Pajak Padel Disorot, Pemprov DKI Tegaskan Golf Sudah Dikenai PPN

Senin, 07 Juli 2025 | 15:16:22 WIB
Pajak Padel Disorot, Pemprov DKI Tegaskan Golf Sudah Dikenai PPN

JAKARTA - Polemik seputar kebijakan pajak hiburan yang dikenakan pada sejumlah cabang olahraga berbayar di Jakarta kembali mencuat. Salah satu isu yang menyita perhatian publik adalah perbedaan perlakuan perpajakan antara olahraga padel dan golf. Masyarakat mempertanyakan mengapa padel dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen, sementara golf—yang dikenal sebagai olahraga eksklusif—tidak terkena kebijakan serupa.

Isu ini menjadi ramai diperbincangkan terutama di kalangan pengguna media sosial yang menilai kebijakan tersebut tidak adil. Banyak yang mempertanyakan keistimewaan golf dalam struktur perpajakan hiburan di Ibu Kota. Namun, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung angkat suara dan memberikan penjelasan tegas mengenai perbedaan ini.

Golf Tidak Kena PBJT karena Sudah Kena PPN

Menurut Pramono, olahraga golf tidak termasuk dalam kategori yang dikenakan pajak hiburan karena sudah terlebih dahulu dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen. Artinya, golf tidak lagi dikenai PBJT sebesar 10 persen karena pemberlakuan pajak ganda dilarang dalam sistem perpajakan nasional.

“Golf sudah dikenakan PPN. Sehingga pajak itu tidak boleh ganda. PPN-nya golf 11 persen. Jadi padel dikenakan 10 persen, golf 11 persen,” tegas Pramono dalam keterangannya di Jakarta.

Pernyataan ini sekaligus meluruskan asumsi bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membebaskan golf dari kewajiban pajak hiburan. Menurutnya, aturan ini tidak dibuat oleh Pemprov DKI, melainkan merupakan amanat dari perundang-undangan yang berlaku secara nasional.

Padel Terdampak Aturan PBJT

Sementara itu, padel sebagai olahraga yang sedang naik daun justru masuk dalam kategori hiburan dan olahraga yang dikenai PBJT 10 persen. Padel tergolong dalam daftar 21 jenis olahraga yang menurut undang-undang masuk kategori hiburan berbayar, dan dengan demikian tunduk pada aturan perpajakan tersebut.

“Undang-undang kita sudah mengatur pajak hiburan dan pajak pertandingan. Semua yang menyangkut pajak hiburan olahraga itu semuanya terkena pajak. Ada 21. Termasuk tenis, renang, basket, bola voli, padel,” jelas Pramono.

Ia pun menegaskan bahwa Pemprov DKI hanya menjalankan amanat dari undang-undang dan tidak memiliki wewenang untuk memilih-milih jenis olahraga mana yang akan dikenakan pajak hiburan. Penetapan besaran 10 persen bagi olahraga tertentu tidak muncul atas inisiatif pemerintah daerah, melainkan sudah termuat dalam regulasi nasional yang berlaku.

“Untuk basket, padel, renang dan sebagainya adalah 10 persen. Jadi itulah yang diatur. Dan kami mengatur itu bukan karena inisiatif dari pemerintah Jakarta, tapi undang-undang yang mengatur itu,” tambahnya.

Diminati Kalangan Menengah Atas

Lebih lanjut, Pramono menyinggung bahwa kegaduhan ini muncul salah satunya karena olahraga padel kini tengah menjadi tren di kalangan masyarakat menengah ke atas. Dengan kemunculan komunitas eksklusif dan fasilitas modern, padel perlahan menarik perhatian warga urban ibu kota.

“Ini kan menjadi rame karena padel. Dan padel ini terus terang saja, mohon maaf, rata-rata yang bermain adalah middle ke atas,” ujarnya.

Hal ini juga bisa menjadi alasan mengapa sorotan terhadap pajak olahraga padel menjadi lebih tajam dibandingkan olahraga lain yang juga dikenakan PBJT 10 persen namun tidak ramai diperdebatkan. Dalam konteks ini, Pemprov DKI menegaskan bahwa regulasi tidak memandang siapa pengguna jasa atau siapa yang bermain, namun murni pada klasifikasi kegiatan menurut hukum yang berlaku.

Semua Olahraga Berbayar Terkena Pajak

Sejalan dengan penjelasan sebelumnya, Pemprov DKI menyampaikan bahwa hampir seluruh kegiatan olahraga berbayar di ibu kota yang masuk dalam kategori hiburan dikenai pajak hiburan. Hal ini termasuk penggunaan fasilitas renang, lapangan basket, lapangan voli, serta berbagai jenis pertandingan olahraga lainnya.

Aturan ini juga dimaksudkan untuk mendukung penerimaan daerah melalui pajak dari sektor hiburan dan olahraga yang mengalami pertumbuhan pesat, terutama sejak pandemi mulai mereda dan masyarakat kembali aktif berolahraga.

Meskipun beberapa pihak menilai tarif pajak 10 persen cukup memberatkan, pihak pemerintah menyatakan bahwa penerapan pajak ini tidak bersifat diskriminatif dan semata mengikuti ketentuan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Pajak Ganda Tidak Diperbolehkan

Isu utama dalam perbedaan perlakuan terhadap padel dan golf sebenarnya berkaitan dengan prinsip dasar perpajakan: tidak boleh ada pajak ganda atas satu objek yang sama. Oleh karena itu, karena golf telah dikenakan PPN sebesar 11 persen, maka pengenaan PBJT atas kegiatan yang sama dinilai tidak sesuai.

Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan mengapa golf tidak dimasukkan dalam daftar olahraga yang dikenakan PBJT seperti padel dan lainnya.

Akhir Polemik

Dengan penjelasan yang disampaikan Gubernur Pramono Anung, diharapkan masyarakat bisa memahami dasar hukum dari pengenaan pajak olahraga hiburan di Jakarta. Pramono menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap aspirasi masyarakat namun menegaskan bahwa Pemprov hanya menjalankan peraturan pusat.

Polemik ini diharapkan segera mereda seiring dengan penjelasan yang lebih menyeluruh dari pihak terkait. Apalagi, seluruh kegiatan perpajakan seharusnya berlandaskan keadilan dan transparansi, bukan berdasarkan persepsi atau asumsi publik terhadap jenis olahraga tertentu.

Terkini