JAKARTA - Fenomena merangkap jabatan di tubuh pemerintahan kembali mencuat ke publik. Per 10 Juli 2025, sebanyak 30 wakil menteri (wamen) dalam Kabinet Merah Putih diketahui turut mengemban jabatan sebagai komisaris di sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ini menambah sorotan terhadap praktik jabatan ganda, terutama ketika mereka mengisi posisi strategis dalam perusahaan pelat merah di sektor energi dan layanan publik.
Meski dianggap sebagai bagian dari strategi penguatan tata kelola perusahaan, kehadiran para pejabat tinggi negara di jajaran komisaris BUMN juga menimbulkan sejumlah pertanyaan. Apakah rangkap jabatan ini akan memperkuat kinerja perusahaan negara, atau justru membuka celah terhadap potensi konflik kepentingan?
Nama-Nama yang Masuk Daftar
Dalam daftar nama yang dikonfirmasi menduduki posisi komisaris, terdapat tokoh-tokoh seperti Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Ia kini menjabat sebagai komisaris PT Pertamina Hulu Energi, salah satu anak usaha subholding hulu dari PT Pertamina (Persero).
Selain itu, Ferry Juliantono, Wakil Menteri Koperasi, turut ditunjuk sebagai komisaris di PT Pertamina Patra Niaga, subholding yang bergerak di bidang komersial dan niaga.
Pengangkatan dua tokoh ini merupakan bagian dari rotasi dan peremajaan jajaran komisaris di sejumlah perusahaan BUMN besar. Bersama mereka, nama-nama lain seperti Denny Januar Ali (Denny JA), Muhammad Qodari, Iggi Haruman Achsien, serta Tina Talisa juga mendapat mandat baru.
Perspektif Pemerintah: Kolaborasi Strategis
Pemerintah menyampaikan bahwa pengangkatan wamen ke posisi komisaris adalah bagian dari strategi mendorong sinkronisasi kebijakan publik dengan operasional perusahaan BUMN. Para pejabat dianggap membawa nilai tambah dalam bentuk keahlian, jaringan, dan pemahaman terhadap kebijakan negara.
Penempatan Stella Christie di sektor energi, misalnya, dinilai selaras dengan latar belakang keilmuannya serta fokus pemerintah terhadap transisi energi dan penguatan riset. Sementara itu, Ferry Juliantono diyakini dapat membawa semangat pemberdayaan ekonomi rakyat melalui perannya di distribusi energi nasional.
Susunan Komisaris di Pertamina Hulu Energi
PT Pertamina Hulu Energi, tempat Stella Christie ditugaskan, kini memiliki susunan dewan komisaris sebagai berikut:
Denny Januar Ali (Komisaris Utama & Independen)
Muhammad Qodari
Stella Christie
Iggi Haruman Achsien (Komisaris Independen)
Nanang Untung
Wahyu Setiawan
Andika Pandu Puragabaya
Nepos MT Pakpahan
Perusahaan ini berperan sebagai pengelola utama kegiatan hulu minyak dan gas dalam grup Pertamina. Keberadaan tokoh-tokoh dengan latar belakang beragam diharapkan memberikan pengawasan strategis dan menjembatani komunikasi dengan pemerintah pusat.
Susunan Komisaris di Pertamina Patra Niaga
Sementara itu, di tubuh Pertamina Patra Niaga — unit bisnis yang mengurusi distribusi BBM dan niaga energi — posisi komisaris juga diisi oleh sejumlah nama baru, yakni:
Sudung Situmorang (Komisaris Utama)
Ferry Juliantono
Tina Talisa
Panel Barus
Rini Widyastuti
Andy Rachmianto
Ahmad Erani Yustika
Siti Zahra Aghnia (Komisaris Independen)
Struktur ini memperlihatkan dominasi tokoh pemerintahan dan publik figur dalam jajaran pengawas perusahaan, yang menandakan adanya kehendak untuk menghubungkan urusan bisnis negara dengan kepentingan kebijakan nasional.
Sorotan Publik: Efektivitas atau Beban Etik?
Meski pengangkatan ini sah secara hukum, publik tetap mempertanyakan efektivitas dan etika dari rangkap jabatan tersebut. Beberapa pengamat menilai bahwa para wamen telah memikul tanggung jawab besar di kementerian masing-masing. Maka, keterlibatan aktif mereka sebagai komisaris dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan, atau bahkan menurunkan fokus terhadap tugas utama sebagai pelaksana kebijakan publik.
Apalagi beberapa BUMN tersebut, seperti Pertamina Patra Niaga, sebelumnya sempat tersandung kasus hukum terkait impor dan pengoplosan minyak. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan bahwa peran komisaris tidak hanya membutuhkan integritas, tetapi juga dedikasi penuh waktu untuk pengawasan yang efektif.
Regulasi dan Transparansi Diperlukan
Pakar tata kelola perusahaan menyarankan agar pemerintah meninjau ulang kebijakan pengangkatan pejabat aktif ke jajaran komisaris BUMN. Meskipun tidak melanggar peraturan, namun dari sisi good governance, rangkap jabatan bisa mengaburkan batas antara regulator dan operator.
Transparansi juga menjadi tuntutan masyarakat. Daftar nama, tugas, honorarium, serta kontribusi para komisaris yang berasal dari kalangan pejabat publik harus dibuka secara berkala kepada masyarakat. Tujuannya bukan sekadar untuk pengawasan, melainkan memastikan bahwa jabatan tersebut benar-benar dijalankan secara produktif dan akuntabel.
Menjaga Integritas di Tengah Peran Ganda
Dengan semakin banyaknya wakil menteri yang menjabat komisaris BUMN, pemerintah perlu berhati-hati dalam menjaga keseimbangan antara kebijakan dan pengawasan, serta memitigasi risiko benturan kepentingan. Bila penempatan ini mampu menciptakan sinergi antara dunia birokrasi dan korporasi, tentu akan membawa manfaat besar. Namun, jika sebaliknya, maka hal ini bisa menjadi beban tambahan yang merusak citra institusi negara.
Dengan demikian, publik menunggu, bukan hanya kinerja para komisaris baru ini, tetapi juga ketegasan pemerintah dalam menjamin bahwa prinsip-prinsip profesionalisme dan integritas tetap dijaga di ruang strategis milik negara.