Kuliner

Rujak Es Krim Khas Jogja, Kuliner Tradisional yang Langka namun Tetap Bertahan di Tengah Gempuran Makanan Kekinian

Rujak Es Krim Khas Jogja, Kuliner Tradisional yang Langka namun Tetap Bertahan di Tengah Gempuran Makanan Kekinian
Rujak Es Krim Khas Jogja, Kuliner Tradisional yang Langka namun Tetap Bertahan di Tengah Gempuran Makanan Kekinian

JAKARTA – Di tengah derasnya arus tren kuliner modern, satu sajian tradisional dari Yogyakarta tetap bertahan sebagai simbol keberanian rasa: rujak es krim. Kuliner unik ini tidak hanya menyuguhkan perpaduan yang tak biasa antara buah pedas dan es krim dingin, tetapi juga menjadi representasi cita rasa lokal yang langka dan penuh makna budaya.

Meski bukan makanan populer yang mudah ditemui di restoran besar atau viral di media sosial, rujak es krim tetap memikat pecinta kuliner tradisional karena keunikan rasa dan sejarahnya. Kuliner ini biasa disajikan dalam mangkuk plastik sederhana, dengan potongan buah lokal seperti nanas, kedondong, mentimun, dan bengkuang yang disiram sambal gula merah pedas. Di atasnya, satu scoop es krim susu buatan rumahan diletakkan sebagai penutup.

Es krim yang digunakan bukanlah produk pabrikan. Biasanya berwarna putih, tidak terlalu manis, dan memiliki tekstur yang padat. Kombinasi ini menciptakan sensasi rasa yang kompleks dan kontras: dingin bertemu pedas, manis bertemu asam, dan lembut berpadu renyah.

“Ketika suapan pertama masuk ke mulut, ada benturan suhu dan rasa: dingin bertemu pedas, manis bertemu asam, lembut bertemu renyah. Kontras yang tajam itu tidak menciptakan kekacauan, melainkan harmoni yang membingungkan sekaligus memikat,” tulis Azelia Rezqi Furqani, seorang penikmat kuliner dan blogger di Kompasiana.

Rasa yang dihasilkan oleh rujak es krim memang sulit didefinisikan secara langsung. Ia tidak mengikuti kaidah umum tentang rasa yang cocok atau lazim dalam kuliner. Namun justru karena itulah, rujak es krim menjadi daya tarik tersendiri. “Ia kompleks, membingungkan, bahkan cenderung menantang persepsi umum tentang ‘cocok’ dalam kuliner,” lanjut Azelia.

Simbol Perlawanan terhadap Globalisasi Rasa

Dalam kondisi saat ini, rujak es krim bisa dikatakan sebagai “kuliner perlawanan” terhadap dominasi makanan kekinian yang cenderung meniru cita rasa luar negeri. Saat restoran-restoran modern berlomba menghadirkan tren makanan global, rujak es krim berdiri kukuh sebagai inovasi yang lahir dari dapur sederhana masyarakat Jogja.

“Ia adalah bentuk perlawanan halus terhadap pola pikir bahwa makanan harus selalu sesuai norma rasa yang umum,” tulis Azelia. Inilah yang membuat rujak es krim tidak sekadar makanan, tapi juga narasi budaya yang menyampaikan pesan tentang keberanian bereksperimen dan mempertahankan warisan.

Mulai Langka dan Terdesak Zaman

Sayangnya, keberadaan rujak es krim kini semakin sulit ditemukan. Jumlah penjualnya terus menurun, seiring dengan bertambahnya usia para pedagang dan minimnya regenerasi. Banyak di antara mereka adalah generasi tua yang tidak sempat mewariskan keahlian ini pada anak-anaknya. Ada pula yang harus berhenti karena keterbatasan fisik.

Kini, rujak es krim hanya bisa dijumpai di beberapa sudut kota, seperti dekat pasar tradisional, di gang-gang sempit, atau di bawah pohon rindang pinggir jalan. Keberadaan mereka makin langka, menjadikan kuliner ini semacam “harta karun rasa” yang tersembunyi.

Menggugah Rasa dan Kenangan

Lebih dari sekadar panganan, rujak es krim memuat cerita masa kecil, kebiasaan masyarakat, dan keberanian menciptakan rasa di luar pakem. Banyak yang menyebut makanan ini sebagai bukti bahwa kelezatan tidak selalu lahir dari kombinasi yang masuk akal.

“Rujak es krim bukan sekadar makanan. Ia adalah cerita tentang keberanian bereksperimen, tentang kenangan masa kecil, tentang budaya kuliner yang terus bertahan meski tak pernah tampil di panggung besar,” tulis Azelia dalam catatannya.

Rujak es krim tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menyentuh sisi emosional. Saat seseorang mencicipinya, mereka tak sekadar merasakan campuran rasa, tetapi juga mengenang kesederhanaan masa lalu, tradisi keluarga, dan kearifan lokal yang mulai menghilang.

Warisan Rasa yang Perlu Dijaga

Pemerintah daerah dan pelaku kuliner diharapkan mulai memberikan perhatian terhadap eksistensi rujak es krim. Langkah-langkah seperti pelatihan regenerasi, festival makanan tradisional, hingga digitalisasi promosi dapat menjadi solusi untuk mengangkat kembali kuliner ini ke panggung yang lebih luas tanpa menghilangkan keaslian rasanya.

Sebab, jika dibiarkan terus meredup, bukan tidak mungkin rujak es krim akan hilang sepenuhnya dalam satu generasi ke depan.

Di tengah hiruk pikuk modernisasi dan derasnya budaya luar yang membanjiri dunia kuliner, rujak es krim tetap menjadi pengingat bahwa Indonesia—terutama Yogyakarta—memiliki kekayaan rasa yang tak tertandingi.

Seperti yang ditulis Azelia, “Rasa tidak harus selalu masuk akal untuk bisa menyentuh hati.”

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index