KULINER

Lontong Balap, Ikon Kuliner Surabaya Sarat Nilai Sejarah

Lontong Balap, Ikon Kuliner Surabaya Sarat Nilai Sejarah
Lontong Balap, Ikon Kuliner Surabaya Sarat Nilai Sejarah

JAKARTA - Kuliner bukan hanya soal rasa, melainkan juga tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai yang terkandung dalam tiap sendok yang kita nikmati. Surabaya, kota yang dikenal sebagai Kota Pahlawan, menyimpan banyak cerita lewat ragam hidangan tradisionalnya. Salah satu ikon kuliner yang tak pernah lekang oleh waktu adalah lontong balap, hidangan sederhana namun sarat makna yang berasal dari kawasan selatan kota ini.

Nama lontong balap memang terkesan unik, bahkan mungkin membingungkan bagi mereka yang belum mengenalnya. Namun, di balik nama tersebut tersimpan kisah sejarah yang mencerminkan etos kerja, kegigihan, dan semangat persaingan sehat dari para pedagang tradisional Surabaya tempo dulu.

Menurut Nur Setiawan, seorang penggiat sejarah lokal yang kerap membagikan kisah-kisah menarik seputar budaya Surabaya, asal-usul nama lontong balap berkaitan langsung dengan gaya berjualan para pedagang masa lalu. Kala itu, makanan ini dijajakan dengan cara dipikul dan dibawa berkeliling kota.

Para penjual tidak hanya membawa makanan, tetapi juga membawa semangat dan determinasi untuk menghidupi keluarga mereka. Dalam proses mencari tempat berjualan yang strategis, mereka harus berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi terbaik. Siapa yang datang lebih awal dan menempati lokasi ramai, peluang laris pun lebih besar.

"Dari kebiasaan itulah muncul istilah balapan, dan akhirnya makanan ini dikenal dengan nama lontong balap," jelas Nur Setiawan, yang akrab disapa Wawan.

Meski mengusung nama yang menggambarkan ajang perlombaan, lontong balap sebenarnya adalah kuliner yang sangat bersahaja. Terdiri dari lontong, kecambah (tauge), dan kuah gurih, hidangan ini dilengkapi dengan lentho—sejenis gorengan yang terbuat dari kacang tolo atau kacang hijau yang ditumbuk dan digoreng. Sentuhan sambal petis dan kecap manis turut memperkaya cita rasa, memadukan unsur manis, gurih, dan pedas dalam satu sajian yang menggugah selera.

Bagi masyarakat Surabaya, lontong balap bukan hanya makanan biasa. Ia telah menjadi bagian dari identitas kota, hadir dalam berbagai kesempatan mulai dari santapan pagi di warung pinggir jalan hingga sajian nostalgia di festival kuliner. Lontong balap adalah cerita tentang bagaimana rakyat kecil menggunakan kreativitas dan semangat kerja keras untuk menciptakan sesuatu yang terus hidup hingga kini.

Wawan menambahkan bahwa keunikan lontong balap tidak hanya terletak pada rasa, tetapi juga pada nilai historis dan budaya lokal yang menyertainya.

"Keunikan rasa serta nilai historisnya menjadikan lontong balap sebagai salah satu ikon kuliner tradisional Surabaya," ujarnya.

Dalam dunia yang terus berubah, makanan seperti lontong balap menjadi pengingat akan pentingnya melestarikan budaya kuliner daerah. Di tengah serbuan makanan instan dan restoran cepat saji, keberadaan lontong balap menjadi bukti bahwa tradisi dan cita rasa lokal tetap mampu bertahan dan dicintai.

Kini, para penjual lontong balap tak lagi harus berlari-lari menempati tempat strategis seperti dahulu. Modernisasi telah menghadirkan gerobak, warung tetap, bahkan aplikasi digital untuk menjangkau pelanggan. Namun, semangat yang terkandung dalam sejarah lontong balap tetap terasa hidup di setiap porsi yang disajikan.

Di kawasan Wonokromo, Jagir, hingga area terminal Joyoboyo, lontong balap masih bisa ditemukan dengan mudah. Bahkan di berbagai kota lain, nama lontong balap kini ikut merambah pasar kuliner nasional, menjadi jembatan bagi warga Surabaya yang merantau untuk kembali merasakan "rumah" lewat makanan.

Tak sedikit pula wisatawan yang sengaja datang ke Surabaya demi mencicipi lontong balap dari tempat asalnya. Bagi mereka, kuliner ini bukan sekadar santapan, tetapi pengalaman budaya yang autentik. Makanan ini menjadi simbol bahwa sebuah resep sederhana bisa menyampaikan kisah panjang, semangat juang, dan kecintaan terhadap tanah kelahiran.

Di sisi lain, pelestarian makanan tradisional seperti lontong balap juga menunjukkan pentingnya dukungan terhadap pelaku UMKM kuliner, yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Warung-warung kecil penjual lontong balap berkontribusi besar dalam menjaga rantai ekonomi lokal tetap hidup, terutama di tengah tantangan ekonomi global dan digitalisasi.

Cerita lontong balap bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk mencintai warisan kuliner lokal, sekaligus mengembangkan bisnis berbasis budaya yang autentik. Sebab, seperti yang ditunjukkan sejarahnya, dari hal sederhana pun, sesuatu yang legendaris bisa lahir jika dilakukan dengan semangat dan nilai yang kuat.

Lontong balap bukan hanya soal rasa, tapi tentang sejarah, semangat, dan kearifan lokal. Ia adalah bukti bahwa makanan bisa menjadi bagian penting dalam membangun identitas kota, menghubungkan masa lalu dengan masa kini, serta menciptakan kebanggaan bagi generasi yang akan datang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index