JAKARTA - Dalam menghadapi era transisi energi yang semakin intens, ketersediaan data yang akurat dan menyeluruh tentang sumber daya energi nasional menjadi fondasi penting dalam menentukan arah kebijakan. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pemutakhiran data cadangan batubara nasional bukan sekadar angka, tetapi bagian dari strategi besar untuk menjaga keberlanjutan pasokan energi domestik.
Laporan terbaru dari Kementerian ESDM mencatat bahwa total cadangan batubara Indonesia kini mencapai 31,96 miliar ton, berdasarkan kompilasi dan pembaruan data yang dihimpun hingga akhir Desember 2024. Angka ini mencerminkan hasil kerja kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemegang izin tambang dan institusi penelitian geologi energi nasional.
Sebaran data ini diperoleh dari 1.656 lokasi tambang yang tersebar di 23 provinsi, memperlihatkan bahwa kekayaan batubara Indonesia masih tersebar luas dan potensial untuk terus dikembangkan, khususnya dalam mendukung ketahanan energi nasional.
Laporan tersebut tidak hanya merinci total cadangan, tetapi juga mengklasifikasikan secara terperinci berdasarkan status geologi dan nilai kalorinya. Dari total cadangan 31,96 miliar ton, cadangan terkira sebesar 14,42 miliar ton, sedangkan cadangan terbukti tercatat sebesar 17,54 miliar ton. Ini mencerminkan bahwa sebagian besar potensi batubara Indonesia telah melalui proses evaluasi geologi yang ketat dan siap untuk dikelola.
Lebih lanjut, potensi yang belum dikonversikan menjadi cadangan juga masih sangat besar. Sumber daya batubara nasional yang belum menjadi cadangan mencapai 97,96 miliar ton, menegaskan bahwa peluang eksplorasi dan pengembangan sumber daya ini masih terbuka luas untuk jangka panjang.
Dalam laporannya, Kementerian ESDM menjelaskan bahwa data tersebut berasal dari berbagai jenis izin usaha, termasuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Selain itu, Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) juga turut melakukan investigasi langsung untuk memastikan validitas dan keakuratan data.
Tak hanya berhenti pada jumlah, pengelompokan juga dilakukan berdasarkan nilai kalori batubara, yang menjadi indikator penting dalam menentukan kegunaan dan kualitas batubara untuk berbagai sektor industri. Sebagian besar sumber daya batubara nasional masih berada pada kategori kalori rendah (≤ 4.200 kkal/kg), yakni sebesar 67,33 miliar ton. Sementara itu, batubara kalori sedang mencapai 15,53 miliar ton, dan batubara kalori tinggi sebesar 15,10 miliar ton.
Dari sudut klasifikasi geologi, terdapat tiga kelompok besar: sumber daya tereka sebesar 25,95 miliar ton, sumber daya tertunjuk sebesar 32,23 miliar ton, dan sumber daya terukur sebesar 39,78 miliar ton. Pengelompokan ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 5015-2019, serta mengadaptasi sistem internasional seperti ASTM dan UN-ECE, guna memastikan data yang dihasilkan memiliki kredibilitas dan bisa diterima dalam forum global.
Data yang telah diperbarui ini akan menjadi referensi penting dalam penyusunan kebijakan energi nasional, terutama terkait pengelolaan batubara sebagai sumber energi fosil utama di Indonesia. Dalam konteks transisi energi menuju sumber daya yang lebih bersih dan berkelanjutan, kejelasan data sangat dibutuhkan agar transformasi tidak mengorbankan pasokan energi yang vital bagi industri dan masyarakat.
“Pemutakhiran data yang akurat menjadi kunci untuk memastikan ketahanan energi nasional dan mendukung perencanaan investasi sektor hilir batubara,” demikian tertulis dalam laporan resmi Kementerian ESDM.
Di sisi lain, laporan ini juga menyoroti bahwa meskipun dunia mulai mengarah ke energi baru dan terbarukan (EBT), Indonesia tetap memerlukan waktu dan tahapan untuk beralih secara bertahap. Oleh karena itu, batubara masih akan menjadi bagian penting dari bauran energi nasional dalam beberapa dekade ke depan, khususnya untuk pembangkit listrik dan sektor industri berat.
Dengan adanya pemetaan dan klasifikasi yang lebih rinci, pemerintah juga dapat mendorong hilirisasi batubara melalui pengembangan produk turunan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi, seperti dimethyl ether (DME), briket, atau pupuk berbasis batubara. Hal ini tidak hanya berdampak pada kemandirian energi, tetapi juga memperkuat daya saing industri nasional di pasar global.
Peningkatan akurasi data ini diharapkan tidak hanya menjadi dokumen statis, melainkan landasan yang dapat digunakan secara aktif dalam pengambilan keputusan jangka pendek hingga jangka panjang, termasuk untuk menarik investasi strategis dan meningkatkan kapasitas riset nasional di bidang geologi energi.
Dalam menghadapi tantangan ketidakpastian global, termasuk fluktuasi harga energi dan geopolitik internasional, Indonesia memerlukan fondasi data yang kokoh. Oleh karena itu, laporan ESDM kali ini bukan sekadar angka statistik, melainkan sinyal bahwa Indonesia bersiap dengan strategi yang terukur dan berbasis data dalam menjaga stabilitas energi nasional sekaligus menjawab tantangan transisi energi.