JAKARTA - Wacana pemanfaatan energi nuklir semakin mengemuka di Indonesia. PT PLN (Persero) menegaskan bahwa tenaga nuklir telah masuk ke dalam peta jalan penyediaan listrik nasional dengan proyeksi kapasitas hingga 7 Gigawatt (GW) pada 2040. Langkah ini tidak hanya sekadar rencana teknis, tetapi juga berkaitan dengan kebijakan, strategi, serta dukungan politik dan sosial yang dibutuhkan untuk mewujudkannya.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menguraikan bahwa langkah awal pengembangan energi nuklir sudah diproyeksikan melalui Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025–2034. Dalam rencana tersebut, PLN menargetkan pembangunan pembangkit dengan kapasitas awal 500 Megawatt (MW) yang berlokasi di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Tahap ini dipandang sebagai pondasi penting sebelum Indonesia masuk ke pengembangan kapasitas yang jauh lebih besar.
Namun, kebutuhan energi ke depan diyakini akan jauh lebih tinggi. Dari hasil pemodelan sektor ketenagalistrikan bersama Kementerian ESDM, muncul skenario tambahan hingga 7 GW tenaga nuklir pada 2040. Meski demikian, Darmawan menegaskan bahwa angka ini masih bersifat rancangan dan tengah dalam tahap pembahasan.
- Baca Juga Investor Muda Kuasai Pasar Modal
“Sampai 2040 akan ada tambahan lagi kira-kira sekitar 7 GW nuklir yang akan masuk di RUPTL sampai 2040. Ini masih draft. Jadi modeling-nya sedang dalam proses,” ungkapnya dalam rapat bersama DPR.
Tantangan di Luar Aspek Teknis
Pengembangan energi nuklir tidak bisa hanya dipandang dari sisi teknologi. Darmawan menekankan bahwa realisasi proyek ini harus didukung fondasi yang lebih luas. Dukungan politik, kebijakan pemerintah yang konsisten, serta penerimaan sosial menjadi faktor yang menentukan keberhasilan.
"Ini perlu adanya suatu strategi, perlu adanya kebijakan dari pemerintah, perlu pembangunan kapasitas institusi yang terkait, kemudian perlu adanya suatu kebijakan policy, memerlukan dukungan politik," ujarnya.
Kompleksitas inilah yang membuat langkah menuju pemanfaatan nuklir membutuhkan waktu panjang. PLN, dalam hal ini, berperan sebagai pelaksana dari kebijakan negara, bukan sebagai penentu arah.
"Ini adalah kebijakan policy dari pemerintah di mana PLN hanyalah suatu state enterprise yang menjalankan tugas dari negara. Jadi kami hanya mengoperasionalisasi apa pun kebijakan pemerintah," tegas Darmawan.
Energi Nuklir dan Masa Depan Ekonomi
Di balik kerumitan regulasi dan tantangan sosial, pemanfaatan tenaga nuklir diyakini membawa manfaat besar. Menurut Darmawan, energi ini menjadi salah satu kunci untuk memastikan ketersediaan listrik dalam jangka panjang. Ketersediaan energi yang stabil akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta menarik investasi baru.
Lebih jauh lagi, nuklir dipandang sebagai solusi strategis untuk membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca. Dengan tekanan global untuk beralih menuju energi rendah karbon, pilihan nuklir menjadi salah satu opsi yang realistis di samping energi terbarukan lainnya.
"Tantangan energi nuklir adalah dukungan politik dan dukungan sosial masyarakat," ucap Darmawan.
RUPTL dan Teknologi Baru
RUPTL terbaru periode 2025–2034 mencatat rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan kapasitas 3,614 GW dalam skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED). Target ini dianggap ambisius sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa energi nuklir akan menjadi bagian penting dalam transisi energi nasional.
Pada tahap awal, PLN berencana menggunakan teknologi Small Modular Reactor (SMR) dengan kapasitas 500 MW. Teknologi ini dinilai lebih fleksibel dan relatif lebih cepat untuk dibangun dibandingkan reaktor konvensional. Keberhasilan implementasi SMR akan menjadi pijakan penting menuju target yang lebih besar, yakni 7 GW pada 2040.
“Tapi begitu 7 GW itu akan dikeluarkan dalam RUPTL, ini tapaknya pun perlu ditentukan. Kebijakannya pun harus jelas. Institusinya pun harus dibangun, dukungan politik pun ini menjadi salah satu tantangan energi nuklir,” tambah Darmawan.
Menuju Energi Bersih dan Berkelanjutan
Dengan berbagai skenario dan proyeksi yang tengah disusun, arah kebijakan energi Indonesia semakin jelas: memperkuat bauran energi melalui diversifikasi sumber daya. Nuklir kini masuk dalam daftar pilihan yang serius dipertimbangkan, seiring meningkatnya kebutuhan listrik nasional.
Namun, perjalanan menuju target 7 GW tidaklah sederhana. Selain investasi besar, diperlukan pula komunikasi intensif kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan terhadap energi nuklir. Penerimaan publik menjadi salah satu faktor penentu, mengingat isu keamanan dan risiko lingkungan kerap menjadi sorotan dalam wacana nuklir.
Bila fondasi politik, regulasi, dan sosial dapat dipenuhi, pengembangan nuklir akan membuka babak baru dalam sejarah kelistrikan Indonesia. Hal ini bukan hanya soal menambah kapasitas, melainkan juga memperkuat kedaulatan energi dan mendukung agenda keberlanjutan nasional.