KORPORASI

Pefindo Proyeksi Pasar Surat Utang Korporasi Solid di 2025

Pefindo Proyeksi Pasar Surat Utang Korporasi Solid di 2025
Pefindo Proyeksi Pasar Surat Utang Korporasi Solid di 2025

JAKARTA - Entah karena kebutuhan likuiditas mendesak atau strategi pengelolaan utang, pelaku korporasi di Indonesia diperkirakan akan aktif menerbitkan lagi surat utang pada semester II 2025. Proyeksi ini disampaikan oleh Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto, yang menyoroti tekanan besar dari besarnya nilai surat utang yang jatuh tempo. Hal ini akan menjadi bahan bakar utama yang mendorong volume penerbitan obligasi korporasi terus berjalan kuat sepanjang tahun.

“Proyeksi tersebut didorong jumlah nilai jatuh tempo surat utang korporasi nasional yang sebesar Rp161,2 triliun di tahun ini. Sebanyak Rp96 triliun dari nilai total jatuh tempo tersemasuk pada periode semester kedua,” ujar Suhindarto dalam keterangannya.

Alasan di Balik Proyeksi Penerbitan Surat Utang Tinggi

Sebesar Rp161,2 triliun nilai jatuh tempo korporasi memang angka yang signifikan — hampir menyentuh Rp200 triliun, dan Rp96 triliun atau 60% di antaranya jatuh tempo dalam tiga bulan terakhir tahun 2025. Dalam kondisi seperti ini, penerbitan surat utang baru menjadi jalan yang rasional untuk menutupi utang yang akan lunas. Dengan tetap menerbitkan obligasi baru, banyak perusahaan bisa menghindari krisis likuiditas, mempertahankan cash flow berjalan, dan menjaga hubungan baik dengan pemegang obligasi lama.

Kondisi Pasar yang Mendukung

Tingkat suku bunga domestik yang relatif stabil serta masih adanya dana melimpah di pasar keuangan membuat penerbitan obligasi korporasi masih menarik. Investor korporat maupun institusi — baik lokal maupun asing — masih menaruh kepercayaan pada surat utang korporasi Indonesia. FIFO kredit favorit mereka memberikan yield yang lebih tinggi dibanding instrumen pemerintah, sementara risiko gagal bayar masih terkendali.

Namun patut dicermati juga jika kondisi makro global berubah—misalnya tekanan geopolitik meningkat, atau suku bunga dunia bergerak tiba-tiba—bisa mengganggu arus dana investor ke obligasi korporasi regional.

Strategi Korporasi Mengelola Arus Kas

Suhindarto menekankan bahwa volume jatuh tempo sebesar Rp96 triliun akan memaksa hampir sebagian besar korporasi memikirkan strategi refinancing. Strategi ini meliputi rencana penerbitan obligasi baru untuk menebus utang jatuh tempo, penataan ulang struktur kewajiban melalui renegosiasi, dan optimalisasi modal kerja untuk menghadapi beban keuangan bersamaan.

Beberapa pilihan umum di antaranya:

Melakukan rol-over sukuk atau obligasi dengan tenor yang lebih panjang; hal ini membantu menjaga arus kas.

Negosiasi ulang struktur bunga ataupun principal.

Memanfaatkan penerbitan green/sustainability bonds sebagai magnet bagi investor yang progresif dan ingin dukung agenda ESG.

Peran Pefindo sebagai Lembaga Pemeringkat

Analisis Suhindarto menggunakan data Pefindo, salah satu lembaga pemeringkat terkemuka di Indonesia. Dalam konteks obligasi, peran Pefindo sangat penting: memberi sinyal kepada investor soal kapasitas pembayaran utang korporasi. Rating layak — seperti 'idA' atau 'idAA' — menandakan risiko kredit rendah, sehingga investor lebih percaya untuk masuk.

Namun risiko akan meningkat jika perusahaan memiliki rating di bawah standar investment grade. Dengan banyaknya penerbitan tahun depan, pemeringkatan jadi kunci yang memandu risk-based pricing dan keputusan investor.

Risiko & Poin Pengawasan

Meskipun volume penerbitan tinggi adalah sinyal vitalitas korporasi, perlu diingat risiko berikut:

Risiko refinancing: jika suku bunga global tiba-tiba naik, bisa berdampak pada biaya utang baru.

Kepatuhan terhadap perjanjian pinjaman (covenant): jika penurunan performa operasional, perusahaan bisa kesulitan memenuhi covenant.

Likuiditas pasar sekunder: jika volume penerbitan meningkat drastis, peluang likuidasi di pasar sekunder bisa turun, menaikkan yield.

Prospek vs Tantangan Ekonomi Makro

Di sisi positif, lonjakan penerbitan obligasi dapat merespons kepentingan ekspansi proyek, peningkatan kapasitas, dan diversifikasi pembiayaan. Namun tantangan terdampak inflasi dan nilai tukar. Apabila konsumsi melambat dan korporasi mengalami tekanan margin, kemampuan membayar bunga atau melunasi obligasi menjadi risiko yang tidak boleh diabaikan.

Kewaspadaan dan Kesiapan Strategis

Proyeksi tingginya penerbitan surat utang korporasi pada paruh kedua 2025 bukan sekadar data statistik, melainkan sinyal penting bagi seluruh stakeholders:

Investor harus memetakan portofolio berdasarkan rating, sektor, dan struktur tenor.

Perusahaan perlu menyusun struktur utang yang sehat, menerapkan strategi refinancing bijak, dan genjot efisiensi operasional.

Regulator (OJK, BI) harus memastikan kebijakan mendukung stabilitas pasar, tanpa menghambat akses pembiayaan produktif.

Dengan sinergi tepat antar pemangku kepentingan, lonjakan volume utang ini dapat dijadikan momentum untuk memperkuat struktur keuangan korporasi, mendukung pembangunan, dan menciptakan iklim pembiayaan yang sehat dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index