JAKARTA - Transformasi hijau tidak lagi sekadar jargon; di industri perbankan Indonesia, hal ini telah menjadi wujud nyata yang dapat dilihat dalam angka. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) mencatatkan tonggak penting dalam komitmennya terhadap keberlanjutan. Pada triwulan I 2025, portofolio green financing mereka mencapai Rp 89,9 triliun, tumbuh 8,18 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Capaian ini membuktikan bahwa strategi hijau bukan semata tren, melainkan arah masa depan perbankan nasional yang mulai diadopsi secara serius.
Portofolio Hijau BRI: Turunan Data yang Menggambarkan Skala Strategis
Direktur Utama BRI, Hery Gunardi, secara terperinci memaparkan komposisi portofolio hijau ini:
Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan senilai Rp 61,16 triliun
Produk ramah lingkungan sebesar Rp 7,80 triliun
Energi terbarukan mencapai Rp 6,47 triliun
Transportasi hijau senilai Rp 3,55 triliun
Serta pembiayaan untuk bangunan hijau dan proyek lingkungan lainnya
“Apabila dirinci, portofolio pembiayaan hijau BRI mencakup beragam sektor strategis, termasuk pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan senilai Rp 61,16 triliun, produk ramah lingkungan Rp 7,80 triliun, energi terbarukan Rp 6,47 triliun, serta transportasi hijau senilai Rp 3,55 triliun, bangunan hijau, dan proyek lingkungan lainnya,” jelas Hery Gunardi.
Ekosistem Finansial Hijau: BRI dan Arah Baru Industri Perbankan
Data ini bukan sekadar catatan kuantitatif, melainkan refleksi dari arah strategis BRI untuk menjadi salah satu trigger dalam percepatan agenda ekonomi hijau. Sejalan dengan inisiatif global dan arahan regulator dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan, BRI memosisikan diri sebagai bank yang tidak hanya berbasis profit, tetapi juga pencipta dampak positif bagi lingkungan.
Komitmen ini terlihat dari pilihan sektor yang dibiayai—mulai pengelolaan resource alam (yang meliputi pengelolaan hutan lestari, pertanian berkelanjutan, dan daur ulang), hingga pendanaan untuk proyek energi baru seperti PLTS, PLTB, dan pengembangan transportasi rendah jejak karbon.
Dampak Ekonomi & Lingkungan dari Pembiayaan Ramah Lingkungan
Skema green financing menciptakan multiplier effect yang penting—pembangunan infrastruktur ramah lingkungan, peningkatan kualitas udara, serta penghematan energi. Selain itu, sektor produktif dengan durasi panjang, seperti energi terbarukan dan pengelolaan sumber daya alam, menjadi kanal utama dampak sosial ekonomi.
Secara jangka panjang, pembiayaan ini mendukung pemerintah mencapai target komitmen emisi dan peralihan energi, meningkatkan lapangan kerja hijau, serta memperkuat ekonomi sirkular.
Peran BRI sebagai Pemicu Tren Nasional
BRI, sebagai bank besar dengan jaringan luas, memiliki leverage besar untuk mendorong adopsi pembiayaan hijau di skala nasional. Sebagai perintis dalam memacu tren ini, BRI dapat mendorong pemain UKM dan korporasi lain untuk beralih ke pendanaan ramah lingkungan. Dengan dukungan pasar modal hijau dan insentif pemerintah, skema seperti green sukuk atau obligasi lingkungan bisa berkembang pesat.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Meskipun besarnya portofolio hijau positif, tantangan tidak boleh diabaikan. Identifikasi kelayakan proyek, pemantauan dampak lingkungan, serta verifikasi third-party menjadi bagian krusial dalam menjamin kualitas pembiayaan ini. BRI juga perlu meningkatkan awareness konsumen dan mitra usaha tentang nilai ekonomi dan reputasi dari proyek hijau.
Peluang jangka menengah hingga panjang sangat terbuka lebar. Tidak hanya dari sisi finansial, namun juga pembentukan ekosistem yang mendukung praktik bisnis bersih, efisiensi energi, dan pengurangan emisi—yang akan semakin dihargai masyarakat global.
Menuju Ekonomi Hijau: Arah Strategis BRI dan Bank Lain
Bukit Rp 89,9 triliun adalah pijakan awal yang kuat. BRI dan bank-bank lainnya harus menjadikan ini sebagai starting point untuk menumbuhkan ekonomi hijau yang inklusif. Dengan transparansi laporan, pelaporan ESG yang ketat, serta kolaborasi lintas sektor, pembiayaan hijau dapat menjadi salah satu pilar utama pembangunan nasional yang berkelanjutan.