DISKON

Sri Mulyani: Ini Dampak Diskon Listrik, Bukan Pelemahan Konsumsi

Sri Mulyani: Ini Dampak Diskon Listrik, Bukan Pelemahan Konsumsi
Sri Mulyani: Ini Dampak Diskon Listrik, Bukan Pelemahan Konsumsi

JAKARTA - Deflasi yang terjadi pada awal tahun 2025 telah memunculkan berbagai penafsiran publik, termasuk dugaan bahwa fenomena tersebut merupakan cerminan dari melemahnya daya beli masyarakat. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan tegas membantah hal tersebut dan menjelaskan bahwa deflasi pada Februari 2025 lebih disebabkan oleh kebijakan fiskal pemerintah yang memberikan potongan harga listrik kepada masyarakat.

Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis malam 03 JULI 2025, Sri Mulyani menjelaskan bahwa faktor utama yang menyebabkan penurunan indeks harga konsumen atau IHK bukanlah turunnya permintaan konsumsi rumah tangga, melainkan adanya penyesuaian harga listrik sebagai bagian dari intervensi pemerintah.

“Tadi, diskon listrik yang diberikan, sehingga administrator price yang mengalami penurunan karena ada diskon listrik menyebabkan deflasi. Jadi deflasi pada Februari bukan karena daya beli turun, tapi karena adanya diskon listrik,” ujar Sri Mulyani.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa deflasi administratif seperti ini harus dibedakan dari deflasi akibat pelemahan ekonomi riil. “Ini sering interprestasi kalau diskon diidentikkan dengan daya beli menurun,” katanya.

Latar Belakang Kebijakan Diskon Listrik

Pemerintah Indonesia sejak akhir 2024 telah mengeluarkan sejumlah kebijakan subsidi dan insentif dalam rangka menjaga daya beli masyarakat sekaligus menahan laju inflasi di tengah tantangan ekonomi global. Salah satu strategi yang dijalankan adalah pemberian diskon terhadap tarif dasar listrik bagi kelompok pelanggan rumah tangga tertentu dan sektor produktif seperti UMKM.

Kebijakan ini tercermin dalam kelompok harga yang diatur pemerintah (administered prices) yang mengalami penurunan signifikan. Komponen ini memiliki kontribusi besar terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) secara keseluruhan, sehingga begitu terjadi penyesuaian pada komponen ini, maka dampaknya terhadap inflasi nasional sangat terasa.

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan bahwa terjadi deflasi sebesar 0,02 persen secara bulanan (month to month) pada Februari 2025. Salah satu penyumbang utama deflasi tersebut adalah turunnya tarif listrik dan transportasi.

Klarifikasi Penting dalam Perspektif Fiskal

Sri Mulyani menilai pentingnya menjelaskan kepada publik mengenai jenis-jenis penyebab deflasi agar tidak terjadi bias dalam menilai kondisi ekonomi nasional. Menurutnya, apabila diskon harga yang disebabkan oleh intervensi pemerintah diasumsikan sebagai indikator lemahnya konsumsi, maka interpretasi tersebut bisa menyesatkan.

“Banyak yang melihat angka dan langsung menyimpulkan bahwa masyarakat tidak sanggup belanja. Padahal dalam hal ini, pemerintah justru meringankan beban masyarakat lewat kebijakan harga. Itu bukan tanda pelemahan daya beli, tapi bagian dari stimulus fiskal,” kata Menkeu.

Ia juga menyebutkan bahwa hal ini menunjukkan efektivitas kebijakan fiskal dalam menjaga stabilitas harga tanpa mengorbankan konsumsi masyarakat. “Diskon harga seperti ini adalah alat kebijakan, bukan tanda-tanda krisis,” tegasnya.

Konteks Ekonomi Makro Indonesia Awal 2025

Kondisi makroekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 relatif stabil dengan pertumbuhan ekonomi yang masih berada di kisaran 5,1–5,2 persen. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan, didukung oleh daya beli masyarakat yang tetap terjaga.

Data dari Bank Indonesia dan Kementerian Perdagangan menunjukkan adanya tren belanja positif pada sektor-sektor tertentu, terutama di wilayah urban. Hal ini menjadi indikator bahwa masyarakat tetap aktif dalam kegiatan ekonomi, meski terjadi tekanan harga pada beberapa komoditas pangan akibat faktor cuaca dan logistik.

Respon Publik dan Tantangan Komunikasi Pemerintah

Meski demikian, persepsi masyarakat terhadap deflasi masih kerap dikaitkan dengan penurunan ekonomi. Menurut sejumlah pengamat, hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap jenis-jenis deflasi serta kontribusi tiap komponen dalam pembentukan IHK.

Ekonom dari Universitas Indonesia, Dr. Dinar Eko Wahyuni, menyatakan bahwa komunikasi fiskal dan statistik ekonomi memang masih menjadi tantangan besar di Indonesia.

“Selama ini kita kurang membedakan antara inflasi atau deflasi yang terjadi karena pasar dan yang terjadi karena intervensi pemerintah. Padahal dampaknya bisa sangat berbeda. Deflasi karena diskon listrik adalah fenomena kebijakan, bukan pelemahan sektor konsumsi,” jelas Dinar.

Oleh karena itu, menurut Dinar, kejelasan dari Menkeu Sri Mulyani patut diapresiasi karena memberi konteks pada angka yang rawan disalahartikan.

Pemerintah Fokus pada Stabilitas Harga dan Perlindungan Konsumen

Dalam jangka menengah, pemerintah tetap menargetkan inflasi di rentang 2,5 ± 1 persen. Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia serta lembaga terkait lainnya terus memantau perkembangan harga dan daya beli masyarakat untuk memastikan bahwa stabilitas harga tercapai tanpa menghambat pertumbuhan.

Kebijakan seperti diskon listrik, subsidi energi, dan bantuan sosial bersifat sementara dan strategis, sebagai bagian dari peran negara dalam menjaga kesejahteraan masyarakat terutama di tengah tekanan global seperti geopolitik dan perubahan iklim.

“Intinya, kami ingin masyarakat tetap memiliki ruang untuk konsumsi dan tidak terbebani biaya hidup, terutama pada kebutuhan dasar seperti listrik dan transportasi,” tambah Sri Mulyani.

Deflasi yang Menguntungkan?

Tidak semua deflasi membawa sinyal negatif. Dalam konteks Indonesia pada awal 2025, deflasi justru menjadi bukti keberhasilan pemerintah dalam mengelola harga dan memberi insentif langsung kepada masyarakat.

Klarifikasi Sri Mulyani menjadi penting untuk mengubah narasi bahwa penurunan indeks harga selalu berarti sesuatu yang buruk. Dalam hal ini, justru sebaliknya: kebijakan fiskal bekerja sebagaimana mestinya untuk melindungi rakyat dan menjaga daya beli di tengah situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index