JAKARTA - Indonesia menempati posisi strategis sebagai pemasok utama batu bara termal dunia dengan pangsa pasar mencapai 45 persen. Dari total perdagangan batu bara internasional yang diperkirakan sekitar 1,3 miliar ton, Indonesia menyumbang sekitar 500 hingga 600 juta ton. Angka ini menegaskan peran sentral Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi global yang saat ini mencapai 8,9 miliar ton per tahun.
Namun, meskipun memegang porsi besar dalam pasar global, Indonesia menghadapi dilema dalam mengelola harga batu bara internasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan kekhawatirannya atas minimnya pengaruh Indonesia dalam mengendalikan harga batu bara di pasar dunia.
Tantangan dalam Pengaturan Harga Batu Bara
- Baca Juga Pertamina NRE Dorong Energi Terbarukan
“Situasinya cukup ironis. Kita menguasai hampir setengah pasokan batu bara termal dunia, tapi saat harga turun, kita tidak punya instrumen yang memadai untuk menahannya,” ungkap Bahlil dalam konferensi pers mengenai kinerja sektor ESDM semester pertama 2025.
Penurunan harga batu bara global saat ini berkisar antara 25 hingga 30 persen. Penyebab utama fenomena ini adalah ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan di pasar dunia. Salah satu faktor yang turut memengaruhi kondisi tersebut adalah mekanisme Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang berlaku selama tiga tahun, yang dinilai membatasi fleksibilitas pengelolaan pasokan batu bara.
Bahlil menjelaskan, “RKAB tiga tahunan ini menjadi salah satu faktor yang membuat kita kesulitan mengatur pasokan, sehingga ketika harga jatuh, kita tidak bisa berbuat banyak.” Kondisi ini membuat Indonesia tidak mampu merespons cepat terhadap dinamika pasar yang berubah dengan cepat.
Upaya Revisi Kebijakan RKAB untuk Menjaga Stabilitas Harga
Sebagai respons terhadap permasalahan tersebut, Kementerian ESDM berencana melakukan revisi terhadap mekanisme RKAB. Rencana kerja dan anggaran biaya yang selama ini berlaku untuk jangka waktu tiga tahun akan diubah menjadi berbasis tahunan. Langkah ini didasarkan pada rekomendasi Komisi VII DPR RI dan diharapkan mampu memberikan fleksibilitas lebih besar dalam penyesuaian pasokan batu bara sesuai kondisi pasar terkini.
“Kalau harga terjaga, penerimaan pajak negara akan maksimal dan pengusaha juga tetap memperoleh keuntungan yang wajar,” ujar Bahlil. Revisi ini bertujuan tidak hanya menjaga stabilitas harga, tetapi juga memastikan bahwa penerimaan negara dari sektor batu bara tetap optimal serta menjaga kelangsungan usaha para pelaku industri.
Capaian Produksi dan Distribusi Batu Bara Nasional
Dalam semester pertama tahun 2025, produksi batu bara nasional mencapai 357,6 juta ton, atau sekitar 48,34 persen dari target tahunan sebesar 739,67 juta ton. Dari total produksi tersebut, sebanyak 104,6 juta ton dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri melalui Domestic Market Obligation (DMO), yang meliputi pasokan listrik bagi PT PLN dan industri smelter.
Sementara itu, ekspor batu bara selama periode yang sama telah mencapai 238 juta ton, dengan stok tersisa sekitar 15 juta ton. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia tetap menjadi pemain utama dalam perdagangan batu bara internasional, sekaligus memenuhi kebutuhan domestik yang semakin meningkat.
Prospek dan Tantangan ke Depan
Meski Indonesia menguasai pasar batu bara termal dunia, kemampuan untuk mengendalikan harga global masih terbatas. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan pelaku industri untuk terus melakukan inovasi dalam kebijakan dan mekanisme pengelolaan pasokan agar dapat merespons dinamika pasar dengan lebih responsif.
Revisi RKAB menjadi berbasis tahunan diharapkan menjadi salah satu solusi strategis untuk menghadapi volatilitas pasar. Dengan demikian, Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan negara, pelaku usaha, dan kestabilan pasar global.
Menteri Bahlil menegaskan bahwa keberhasilan sektor batu bara sangat penting bagi perekonomian nasional, karena sumber daya ini tidak hanya menyumbang penerimaan negara yang signifikan, tetapi juga mendukung ketahanan energi dan berbagai sektor industri.