Sembako

Permintaan Tinggi, Harga Sembako di Bondowoso Naik

Permintaan Tinggi, Harga Sembako di Bondowoso Naik
Permintaan Tinggi, Harga Sembako di Bondowoso Naik

JAKARTA - Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang tinggal menghitung hari kembali memberi warna tersendiri pada dinamika pasar tradisional di Bondowoso. Bukan hanya semarak acara keagamaan dan sosial yang meningkat, melainkan juga geliat perdagangan kebutuhan pokok yang kian terasa. Di tengah tradisi masyarakat yang tetap menjaga budaya selamatan dan hajatan di bulan Maulid, harga sejumlah komoditas pangan justru ikut mengalami kenaikan.

Kondisi ini terlihat jelas di Pasar Induk Bondowoso, pusat aktivitas perdagangan terbesar di daerah tersebut. Aktivitas jual beli tetap ramai, namun baik pedagang maupun pembeli kini harus menghadapi kenyataan bahwa harga beberapa kebutuhan pokok naik cukup signifikan.

Ayam Potong Jadi Komoditas Paling Dirasakan

Salah satu komoditas yang mengalami lonjakan paling mencolok adalah ayam potong. Agustina Arif Megawati, pedagang ayam yang sehari-hari berjualan di Pasar Induk, mengungkapkan bahwa harga ayam potong kini mencapai Rp34 ribu per kilogram. Padahal sebelumnya, harga masih berkisar Rp28 ribu per kilogram.

Menurutnya, pola ini sudah sering terjadi, terutama menjelang hari besar keagamaan. Pasokan ayam yang terbatas dengan ukuran lebih kecil dari biasanya membuat harga tak terhindarkan melonjak.

“Kalau menjelang Maulid, Isra Mikraj, atau Muharram, harga selalu naik. Sekarang pasokan ayam juga terbatas, ukurannya kecil-kecil, jadi otomatis harganya ikut naik,” jelas Agustina.

Yang menarik, meski harga meningkat tajam, permintaan justru tidak menurun. Warga yang akan menggelar acara selamatan atau hajatan tetap membeli ayam dalam jumlah besar.

“Biarpun harga naik, konsumen tetap beli karena kebutuhan untuk selamatan tidak bisa ditunda,” tambahnya.

Kenaikan Telur dan Minyak Goreng

Tak hanya ayam potong, dua bahan pokok lain juga ikut terdampak. Telur ayam yang sebelumnya seharga Rp25 ribu per kilogram kini naik tipis menjadi Rp25.500. Sedangkan minyak goreng curah mengalami kenaikan dari Rp19 ribu menjadi Rp19.500 per liter.

Andre Riyan, pedagang sembako, menyebutkan bahwa kenaikan harga biasanya terjadi secara bertahap. Hampir setiap hari ada perubahan meskipun nilainya relatif kecil.

“Kenaikan biasanya bertahap, hampir setiap hari ada perubahan meski sedikit. Tapi sejauh ini pembeli tetap ramai dan tidak ada penurunan signifikan,” ujarnya.

Situasi ini semakin mempertegas bahwa kebutuhan masyarakat di bulan Maulid cukup tinggi, sehingga permintaan tetap stabil meskipun harga menanjak.

Pola Konsumsi Masyarakat di Bulan Maulid

Fenomena ini sesungguhnya bukan hal baru bagi masyarakat Bondowoso. Setiap kali memasuki bulan Maulid, konsumsi rumah tangga meningkat tajam. Tak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk keperluan hajatan, pengajian, hingga kegiatan sosial yang digelar di berbagai pelosok desa.

Kebiasaan berbagi dan menyelenggarakan acara selamatan menjadi salah satu penyebab mengapa harga bahan pangan cenderung naik di periode ini. Pedagang menilai, tingginya permintaan membuat harga tetap bertahan di level atas meski stok terbatas.

Dari pantauan di lapangan, aktivitas di Pasar Induk Bondowoso tetap padat. Lapak-lapak sembako dan daging dipenuhi pembeli yang berusaha mendapatkan barang kebutuhan, meskipun dengan harga yang lebih tinggi dari biasanya.

Pasar Tetap Ramai Meski Harga Naik

Suasana pasar yang ramai seakan menjadi bukti bahwa daya beli masyarakat masih cukup kuat. Bagi sebagian besar pembeli, kenaikan harga dianggap sebagai hal wajar menjelang hari besar Islam.

Pedagang seperti Agustina maupun Andre mengakui bahwa kondisi ini sudah berulang setiap tahun. Masyarakat Bondowoso seakan sudah terbiasa menghadapi lonjakan harga, namun mereka tetap memprioritaskan kebutuhan untuk acara keagamaan dan sosial.

Bahkan, beberapa pembeli rela merogoh kocek lebih dalam agar tidak mengurangi jumlah barang yang dibeli. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan spiritual dan tradisi bersama menjadi prioritas, meski harus menghadapi tantangan kenaikan harga.

Tradisi yang Tak Tergerus Harga

Di tengah dinamika tersebut, semangat masyarakat Bondowoso untuk menjaga tradisi Maulid tetap terasa kuat. Kenaikan harga sembako tidak menyurutkan niat mereka untuk berbagi, menggelar pengajian, maupun melaksanakan selamatan.

Pantauan Jawa Pos Radar Ijen di lokasi juga memperlihatkan bahwa keramaian pasar tetap terjaga. Para pembeli terlihat memenuhi gang-gang pasar, mencari ayam potong, telur, dan minyak goreng yang harganya naik, namun tetap menjadi kebutuhan utama.

Situasi ini seakan mencerminkan bahwa tradisi memiliki kekuatan tersendiri dalam menjaga aktivitas ekonomi. Pasar tetap berdenyut, pedagang tetap memperoleh penghasilan, sementara masyarakat bisa melestarikan kebiasaan sosial yang sudah mengakar sejak lama.

Siklus Tahunan yang Perlu Diantisipasi

Fenomena kenaikan harga jelang Maulid, Isra Mikraj, hingga Muharram, sebenarnya bisa disebut sebagai siklus tahunan. Baik pedagang maupun pembeli sudah mengetahui pola ini, sehingga tidak lagi terkejut ketika harga tiba-tiba melonjak.

Namun, tetap diperlukan upaya antisipasi agar lonjakan tidak terlalu memberatkan masyarakat. Pemerintah daerah bersama instansi terkait biasanya menyiapkan operasi pasar atau mengontrol distribusi agar harga tidak semakin tak terkendali.

Meski demikian, kondisi di Bondowoso menunjukkan bahwa lonjakan harga saat ini masih dalam batas yang dapat ditoleransi. Hal ini terbukti dari tetap ramainya pasar dan tingginya permintaan dari masyarakat.

Kenaikan harga sembako menjelang Maulid di Bondowoso sekali lagi menegaskan betapa eratnya hubungan antara tradisi, kebutuhan sosial, dan pergerakan ekonomi. Ayam potong, telur, dan minyak goreng menjadi contoh nyata bagaimana tingginya permintaan bisa langsung memengaruhi harga.

Bagi masyarakat Bondowoso, Maulid Nabi SAW bukan hanya perayaan spiritual, tetapi juga momen untuk berbagi kebahagiaan dengan sesama. Meskipun harga bahan pokok naik, semangat menjaga tradisi tetap hidup dan tidak tergoyahkan. Pasar Induk pun terus berdenyut, memperlihatkan harmoni antara aktivitas ekonomi dan budaya lokal yang sudah mengakar kuat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index