JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mempersiapkan sidang terkait dugaan praktik kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau peer-to-peer (P2P) lending. Sebanyak 97 perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menjadi terlapor dalam kasus ini. KPPU menduga adanya kesepakatan penetapan suku bunga harian secara seragam, yakni 0,8% per hari, yang kemudian diturunkan menjadi 0,4% pada tahun 2021.
Penyelidikan KPPU dan Bukti yang Diperoleh
KPPU telah melakukan penyelidikan sejak Oktober 2023 dan menemukan bukti yang cukup untuk melanjutkan kasus ini ke tahap pemberkasan. Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, menyatakan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti kuat yang akan dibawa ke persidangan setelah proses pemberkasan selesai. "Sudah ada bukti kuat yang akan disajikan di persidangan setelah pemberkasan selesai," ujarnya.
KPPU juga menekankan bahwa fokus penyelidikan adalah pada periode sebelum kebijakan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberlakukan. Meskipun ada aturan baru, penegakan hukum tetap diperlukan untuk melindungi konsumen dan memberikan efek jera bagi pelaku usaha.
Tuduhan Kartel dan Respons AFPI
AFPI membantah tuduhan adanya praktik kartel dalam industri pinjaman online. Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, menegaskan bahwa penetapan bunga bertujuan untuk melindungi konsumen, bukan membentuk kartel. "Menurut kami, ini bukan kartel, tetapi bentuk perlindungan konsumen agar bunga pinjol tidak terlalu tinggi. Pinjol ilegal justru lebih berbahaya karena mengenakan bunga sangat mencekik masyarakat," ujarnya.
AFPI juga menjelaskan bahwa penetapan suku bunga maksimum 0,4% per hari merupakan hasil diskusi bersama OJK dan telah disepakati oleh para anggota sebagai code of conduct. "Waktu itu kami masih ingat dari bunga 0,8% per hari, langsung drastis turun ke 0,4% per hari itu atas diskusi dengan OJK," kata Entjik.
Lebih lanjut, AFPI memiliki Komite Etik yang independen dan bertugas untuk menindak anggota yang melanggar ketentuan. "Jika terdapat bukti bahwa melanggar, maka anggota bisa dikenakan sanksi atau platform tersebut dikenakan sanksi. Itu sudah pernah kita lakukan," kata Entjik.
Peran Strategis Industri Fintech Lending
Industri fintech lending memiliki peran strategis dalam mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Dengan lebih dari 1,38 juta pemberi pinjaman aktif dan 125,51 juta akun peminjam terdaftar, sektor ini telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian digital. Namun, praktik-praktik anti-persaingan harus dihentikan dan dicegah sejak dini karena berdampak luar biasa bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat kecil dan menengah.
Tantangan dan Harapan ke Depan
KPPU berharap sidang ini dapat memberikan kejelasan dan keadilan bagi semua pihak terkait. "Penegakan hukum persaingan bertujuan untuk mengembalikan kepentingan konsumen yang dirugikan serta memberikan efek jera," kata Deswin.
Sementara itu, AFPI berharap agar KPPU tidak memperpanjang kasus ini dan lebih fokus pada pemberantasan pinjol ilegal yang merugikan masyarakat. "Musuh kita bersama adalah pinjol ilegal. Mari kita bersama-sama menekan keberadaannya karena justru merugikan dan menyengsarakan masyarakat," tutup Entjik.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut perlindungan konsumen dan keberlanjutan industri fintech lending di Indonesia. Semua pihak berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil, serta menghasilkan keputusan yang dapat menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat.