JAKARTA - Pengelolaan sumber daya mineral di tingkat daerah menjadi isu penting dalam mendukung pembangunan ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) menghadapi tantangan sekaligus peluang dalam pengelolaan tambang galian C, yang kini makin terstruktur seiring penegakan regulasi dan administrasi yang ketat.
Berdasarkan data terbaru dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DPMPTSP dan Nakertrans) Abdya, terdapat delapan perusahaan tambang galian C yang telah memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) secara resmi. Hal ini menandakan kemajuan signifikan dalam tata kelola sumber daya mineral di wilayah tersebut, di mana setiap pelaku usaha di sektor pertambangan diwajibkan mengikuti aturan administratif yang berlaku demi menjamin kegiatan usaha yang tertib dan berkelanjutan.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala DPMPTSP dan Nakertrans Abdya, Drh. Rsez Muntasir, menegaskan bahwa seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Abdya telah memenuhi syarat administratif sesuai regulasi yang berlaku. Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mengawasi dan memastikan bahwa aktivitas pertambangan berjalan sesuai ketentuan hukum dan tata kelola yang baik.
Kepatuhan administratif ini sangat penting, mengingat industri tambang galian C—yang meliputi pasir, kerikil, batu, dan material nonlogam lain—memiliki dampak besar terhadap pembangunan infrastruktur sekaligus ekosistem lingkungan setempat. Dengan sistem perizinan yang jelas, pemerintah dapat melakukan pengawasan lebih efektif untuk menghindari praktik tambang ilegal yang selama ini menjadi permasalahan di banyak daerah.
Selain itu, pengelolaan tambang yang legal dan berizin memberikan manfaat yang lebih luas bagi daerah, terutama dalam hal penerimaan negara dan daerah berupa pajak serta royalti yang dapat digunakan untuk pembangunan masyarakat. Legalitas juga memberi kepastian hukum bagi para pelaku usaha, sehingga mendorong investasi yang lebih terarah dan berkelanjutan.
DPMPTSP dan Nakertrans Abdya terus meningkatkan pelayanan terpadu bagi para pelaku usaha pertambangan agar proses perizinan menjadi lebih mudah dan transparan. Dengan pendekatan pelayanan prima, diharapkan tidak hanya perusahaan besar yang terakomodasi, tetapi juga pelaku usaha kecil menengah yang mengelola tambang galian C skala kecil.
Seiring dengan bertambahnya jumlah perusahaan tambang yang berizin, penting pula bagi pemerintah daerah untuk mengawasi aspek keberlanjutan dan dampak sosial ekonomi dari aktivitas tambang tersebut. Pendekatan yang holistik dibutuhkan agar pertambangan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat lokal, termasuk penyerapan tenaga kerja serta pelibatan warga dalam program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
DPMPTSP dan Nakertrans juga berperan sebagai fasilitator antara perusahaan tambang dan masyarakat, memediasi dialog yang konstruktif guna meminimalisasi potensi konflik yang kerap muncul akibat eksploitasi sumber daya alam. Penataan tata kelola pertambangan yang baik dapat menjadi kunci dalam mengoptimalkan hasil tambang sekaligus menjaga harmoni sosial.
Selain itu, dengan tertibnya perizinan, data perusahaan tambang yang terdaftar pun semakin valid dan dapat dijadikan dasar untuk perencanaan pembangunan daerah yang lebih matang. Pemerintah Abdya dapat memantau kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian lokal dan nasional secara lebih akurat, sekaligus merumuskan kebijakan pengelolaan yang adaptif terhadap perubahan kondisi pasar dan lingkungan.
Dari sisi pelaku usaha, kepastian hukum yang diperoleh melalui IUP sangat berperan dalam mendukung keberlanjutan investasi. Dengan legalitas yang jelas, perusahaan dapat mengakses sumber daya pembiayaan dan teknologi dengan lebih mudah, serta membangun reputasi yang baik di mata mitra dan konsumen.
Pengawasan yang ketat dan terpadu juga akan menekan praktik tambang ilegal dan tidak bertanggung jawab yang selama ini menjadi ancaman serius terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Di banyak wilayah lain, eksploitasi tanpa izin telah menyebabkan kerusakan lahan, pencemaran air, serta konflik sosial yang berkepanjangan.
Dalam konteks ini, Aceh Barat Daya menunjukkan langkah maju yang patut diapresiasi, sebagai contoh pengelolaan sumber daya mineral yang memadukan kepatuhan hukum dengan pembangunan ekonomi. Ke depan, keberlanjutan dan transparansi dalam pengelolaan tambang galian C harus terus dijaga agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan generasi mendatang.
Sebagai catatan penting, peran DPMPTSP dan Nakertrans sebagai instansi pengelola perizinan tidak hanya administratif, melainkan juga strategis dalam membangun ekosistem investasi yang sehat dan kompetitif. Ketersediaan data yang akurat dari perusahaan berizin memudahkan koordinasi lintas sektor dan pengawasan terpadu, termasuk dengan instansi lingkungan hidup dan dinas terkait lainnya.
Dengan demikian, kebijakan dan pengawasan perizinan tambang galian C di Abdya bukan sekadar formalitas, tetapi bagian integral dari strategi pembangunan daerah yang berkelanjutan dan inklusif. Upaya ini membuktikan bahwa pengelolaan sumber daya alam dapat berjalan seiring dengan prinsip tata kelola yang baik, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat luas.