JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dalam upaya memperkuat ketahanan energi nasional dengan melegalkan sumur minyak yang dikelola masyarakat. Melalui regulasi terbaru yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi sumber daya migas di luar skema konvensional mulai mendapat pengakuan resmi dan dukungan pengelolaan. Kebijakan ini diharapkan mampu menambah produksi minyak hingga 15.000 barel per hari, sekaligus mendorong partisipasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam sektor energi nasional.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 secara khusus mengatur kerja sama pengelolaan bagian wilayah kerja sama untuk peningkatan produksi minyak dan gas bumi. Regulasi ini menghadirkan skema kolaborasi baru yang melibatkan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) dengan mitra seperti BUMD, koperasi, dan UMKM, terutama dalam mengelola sumur minyak tua maupun sumur minyak yang dioperasikan masyarakat. Dengan kebijakan ini, sumur migas yang sebelumnya berada di luar pengawasan resmi kini bisa dikelola secara terstruktur dan legal.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot, menyatakan bahwa aturan tersebut merupakan langkah penting untuk mendukung ketahanan energi nasional dan mendekatkan Indonesia pada cita-cita swasembada energi. "Kita mendorong perusahaan-perusahaan KKKS yang sudah diberikan konsesi wilayah kerja bisa meningkatkan produksi," ujarnya. Dorongan tersebut tak hanya berlaku bagi perusahaan besar, melainkan juga bagi sumur migas yang diusahakan oleh masyarakat yang tersebar di berbagai daerah.
Menurut Yuliot, sumur-sumur migas yang dikelola masyarakat memiliki potensi besar dalam menambah lifting minyak nasional. “Dari sumur-sumur yang dikelola masyarakat tersebut, terdapat potensi penambahan lifting minyak sebanyak 10-15 ribu barel per hari. Kita harapkan bisa lebih dari 15 ribu, tetapi target optimis dari Kementerian ESDM adalah sekitar 10 ribu sampai dengan 15 ribu barel per hari,” jelasnya. Ini menjadi peluang signifikan untuk meningkatkan pasokan migas tanpa harus bergantung sepenuhnya pada sumber-sumber migas besar dan terkonvensional.
Melalui Peraturan Menteri ini, pengelolaan sumur migas masyarakat akan berada dalam naungan BUMD, koperasi, atau UMKM yang bekerja sama dengan KKKS. Pembentukan UMKM dapat dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam wilayah kerja (WK) tertentu, sedangkan koperasi beranggotakan masyarakat pengelola sumur. Selain itu, penghimpunan kegiatan usaha juga bisa dilakukan oleh BUMD sebagai mitra pengelola. Dengan model ini, pengelolaan sumur migas tidak lagi bersifat individual dan ilegal, melainkan terstruktur dalam bentuk kemitraan resmi yang menguntungkan semua pihak.
Selain fokus pada sumur migas yang dikelola masyarakat, regulasi ini juga mengatur berbagai bentuk kerja sama operasi dan teknologi antara kontraktor wilayah kerja dengan mitra. Dalam skema kerja sama sumur, mitra mendapat imbalan sebesar 70 persen dari harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP). Sedangkan pada skema kerja sama lapangan atau struktur, mitra memperoleh imbalan hingga 85 persen dari jatah bagi hasil KKKS. Hal ini bertujuan memberikan insentif bagi mitra yang menanggung investasi, biaya, dan risiko operasional dalam pengelolaan sumur dan lapangan migas.
“Ini bisa di sumur atau lapangan yang ideal, kemudian bisa juga di sumur lapangan yang berproduksi, mitra menanggung investasi dan biaya, dan risiko dalam pelaksanaan kegiatan dalam kerjasama dengan perusahaan KKKS ini,” tambah Yuliot. Mekanisme ini membuka peluang bagi berbagai pihak, terutama BUMD, koperasi, dan UMKM, untuk lebih aktif berpartisipasi dalam sektor migas dengan dukungan teknis dan manajemen dari KKKS.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 juga mengakomodasi kerja sama pengusahaan sumur tua. Sumur-sumur tua yang sebelumnya dikelola secara kurang optimal kini dapat diambil alih oleh BUMD atau koperasi setelah mendapat rekomendasi bupati dan persetujuan gubernur. Skema kerja sama pengusahaan sumur tua ini sebenarnya sudah berjalan sejak 2008, berlandaskan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.
Data menunjukkan saat ini terdapat sekitar 1.400 sumur tua yang masih berproduksi dengan kontribusi sekitar 1.600 barel per hari. Sumur-sumur ini tersebar di sejumlah provinsi seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Jambi. Optimalisasi pengelolaan sumur tua ini menjadi salah satu cara pemerintah meningkatkan produksi migas tanpa harus mengeksplorasi wilayah baru yang mahal dan berisiko tinggi.
Langkah legalisasi sumur migas masyarakat ini juga sekaligus menjadi upaya mengurangi praktik pengelolaan sumur ilegal yang berpotensi membahayakan lingkungan dan keselamatan kerja. Insiden seperti ledakan sumur minyak ilegal di Musi Banyuasin yang menewaskan pekerja menjadi peringatan penting bagi semua pihak bahwa pengelolaan migas harus dilakukan dengan standar keamanan yang ketat dan pengawasan resmi.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menciptakan ekosistem migas yang lebih inklusif, di mana masyarakat lokal, BUMD, koperasi, dan UMKM dapat berperan aktif dan mendapatkan manfaat ekonomi dari sumber daya alam yang ada di wilayah mereka. Tidak hanya meningkatkan produksi, langkah ini juga memperkuat aspek sosial dan ekonomi di daerah.
Secara keseluruhan, Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 membuka babak baru dalam pengelolaan migas Indonesia. Regulasi ini mengintegrasikan potensi sumur migas masyarakat ke dalam sistem yang sah dan efisien, sekaligus memberikan insentif bagi berbagai pihak untuk meningkatkan produksi. Dengan tambahan lifting minyak hingga 15.000 barel per hari, diharapkan ketahanan energi nasional semakin kuat dan Indonesia makin dekat dengan target swasembada energi.