Sinyal Pengetatan Likuiditas, Perbankan Indonesia Masuki Era Selektivitas Kredit

Senin, 07 Juli 2025 | 14:55:23 WIB
Sinyal Pengetatan Likuiditas, Perbankan Indonesia Masuki Era Selektivitas Kredit

JAKARTA - Dalam dinamika ekonomi yang terus berubah, salah satu tantangan utama yang kini dihadapi industri perbankan Indonesia adalah pengetatan likuiditas. Hal ini tak hanya menjadi perhatian kalangan regulator dan pelaku pasar, tetapi juga disorot oleh lembaga keuangan internasional seperti DBS. Di tengah tekanan global dan regional, DBS menyampaikan pandangannya terhadap situasi keuangan di Tanah Air, terutama terkait bagaimana sektor perbankan harus menyesuaikan strategi dalam kondisi seperti ini.

Joanne Goh, Senior Investment Strategist DBS, secara terbuka mengakui bahwa likuiditas di industri perbankan Indonesia saat ini memang sedang mengalami tekanan. Dalam forum DBS Chief Investment Officer (CIO) Insights 2H25 yang bertajuk ‘The Global Pivot’, ia mengemukakan pandangan strategisnya terhadap implikasi dari kondisi tersebut, khususnya bagaimana hal ini akan memengaruhi penyaluran kredit ke depan.

“Jadi untuk likuiditas di Indonesia, ya, saat ini memang ketat. Jadi, untuk bank-bank, kami bersikap selektif terhadap yang masih memiliki likuiditas untuk menyalurkan pinjaman. Saya rasa itu sangat penting,” katanya, saat menjawab pertanyaan dari Media Asuransi, dikutip Senin, 7 Juli 2025.

Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa pasar keuangan Indonesia kini memasuki fase kehati-hatian, di mana para pelaku industri perbankan tidak lagi dapat menyalurkan kredit secara agresif seperti sebelumnya. Dalam kondisi likuiditas yang mengetat, bank-bank dituntut untuk mengevaluasi ulang profil risiko, kualitas debitur, serta efektivitas instrumen pendanaan yang tersedia.

Situasi ini tak muncul dalam ruang hampa. Pengetatan likuiditas secara global, termasuk tren kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral dunia, seperti The Fed dan European Central Bank, telah memberi tekanan tambahan terhadap perbankan di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Dalam konteks lokal, Bank Indonesia sendiri telah menaikkan suku bunga acuan dalam beberapa bulan terakhir guna meredam tekanan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Kebijakan ini secara otomatis berdampak pada biaya dana (cost of fund) di perbankan domestik.

Pengetatan likuiditas juga memicu berkurangnya ruang bagi bank untuk melakukan ekspansi kredit secara luas. Di satu sisi, kebutuhan pembiayaan dari sektor riil tetap tinggi, namun di sisi lain, bank harus memastikan bahwa likuiditas mereka tetap terjaga agar tak mengganggu operasional dan kesehatan portofolio kredit. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa selektivitas dalam menyalurkan pinjaman menjadi sangat penting saat ini.

“Jadi untuk likuiditas di Indonesia, ya, saat ini memang ketat. Jadi, untuk bank-bank, kami bersikap selektif terhadap yang masih memiliki likuiditas untuk menyalurkan pinjaman. Saya rasa itu sangat penting,” tegas Joanne Goh, menggarisbawahi urgensi kehati-hatian dalam menghadapi dinamika pasar saat ini.

Strategi selektif dalam penyaluran kredit bukan hanya berkaitan dengan ketersediaan dana, tetapi juga mencerminkan penilaian ulang terhadap kualitas peminjam dan sektor-sektor prioritas. Sektor dengan pertumbuhan stabil, manajemen risiko yang baik, dan prospek keberlanjutan yang jelas kemungkinan besar akan tetap menjadi incaran perbankan untuk ekspansi kredit. Sebaliknya, sektor dengan volatilitas tinggi atau yang sangat rentan terhadap guncangan eksternal akan dihindari atau setidaknya mendapatkan porsi kredit yang lebih konservatif.

Dalam konteks tersebut, peran analisis kredit menjadi semakin krusial. Bank harus memperkuat sistem pemantauan risiko, memastikan validitas data keuangan calon debitur, serta menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hal ini juga berlaku dalam hal pinjaman ritel, kredit konsumsi, hingga pembiayaan sektor usaha kecil dan menengah (UKM), yang meskipun berpotensi besar, tetap harus melewati proses evaluasi yang lebih tajam.

Kondisi pengetatan ini tak hanya berdampak pada perbankan itu sendiri, tetapi juga menciptakan efek lanjutan ke sektor-sektor lain, termasuk pasar modal dan industri pembiayaan non-bank. Investor akan lebih memperhatikan indikator kesehatan sistem keuangan, termasuk rasio likuiditas perbankan dan pertumbuhan kredit. Di sisi lain, perusahaan yang sangat bergantung pada pendanaan eksternal harus menyesuaikan strategi operasionalnya, termasuk mencari sumber pendanaan alternatif di luar kredit bank konvensional.

Forum CIO Insights DBS yang mengangkat tema ‘The Global Pivot’ memang relevan dengan apa yang terjadi saat ini. Dunia tengah berada pada titik balik, di mana arah kebijakan moneter, struktur rantai pasok global, dan dinamika geopolitik mengalami pergeseran signifikan. Dalam konteks inilah, stabilitas sistem keuangan nasional dan efisiensi alokasi dana menjadi sangat penting.

Joanne Goh, yang selama ini dikenal memiliki pandangan tajam terhadap pasar Asia Tenggara, menyampaikan bahwa langkah selektif ini bukan bentuk pesimisme, tetapi justru bagian dari strategi mitigasi risiko yang rasional. Dengan kata lain, bank yang mampu menjaga kehati-hatian dan fokus pada kualitas kredit akan lebih siap menghadapi tekanan yang mungkin muncul dalam paruh kedua tahun 2025 dan seterusnya.

“Jadi untuk likuiditas di Indonesia, ya, saat ini memang ketat. Jadi, untuk bank-bank, kami bersikap selektif terhadap yang masih memiliki likuiditas untuk menyalurkan pinjaman. Saya rasa itu sangat penting,” ujar Joanne, mengulang penekanan terhadap pentingnya disiplin likuiditas.

Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa industri perbankan Indonesia sedang berada pada titik transisi penting. Bukan hanya sekadar menyesuaikan diri dengan kondisi pasar, tetapi juga membentuk pola kerja baru yang lebih terukur, berbasis data, dan mengutamakan ketahanan jangka panjang. Perubahan pola ini mungkin tidak langsung terasa di permukaan, tetapi akan berdampak besar pada arah pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Di tengah ketidakpastian global yang masih membayangi, pendekatan yang terukur dan selektif dalam menyalurkan kredit bukan saja menjadi keniscayaan, melainkan juga langkah strategis untuk menjaga integritas sistem keuangan nasional. Dan sebagaimana disampaikan oleh Joanne Goh, kemampuan untuk tetap menjaga likuiditas sambil menjalankan fungsi intermediasi secara efektif akan menjadi penentu daya saing perbankan di era baru ini.

Terkini