JAKARTA - Krisis bahan bakar minyak (BBM) yang tak kunjung teratasi di Provinsi Bengkulu kembali memicu sorotan tajam dari berbagai pihak. Kali ini, kritik datang dari organisasi mahasiswa tingkat nasional, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), yang menilai Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, lalai dalam menangani persoalan yang sudah lama dikeluhkan masyarakat ini.
Dalam pernyataannya kepada media pada Minggu 25 MEI 2025, Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI, Maulana Taslam, menyampaikan kekecewaan atas lemahnya respon pemerintah provinsi terhadap persoalan distribusi BBM yang telah berlangsung berlarut-larut. Menurutnya, pemimpin daerah seharusnya memiliki kepekaan dan kemampuan mitigasi terhadap krisis, terlebih ketika persoalan tersebut berulang.
“Gubernur lalai dan tidak melakukan langkah antisipatif. Seharusnya ini bisa dicegah kalau pemerintah provinsi peka terhadap kondisi lapangan,” ujar Maulana.
Kelangkaan BBM Ancam Stabilitas Ekonomi Daerah
Kelangkaan BBM di Bengkulu tidak hanya berdampak pada aktivitas transportasi masyarakat, namun juga mulai mengganggu sektor ekonomi yang lebih luas. Sejumlah pelaku usaha kecil mengeluhkan kesulitan mendapatkan solar maupun bensin, yang berujung pada meningkatnya biaya operasional.
Dalam beberapa pekan terakhir, antrean panjang di SPBU menjadi pemandangan umum di berbagai wilayah Bengkulu. Warga harus rela mengantre selama berjam-jam demi mendapatkan bahan bakar, dan bahkan dalam beberapa kasus, antrean tersebut tidak membuahkan hasil karena pasokan BBM habis sebelum semua kendaraan terlayani.
Para pengemudi ojek online, nelayan, dan sopir angkutan barang adalah kelompok yang paling merasakan dampak langsung dari kelangkaan ini. Penurunan pendapatan secara signifikan mulai dikeluhkan, karena mobilitas menjadi sangat terbatas dan biaya operasional melonjak.
Kritik terhadap Pemerintah Provinsi
PB HMI menilai bahwa peran pemerintah provinsi seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan distribusi BBM berjalan lancar. Maulana Taslam menyebut bahwa krisis seperti ini seharusnya bisa dicegah sejak dini apabila pemerintah daerah melakukan pengawasan secara ketat dan melakukan koordinasi aktif dengan pihak Pertamina serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Ini bukan kali pertama Bengkulu mengalami kelangkaan BBM. Artinya, ada pola yang seharusnya sudah bisa dipetakan dan dicegah. Tapi nyatanya, hal ini terus berulang tanpa solusi yang memadai,” tegas Maulana.
Ia juga menambahkan bahwa kelambanan dalam menangani persoalan ini mencerminkan kurangnya kepemimpinan yang responsif di tingkat provinsi. Menurutnya, sebagai kepala daerah, Gubernur Helmi Hasan harus segera turun tangan langsung ke lapangan dan memberikan solusi konkret yang bisa dirasakan masyarakat.
Respons Pemerintah Daerah Dinilai Tidak Efektif
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Gubernur Helmi Hasan terkait pernyataan PB HMI ini. Namun sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bengkulu sempat mengeluarkan pernyataan bahwa kelangkaan BBM disebabkan oleh keterlambatan distribusi dari pihak Pertamina, serta peningkatan permintaan masyarakat menjelang musim panen dan libur sekolah.
Penjelasan tersebut dinilai tidak cukup oleh sejumlah kalangan. PB HMI menegaskan bahwa alasan-alasan seperti itu tidak bisa dijadikan pembenaran, karena perencanaan distribusi seharusnya memperhitungkan faktor-faktor musiman tersebut.
“Kebutuhan BBM tidak datang tiba-tiba. Pemerintah punya data konsumsi bulanan, dan dari situ semestinya bisa dilakukan antisipasi. Kalau tidak bisa mengelola hal seperti ini, bagaimana mungkin pemerintah bisa diandalkan untuk persoalan yang lebih besar?” sindir Maulana.
Tuntutan PB HMI kepada Pemerintah Provinsi
Dalam kesempatan yang sama, PB HMI menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu. Pertama, meminta Gubernur Bengkulu untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap distribusi BBM, termasuk menelusuri kemungkinan adanya penyimpangan atau penyalahgunaan distribusi BBM subsidi.
Kedua, mereka menuntut agar Gubernur membentuk satuan tugas khusus yang bertugas memantau distribusi dan ketersediaan BBM di seluruh wilayah Bengkulu secara real-time. Tim ini harus melibatkan unsur pemuda, masyarakat sipil, serta aparat penegak hukum untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas.
Ketiga, PB HMI meminta pemerintah daerah untuk memperkuat koordinasi dengan Kementerian ESDM dan Pertamina agar pasokan BBM untuk wilayah Bengkulu diprioritaskan dan tidak mengalami keterlambatan lagi.
Desakan Evaluasi Kinerja Kepala Daerah
Krisis BBM ini dinilai menjadi bukti nyata lemahnya manajemen krisis dan perencanaan strategis pemerintah daerah. PB HMI bahkan mempertimbangkan untuk melaporkan kasus ini ke Ombudsman Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila ditemukan indikasi pelanggaran dalam distribusi BBM.
“Kami sedang mengumpulkan data dan masukan dari masyarakat. Jika ada indikasi kuat bahwa kelangkaan ini disebabkan oleh oknum yang bermain di belakang, tentu kami tidak akan diam. Kami akan bawa ini ke ranah hukum,” kata Maulana Taslam menegaskan.
Dampak Sosial dan Kepercayaan Publik
Tak hanya ekonomi, kelangkaan BBM juga mulai memengaruhi stabilitas sosial di beberapa daerah di Bengkulu. Beberapa warga melaporkan terjadinya ketegangan dan keributan di SPBU akibat antrean panjang dan kekhawatiran tidak kebagian BBM.
Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah pun mulai menurun. Banyak warga yang mempertanyakan komitmen dan kepedulian pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
Krisis BBM yang terjadi di Bengkulu mencerminkan betapa pentingnya kepemimpinan daerah dalam merespons permasalahan publik secara cepat, tepat, dan terstruktur. Kritik tajam dari PB HMI terhadap Gubernur Helmi Hasan menjadi refleksi atas kekecewaan masyarakat terhadap lambannya penyelesaian krisis yang sudah berulang ini.
Jika tidak segera ditangani dengan serius, kelangkaan BBM dikhawatirkan akan memperparah kondisi ekonomi masyarakat dan memperluas ketidakpuasan sosial. Pemerintah provinsi perlu membuka komunikasi yang lebih terbuka dengan publik, menjelaskan langkah-langkah konkret yang telah dan akan diambil, serta memastikan distribusi BBM berjalan adil dan merata.
Langkah antisipatif dan penegakan hukum terhadap kemungkinan penyalahgunaan distribusi juga menjadi aspek penting yang tidak boleh diabaikan. Jika tidak, maka kelangkaan ini akan menjadi bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu, membawa dampak buruk bagi stabilitas daerah.