Lombok Jadi Contoh Transisi Listrik Energi Hijau di Timur Indonesia

Rabu, 09 Juli 2025 | 09:14:59 WIB
Lombok Jadi Contoh Transisi Listrik Energi Hijau di Timur Indonesia

JAKARTA - Transformasi sektor energi di Nusa Tenggara Barat (NTB) kini memasuki fase penting dalam mendukung komitmen nasional terhadap pengurangan emisi karbon. Di tengah upaya mendorong ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan, PLN Unit Induk Wilayah NTB mengambil langkah konkret melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di berbagai wilayah, khususnya Pulau Lombok. Inisiatif ini bukan hanya mencerminkan kontribusi terhadap Net Zero Emission (NZE) nasional, tetapi juga menggambarkan keseriusan daerah untuk menjadi pionir energi hijau di kawasan timur Indonesia.

General Manager PLN UIW NTB, Sri Heny Purwanti, mengungkapkan bahwa langkah strategis ini merupakan bagian dari visi besar untuk menjadikan NTB sebagai provinsi yang lebih cepat mencapai target NZE. NTB menargetkan capaian tersebut pada 2050, atau sepuluh tahun lebih cepat dari target nasional.

"Saat ini total kapasitas terpasang PLTS di sistem Lombok telah mencapai 22,42 MW. PLTS ini tersebar di berbagai lokasi seperti Peringgabaya, Selong, Sengkol, dan Sambelia. Ini menjadi bukti nyata bahwa pengembangan energi terbarukan menjadi prioritas utama PLN di NTB," ujar Sri Heny.

Kontribusi PLTS terhadap total daya terpasang di Lombok kini mencapai sekitar 4,3 persen. Meskipun angka ini masih terbilang kecil secara nasional, namun peranannya sangat besar dalam mendorong bauran energi baru terbarukan (EBT) di tingkat daerah. Dengan kondisi geografis NTB yang memiliki paparan sinar matahari optimal sepanjang tahun, potensi energi surya menjadi sumber paling realistis dan efisien untuk dimanfaatkan.

Lebih lanjut, PLN mencatat bahwa peningkatan PLTS dibandingkan pembangkit EBT lainnya didorong oleh sejumlah faktor. Di antaranya adalah biaya pemasangan yang makin terjangkau, teknologi yang semakin efisien, serta dampak lingkungan yang minim karena tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca selama beroperasi.

Dalam operasionalnya, PLTS dinilai mampu menurunkan emisi karbon dengan faktor emisi sekitar 1,11 ton CO₂ per megawatt hour (MWh). Ini menjadi salah satu keunggulan utama energi surya dibandingkan sumber energi berbasis fosil, yang selama ini masih mendominasi sistem kelistrikan nasional.

Namun, pengembangan PLTS tidak lepas dari tantangan, terutama terkait stabilitas pasokan listrik. Untuk mengatasi kendala intermitensi—yakni ketidakstabilan pasokan akibat fluktuasi intensitas sinar matahari—PLN NTB telah menyiapkan teknologi pendukung berupa Battery Energy Storage System (BESS). Teknologi penyimpanan ini akan menjadi kunci untuk memastikan kontinuitas pasokan listrik dari PLTS, sekaligus menjaga keandalan sistem kelistrikan.

“PLTS adalah salah satu langkah strategis kami untuk mempercepat bauran EBT dan mencapai Net Zero Emission 2050 di NTB. Penggunaan BESS akan menjadikan sistem energi surya jauh lebih stabil dan efisien,” tutur Sri Heny.

Dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PLN menetapkan target ambisius berupa penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 334 MW untuk PLTS+BESS di NTB. Tak hanya berhenti pada energi surya, PLN juga akan mengembangkan pembangkit dari potensi energi angin, air, arus laut, panas bumi, dan biomassa.

Langkah ini diperkirakan mampu mendorong porsi energi terbarukan dalam bauran listrik NTB hingga mencapai 25,2 persen pada 2034, suatu pencapaian besar bagi kawasan yang selama ini masih sangat bergantung pada energi berbasis bahan bakar minyak.

Pentingnya kolaborasi menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi transisi energi di NTB. PLN terus menjalin kerja sama erat dengan pemerintah daerah dan pusat untuk menyederhanakan proses perizinan serta merumuskan regulasi teknis yang mendukung percepatan proyek energi terbarukan.

Dukungan pemerintah daerah juga menjadi penguat dalam menyukseskan transisi energi bersih. Dengan pendekatan yang sistematis, PLN UIW NTB memastikan bahwa seluruh program pengembangan PLTS dapat berjalan efektif, terencana, dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

Sri Heny juga menegaskan bahwa manfaat dari transisi energi hijau tidak terbatas pada aspek lingkungan, tetapi juga berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi lokal. Pengembangan energi terbarukan membuka peluang kerja baru, menumbuhkan industri penunjang, serta mendorong kemandirian energi desa-desa terpencil.

"Transisi menuju energi bersih adalah investasi untuk masa depan NTB yang lebih hijau, mandiri energi, dan tangguh secara ekonomi," ujarnya.

Dengan roadmap yang jelas, strategi teknologi yang terukur, serta sinergi lintas sektor, PLN UIW NTB optimistis bahwa Pulau Lombok dan wilayah NTB akan menjadi model sukses pembangunan energi hijau di kawasan timur Indonesia. Proyek-proyek PLTS yang terus diperluas juga diharapkan dapat direplikasi di wilayah lain yang memiliki potensi serupa, menciptakan efek domino dalam mendorong energi bersih skala nasional.

Komitmen ini memperkuat posisi NTB sebagai pionir transformasi energi, membuktikan bahwa provinsi di luar Jawa pun mampu mengambil peran signifikan dalam perjuangan global melawan krisis iklim dan menuju masa depan energi yang berkelanjutan.

Terkini

Erick Thohir Mundur dari Komite Wasit, Ogawa Gantikan

Minggu, 13 Juli 2025 | 16:50:51 WIB

Bali Menuju Transportasi Listrik

Minggu, 13 Juli 2025 | 16:55:12 WIB

Lonjakan Penumpang Pelni di Belawan

Minggu, 13 Juli 2025 | 16:59:42 WIB

Syukuran Laut Penyeberangan

Minggu, 13 Juli 2025 | 17:04:09 WIB