GAS

Permintaan Gas 3 Kg Melonjak

Permintaan Gas 3 Kg Melonjak
Permintaan Gas 3 Kg Melonjak

JAKARTA - Meningkatnya kebutuhan gas elpiji subsidi ukuran 3 kilogram di Kota Blitar mulai memunculkan tantangan baru dalam pemenuhan energi rumah tangga masyarakat. Meskipun distribusi dari agen disebut tetap berjalan normal dan harga gas belum mengalami kenaikan, namun kelangkaan pasokan di tingkat konsumen menunjukkan bahwa suplai tidak sebanding dengan lonjakan permintaan yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir.

Warga Terpaksa Mencari ke Pinggiran

Fenomena kelangkaan gas elpiji 3 kg, yang dikenal sebagai gas melon, menjadi keluhan utama warga di Kota Blitar. Harga di tingkat pengecer dan pangkalan memang masih berada di kisaran harga eceran tertinggi (HET), namun stok yang tersedia sangat terbatas, membuat warga harus mencari gas hingga ke wilayah pinggiran kota atau bahkan keluar dari wilayah administratif Kota Blitar.

Yuda, salah satu warga setempat, menuturkan betapa sulitnya mendapatkan gas elpiji 3 kg untuk kebutuhan rumah tangga. Ia bahkan harus menempuh jarak cukup jauh untuk mencarinya.

“Saya sudah keliling beberapa tempat, bahkan sampai pinggiran kota sekitar lima kilometer dari rumah, tapi banyak yang kosong. Apalagi tiga hari terakhir ini, kalau pun ada cepat sekali habis,” ujar Yuda.

Permintaan Melonjak, Pangkalan Kewalahan

Dari sisi distribusi, pengelola pangkalan gas menyatakan tidak ada hambatan signifikan dari pihak agen. Seperti yang disampaikan Suprapti, pengelola pangkalan gas di Jalan WR Supratman, suplai tetap datang sebanyak tiga kali dalam sepekan, masing-masing dengan jumlah sekitar 40 tabung. Namun jumlah itu tak sebanding dengan permintaan yang meningkat drastis.

“Pengiriman dari agen tetap lancar, jumlahnya juga tidak dikurangi. Namun memang permintaan sangat tinggi. Baru datang saja langsung diserbu warga,” jelas Suprapti.

Ia juga menambahkan bahwa banyak konsumen yang datang dari luar wilayah.

“Biasanya pembeli warga sekitar sini, tetapi akhir-akhir ini ada yang dari luar daerah, bahkan dari Desa Jatinom di Kabupaten Blitar,” katanya.

Kebutuhan Tambahan Jadi Pemicu

Kenaikan permintaan ini diduga tidak hanya berasal dari keperluan rumah tangga biasa, tetapi juga akibat tambahan penggunaan untuk keperluan lain. Beberapa masyarakat mulai memakai elpiji 3 kg sebagai sumber energi penghangat ruangan karena cuaca dingin, serta untuk kegiatan peternakan skala kecil dan usaha rumah tangga yang mengonsumsi gas dalam jumlah besar.

Kondisi ini mempercepat habisnya stok gas melon di tiap pangkalan, karena volume distribusi tidak mengalami penyesuaian meskipun konsumsi meningkat signifikan.

Harga Masih Stabil, Tapi Pasokan Menipis

Meskipun terjadi kelangkaan di lapangan, harga elpiji 3 kg di tingkat pangkalan dan pengecer masih bertahan dalam kisaran normal, yakni antara Rp 18.000 hingga Rp 21.000 per tabung. Rentang harga ini dipengaruhi oleh lokasi dan biaya distribusi tambahan, tetapi belum mencerminkan adanya lonjakan harga akibat kelangkaan.

Stabilnya harga ini memberikan kelegaan sementara bagi konsumen, namun tidak menyelesaikan masalah utama: sulitnya mendapatkan tabung gas yang tersedia di pasaran.

Ancaman Penyalahgunaan Subsidi

Permasalahan lain yang mencuat dari kondisi ini adalah adanya potensi penyalahgunaan alokasi subsidi. Dengan pembeli dari luar daerah bebas mengakses pangkalan-pangkalan yang ditujukan untuk warga lokal, efektivitas subsidi menjadi diragukan. Gas melon sejatinya disubsidi untuk digunakan oleh rumah tangga miskin dan pelaku usaha mikro di wilayah setempat.

Fenomena serupa juga pernah terjadi di wilayah lain seperti Karawang, Semarang, Bogor, dan Tegal, di mana kelangkaan elpiji 3 kg sering diikuti dengan ditemukannya penyalahgunaan, pengoplosan, atau distribusi ilegal. Bahkan, Bareskrim Polri beberapa waktu lalu mengungkap praktik ilegal di sejumlah kota yang menyebabkan terganggunya pasokan di tingkat konsumen.

Perlu Evaluasi dan Pengawasan Lebih Ketat

Situasi di Kota Blitar menjadi peringatan bagi pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah maupun Pertamina, untuk segera melakukan evaluasi terhadap sistem distribusi elpiji bersubsidi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah inspeksi mendadak (sidak) ke pangkalan dan agen untuk memastikan distribusi sesuai prosedur.

Selain itu, teknologi pemantauan berbasis sistem digital seperti penggunaan QR code bisa memperkuat pengawasan agar subsidi benar-benar diterima oleh kelompok yang berhak.

Edukasi dan Alternatif Penggunaan

Di sisi lain, masyarakat juga perlu diberikan edukasi mengenai penggunaan gas subsidi yang tepat. Usaha kecil menengah dan industri rumah tangga berskala besar didorong untuk beralih menggunakan elpiji nonsubsidi agar subsidi energi tidak dinikmati oleh kelompok yang sebenarnya mampu membeli gas komersial.

Langkah ini penting untuk memastikan bahwa subsidi energi tidak membebani anggaran negara dan bisa dialokasikan secara lebih adil kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Harapan Warga: Pasokan Normal Kembali

Bagi warga Kota Blitar, yang paling utama adalah kembali normalnya pasokan gas elpiji 3 kg. Mayoritas pengguna adalah rumah tangga dengan penghasilan terbatas, dan gangguan ketersediaan gas membuat mereka harus mencari alternatif energi lain yang kurang efisien dan lebih mahal, seperti kayu bakar atau elpiji ukuran besar tanpa subsidi.

Kelangkaan elpiji di Blitar menegaskan bahwa persoalan energi rumah tangga masih menjadi isu strategis di banyak daerah. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, dan BUMN energi diperlukan agar sistem distribusi lebih adil, transparan, dan adaptif terhadap lonjakan kebutuhan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index