JAKARTA - Di tengah dinamika ekonomi global yang tak kunjung pasti, pertanyaan klasik soal instrumen investasi kembali mencuat: emas atau properti, mana yang lebih aman dan menguntungkan? Pertanyaan ini tidak hanya menghantui investor kawakan di pasar modal, tapi juga menjadi renungan banyak warga pensiunan, profesional muda, hingga masyarakat kelas menengah yang mulai menata rencana finansial jangka panjang.
Tidak sedikit yang berada dalam posisi serupa dengan Pak Raka, pensiunan pegawai negeri yang kini menikmati masa tua dengan ketertarikan besar pada isu-isu ekonomi. Suatu sore, sembari menyesap teh jahe dan membaca berita keuangan dari tablet di tangannya, ia mendapati dua grafik yang membuatnya berpikir dalam: harga emas global yang terus naik, dan indeks harga properti nasional yang tampak stagnan sejak beberapa kuartal terakhir.
“Mana yang lebih aman, ya?” gumamnya.
Pertanyaan ini sejatinya adalah representasi dari kegelisahan banyak kalangan. Di satu sisi, emas menawarkan perlindungan nilai (hedging) terhadap inflasi dan gejolak nilai tukar. Di sisi lain, properti menjanjikan kepemilikan riil yang bisa ditempati atau disewakan, sekaligus sebagai aset bernilai stabil.
Lalu, bagaimana menjawab keraguan seperti yang dirasakan Pak Raka?
Emas: Aset Safe Haven di Tengah Krisis
Dalam konteks global, emas kerap dijuluki sebagai “safe haven” alias tempat aman bagi investor ketika pasar keuangan sedang bergejolak. Ketika nilai tukar melemah, inflasi naik, atau terjadi ketidakpastian geopolitik, harga emas cenderung meningkat. Data historis menunjukkan bahwa selama periode krisis, permintaan terhadap emas fisik dan emas digital (melalui ETF atau aplikasi investasi) mengalami lonjakan.
Kenaikan harga emas dalam beberapa bulan terakhir bahkan mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa (all time high) di sejumlah bursa global. Hal ini diperkuat oleh keputusan bank sentral di berbagai negara yang kembali melonggarkan kebijakan moneter dan melemahkan suku bunga, sehingga mendorong investor mencari alternatif lindung nilai.
Keunggulan utama dari emas sebagai instrumen investasi adalah likuiditas tinggi dan akses mudah. Saat seseorang membutuhkan dana tunai, emas bisa dijual kapan saja, baik secara fisik maupun digital. Selain itu, emas tidak memerlukan biaya perawatan, perizinan, atau pajak properti tahunan seperti halnya rumah atau tanah.
Namun, emas bukan tanpa kelemahan. Ia tidak menghasilkan pendapatan pasif, dan keuntungan hanya bisa didapat dari selisih harga jual dan beli (capital gain). Dalam kondisi harga yang stagnan atau cenderung turun, investor emas harus bersabar lebih lama dibandingkan pemilik properti yang bisa memperoleh pemasukan dari sewa.
Properti: Stabilitas Jangka Panjang dan Nilai Riil
Sementara itu, properti masih menjadi primadona investasi jangka panjang bagi masyarakat Indonesia. Meski pertumbuhannya terlihat stagnan dalam beberapa kuartal terakhir, sektor properti tetap mencerminkan nilai nyata yang tidak tergerus oleh inflasi. Rumah, tanah, dan apartemen memiliki utilitas langsung—bisa ditempati, disewakan, atau digunakan sebagai agunan kredit.
Menurut data dari sejumlah pengembang dan asosiasi properti, permintaan hunian masih tetap tinggi, terutama di segmen rumah tapak dengan harga terjangkau di daerah penyangga kota besar. Generasi milenial mulai menunjukkan ketertarikan untuk memiliki rumah pertamanya, terlebih dengan skema kredit properti yang makin fleksibel dan didukung oleh suku bunga rendah.
Investasi properti juga menawarkan pendapatan pasif dalam bentuk sewa. Hal ini menjadi keunggulan tersendiri bagi pensiunan atau pemilik modal yang ingin memperoleh aliran dana rutin setiap bulan. Ditambah lagi, properti memberikan keuntungan dari kenaikan nilai tanah (land appreciation) yang terus berlangsung seiring pembangunan infrastruktur dan perkembangan kawasan.
Namun, kendala properti tetap ada. Biaya awal yang besar, seperti uang muka, pajak pembelian, notaris, serta perawatan rutin bisa menjadi tantangan. Selain itu, properti memiliki likuiditas rendah: tidak bisa dijual sewaktu-waktu tanpa waktu tunggu dan proses administratif yang panjang.
Melihat Konteks: Tujuan Investasi dan Profil Risiko
Untuk menjawab pertanyaan “emas atau properti?”, penting bagi investor seperti Pak Raka atau siapa pun yang mempertimbangkan pilihan ini, untuk melihat tujuan investasi dan profil risiko pribadi.
Jika tujuan investasi adalah perlindungan jangka pendek terhadap nilai uang atau diversifikasi aset yang cepat dicairkan, maka emas bisa menjadi pilihan yang tepat. Terlebih bila investor mengantisipasi gejolak global dalam waktu dekat atau potensi inflasi tinggi.
Namun, jika orientasi investor adalah membangun kekayaan jangka panjang, memperoleh pendapatan pasif, atau ingin memiliki aset yang terus tumbuh nilainya seiring waktu, maka properti memberikan keuntungan lebih nyata, meskipun dengan proses yang lebih kompleks.
Tidak sedikit pula investor yang memilih menggabungkan keduanya—membeli emas sebagai instrumen lindung nilai dan properti untuk tujuan kapitalisasi jangka panjang. Strategi ini dinilai mampu mengurangi risiko, sekaligus memaksimalkan potensi pertumbuhan nilai aset.
Kembali ke Kebutuhan dan Kapasitas
Sore di teras rumah Pak Raka pun berganti menjadi malam. Tablet di tangannya masih menampilkan dua grafik yang kontras: emas terus naik, properti datar. Namun kini, bukan grafik yang ia renungi, melainkan pertanyaan yang lebih mendalam: “Bukan soal mana yang paling untung, tapi mana yang paling cocok untukku.”
Dan itulah esensi dari setiap keputusan finansial: menyesuaikan pilihan investasi dengan kebutuhan, kapasitas, dan kenyamanan masing-masing.