JAKARTA - Upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan energi terus berlanjut. Salah satu kebijakan terbaru yang sedang dipersiapkan adalah penetapan satu harga untuk gas LPG 3 kilogram (kg) di seluruh wilayah Indonesia. Langkah ini menjadi bagian dari reformasi besar dalam sistem distribusi dan subsidi energi agar lebih tepat sasaran.
Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tengah menyusun skema untuk menyeragamkan harga LPG bersubsidi 3 kg yang selama ini mengalami disparitas tinggi antarwilayah. Di beberapa daerah, harga tabung gas melon ini bahkan bisa mencapai Rp50.000 per tabung, jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) resmi yang ditetapkan sekitar Rp14.000.
Perbedaan harga yang mencolok ini, menurut Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, disebabkan oleh rantai distribusi yang tidak efisien. Terlalu panjangnya jalur penyaluran dari pusat ke pengecer menyebabkan harga menjadi melambung tinggi di tingkat konsumen. “Ini yang akan kita benahi,” ujar Yuliot di Gedung DPR RI.
Selain memperbaiki distribusi, pemerintah juga tengah melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007. Aturan baru ini akan menjadi dasar hukum bagi penerapan satu harga LPG 3 kg dan perbaikan sistem subsidi agar lebih adil dan menyeluruh.
Yuliot menjelaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah agar masyarakat, di mana pun mereka berada, bisa memperoleh harga yang sama untuk LPG bersubsidi. Hal ini tentu harus mempertimbangkan aspek biaya transportasi ke masing-masing daerah. Dengan begitu, disparitas harga yang selama ini menjadi keluhan masyarakat bisa diminimalkan.
“Ke depan, masyarakat bisa mendapatkan harga yang sama di manapun mereka berada,” tegas Yuliot.
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berdiri sendiri. Revisi yang dilakukan tidak hanya pada Perpres 104/2007, tetapi juga Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Tujuannya adalah membangun tata kelola energi yang lebih berkeadilan, sekaligus menjamin distribusi LPG 3 kg tetap tersedia bagi rumah tangga, usaha mikro, nelayan, dan petani yang menjadi sasaran utama subsidi.
Menurut Bahlil, revisi aturan tersebut akan mengatur secara menyeluruh mekanisme harga yang disesuaikan dengan biaya logistik di lapangan. Dengan mekanisme ini, pemerintah berharap subsidi energi benar-benar tepat sasaran dan tidak bocor kepada pihak yang tidak berhak.
“Kami akan mengubah beberapa cara agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang telah diberikan kepada daerah selama ini,” kata Bahlil.
Ia menambahkan bahwa penataan ulang sistem distribusi dan harga ini juga bertujuan menyederhanakan rantai pasok, yang selama ini menjadi akar masalah dari harga yang melonjak tinggi. Selain itu, penyaluran subsidi LPG akan lebih difokuskan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan melalui sistem pengawasan yang lebih ketat.
Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini, PT Pertamina Patra Niaga ditunjuk sebagai mitra utama pemerintah dalam proses pengadaan dan pengawasan distribusi gas LPG 3 kg. Langkah ini sekaligus menjadi upaya mencegah penyalahgunaan distribusi dan memastikan stok LPG aman di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil.
Tak hanya dari pemerintah pusat, wacana satu harga LPG ini juga disambut baik oleh masyarakat kecil, terutama pelaku usaha mikro dan pedagang kaki lima. Salah satunya adalah Siti Nurjanah, penjual gorengan di wilayah Pancoran Mas, Depok.
"Kami para pedagang kecil bisa sedikit lega jika gas bisa satu harga dan stabil, karena kadang-kadang harga gas naik secara diam-diam dan tiba-tiba mahal di warung," kata Siti. Baginya, kestabilan harga LPG sangat penting karena biaya produksi bergantung langsung pada harga bahan bakar tersebut.
Ia juga berharap agar gas LPG 3 kg tetap bisa diperoleh dengan mudah dan tidak mengalami kelangkaan, terutama pada saat-saat penting seperti bulan Ramadan atau menjelang hari raya. “Kami berharap harga gas tetap murah dan tidak sulit dicari. Kami bukan bisnis besar, hanya goreng-gorengan pinggir jalan,” tuturnya.
Keluhan Siti sejalan dengan keresahan banyak pelaku UMKM lainnya di berbagai daerah. Ketidakpastian harga LPG membuat mereka kesulitan membuat perencanaan biaya operasional. Harapan besar pun ditumpukan pada implementasi kebijakan satu harga ini agar bisa menekan beban ekonomi masyarakat kecil.
Pemerintah pun berkomitmen untuk memperkuat sistem pengawasan melalui sinergi lintas kementerian dan lembaga. Pengawasan distribusi akan diperketat untuk memastikan bahwa LPG bersubsidi tidak jatuh ke tangan yang tidak berhak, seperti usaha besar, hotel, atau restoran yang seharusnya menggunakan LPG nonsubsidi.
Reformasi sistem subsidi energi, termasuk LPG 3 kg, memang bukan langkah yang mudah. Namun, kebijakan satu harga yang diiringi dengan pengawasan ketat dan pembenahan distribusi merupakan bagian penting dari transformasi energi nasional yang inklusif dan merata.
Dengan berbagai langkah yang tengah disiapkan, pemerintah berharap seluruh warga Indonesia, tanpa terkecuali, dapat mengakses energi dengan harga yang wajar dan adil. Kebijakan ini juga diharapkan akan memperkuat keberlangsungan usaha mikro yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.