kondisi aman. Meski letusan gunung tersebut cukup signifikan dan menyemburkan abu vulkanik hingga ketinggian 15.000 kaki, Kemenhub memastikan bahwa operasional penerbangan nasional tidak mengalami gangguan.

Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Lukman F. Laisa, pada Jumat 11 JULI 2025, tak lama setelah laporan resmi aktivitas vulkanik diterbitkan.

Letusan Semeru: Kondisi Alam yang Diantisipasi dengan Sistem Modern

Gunung Semeru, yang terletak di Jawa Timur, memang dikenal sebagai salah satu gunung api paling aktif di Indonesia. Letusan pada 11 Juli 2025 terjadi pada pukul 06.31 WIB, dengan tinggi kolom abu yang tercatat mencapai 15.000 kaki di atas permukaan laut. Data tersebut diperoleh dari Laporan Abu Vulkanik (ASHTAM) VAWR4160 yang diterbitkan oleh otoritas terkait.

Meski cukup tinggi, Kemenhub menyatakan bahwa sebaran abu tidak mengarah langsung ke jalur udara padat. "Gerakan abu terpantau bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan sekitar 10 knot. Letusan bersifat sporadis dan terputus-putus, dengan erupsi diskrit yang masih berlangsung hingga saat laporan ini dibuat," jelas Lukman F. Laisa.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemantauan dan peringatan dini yang dimiliki Indonesia telah bekerja dengan optimal untuk menjaga keselamatan penerbangan.

Pengawasan Ketat di Jalur Udara

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara bekerja sama dengan AirNav Indonesia dan BMKG secara intensif memantau kondisi atmosfer dan pergerakan abu vulkanik. Melalui data radar cuaca, satelit meteorologi, dan laporan pilot (Pilot Report/PIREP), pihak-pihak terkait dapat melakukan penilaian risiko secara real-time.

"Sejauh ini, tidak ada NOTAM (Notice to Airmen) yang diterbitkan untuk penutupan bandara atau pengalihan rute penerbangan," tambah Lukman.

Keputusan untuk tidak menutup jalur udara bukanlah tindakan gegabah. Setiap keputusan telah melalui kajian ilmiah dan operasional berdasarkan prosedur ICAO (International Civil Aviation Organization), termasuk penilaian level VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation) dan sistem SIGMET (Significant Meteorological Information) yang memberikan informasi meteorologi signifikan untuk keselamatan penerbangan.

Bandara Terdekat Tetap Beroperasi Normal

Bandara Abdul Rachman Saleh (Malang), Bandara Juanda (Surabaya), serta Bandara Banyuwangi menjadi bandara yang paling dekat dengan Gunung Semeru. Hingga berita ini ditulis, ketiganya masih beroperasi secara normal tanpa penundaan atau pembatalan penerbangan akibat erupsi tersebut.

Menurut laporan dari pihak Angkasa Pura, tidak ada visibilitas yang terganggu di jalur pendaratan dan lepas landas. Keputusan ini menjadi indikasi bahwa sistem mitigasi bencana di sektor transportasi udara Indonesia semakin matang, bahkan saat menghadapi tantangan geologis besar.

Pentingnya Komunikasi dan Koordinasi Lintas Instansi

Keberhasilan menjaga operasional penerbangan di tengah erupsi Semeru juga merupakan hasil dari koordinasi antarlembaga yang solid. Selain Kemenhub dan AirNav, peran PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) serta BMKG sangat penting dalam menyuplai data terkini soal intensitas dan arah sebaran abu vulkanik.

Lukman menegaskan bahwa pihaknya terus memperbarui status dan rekomendasi berdasarkan perkembangan lapangan. "Kami mengimbau seluruh maskapai, petugas operasional bandara, dan penyelenggara navigasi penerbangan untuk terus meningkatkan kewaspadaan dan mengikuti update informasi terbaru," tuturnya.

Selain itu, penumpang juga diminta tetap tenang dan mengikuti informasi resmi dari maskapai maupun otoritas bandara, agar tidak terjebak pada informasi simpang siur yang banyak beredar di media sosial.

Belajar dari Erupsi Masa Lalu

Indonesia telah banyak belajar dari berbagai insiden gangguan penerbangan akibat abu vulkanik, seperti erupsi Gunung Raung pada 2015 atau Gunung Agung di Bali tahun 2017. Dalam setiap kejadian tersebut, abu vulkanik menjadi ancaman serius bagi pesawat, karena bisa merusak mesin dan mengganggu visibilitas pilot.

Namun kali ini, dengan sistem yang telah diperbarui dan teknologi yang lebih canggih, penanganan terhadap dampak erupsi berlangsung lebih cepat dan efisien. Hal ini menjadi pembuktian bahwa sektor penerbangan Indonesia tidak hanya tanggap, tetapi juga adaptif terhadap tantangan geologis di wilayah cincin api.

 Penerbangan Aman, Masyarakat Tenang

Erupsi Gunung Semeru pada 11 Juli 2025 memang menjadi perhatian banyak pihak, terutama mengingat lokasinya yang berada di jalur transportasi padat. Namun, dengan kesiapan sistem pemantauan, koordinasi lintas instansi, serta keputusan berbasis data ilmiah, Kemenhub berhasil menjamin bahwa tidak ada penerbangan yang terganggu.

Pernyataan Dirjen Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, menjadi pegangan bagi masyarakat untuk tetap tenang: “Tidak ada penerbangan yang terganggu. Gerakan abu vulkanik terpantau aman dari jalur udara, dan sistem pengawasan terus kami tingkatkan secara ketat.”

Ke depan, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan keandalan sistem mitigasi bencana di sektor penerbangan—karena di negara dengan risiko geologis tinggi seperti Indonesia, kesiapsiagaan adalah kunci utama keselamatan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index