JAKARTA - Di tengah tantangan sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) yang dinamis, Kementerian ESDM tetap percaya diri menatap target ambisius penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp254,49 triliun pada tahun 2025. Hingga pertengahan tahun, capaian PNBP memang baru menyentuh 46% atau sekitar Rp117,11 triliun. Namun, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, target tersebut masih sangat mungkin dicapai dengan kerja keras dan koordinasi lintas sektor.
Optimisme itu tidak datang tanpa dasar. Sebab, sepanjang tahun sebelumnya, Kementerian ESDM justru membuktikan kemampuannya dengan melampaui target PNBP yang telah ditetapkan. Realisasi PNBP ESDM tahun 2024 mencapai Rp269,65 triliun jauh di atas target sebesar Rp238,39 triliun, atau sekitar 113 persen.
Bahlil mengakui bahwa tugas untuk mencapai target PNBP pada 2025 tidak mudah. Namun dengan berbagai sumber penerimaan seperti dari subsektor minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batu bara (minerba), panas bumi, serta beberapa sektor lainnya, potensi untuk memenuhi target APBN tetap terbuka lebar.
“Insyaallah target APBN bisa kita capai untuk 2025, sekali pun kerjanya berat,” kata Bahlil di hadapan para anggota Komisi XII DPR dalam rapat kerja. Penegasan ini bukan semata retorika, melainkan refleksi dari keyakinan terhadap kinerja kementerian dan potensi sektor yang dikelola.
Dalam forum rapat itu pula, Bahlil menjelaskan secara terbuka berbagai tantangan yang dihadapi kementeriannya, termasuk fluktuasi harga komoditas global, tekanan geopolitik terhadap pasar energi, serta kebutuhan investasi untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas di subsektor migas dan minerba. Ia juga menyoroti bahwa kebijakan nasional yang mendukung hilirisasi sumber daya alam menjadi salah satu kunci dalam menjaga daya saing dan meningkatkan nilai tambah penerimaan negara.
Salah satu hal yang memperkuat optimisme ini adalah pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kementerian ESDM untuk tahun anggaran 2024. Capaian ini mencerminkan peningkatan tata kelola keuangan yang signifikan, mengingat pada tahun sebelumnya kementerian hanya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ketua Komisi XII DPR, Bambang Patijaya, turut memberikan apresiasi atas peningkatan tersebut. Menurutnya, keberhasilan memperoleh WTP bukan sekadar soal administrasi, tetapi menjadi tolok ukur akuntabilitas yang penting bagi DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran.
“Dengan laporan keuangan yang akuntabel, DPR dapat menjalankan fungsi penganggaran dan pengawasan dengan lebih optimal, memastikan anggaran sektor ESDM digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” tegas Bambang.
Komisi XII juga mendorong agar pencapaian ini menjadi standar baru dalam pengelolaan sektor ESDM ke depan. Transparansi, efisiensi, dan keberpihakan pada kepentingan nasional dinilai sebagai pilar utama agar sektor ini tidak hanya menopang perekonomian, tetapi juga membawa manfaat langsung bagi masyarakat luas.
Dalam konteks penguatan regulasi dan peningkatan penerimaan negara, Bahlil menyebut bahwa sejumlah kebijakan baru sedang dirancang. Di antaranya adalah penguatan sistem pelaporan, pembenahan tata kelola izin usaha pertambangan, serta pengendalian produksi untuk menghindari oversupply yang berpotensi menekan harga jual komoditas unggulan seperti nikel dan batu bara.
Isu lain yang juga disinggung adalah tentang kebutuhan memperluas basis investasi di sektor panas bumi sebagai bagian dari strategi transisi energi. Meski kontribusinya terhadap PNBP belum sebesar subsektor migas dan minerba, potensi pengembangan energi terbarukan seperti panas bumi dinilai sangat strategis dalam konteks bauran energi nasional dan pengurangan emisi karbon.
Sementara itu, kalangan pelaku industri dan analis menyebut tantangan geopolitik dan transisi energi sebagai faktor penentu keberhasilan pencapaian target PNBP sektor ESDM. Pasar global yang masih menghadapi ketidakpastian akibat konflik di kawasan Timur Tengah, ketegangan dagang, hingga kebijakan dekarbonisasi di negara maju, menuntut Indonesia untuk lebih cermat mengatur strategi produksi dan ekspor.
Namun demikian, langkah-langkah penguatan kelembagaan dan manajemen keuangan Kementerian ESDM menjadi fondasi penting dalam menghadapi tantangan tersebut. Dengan laporan keuangan yang kredibel dan realisasi PNBP yang konsisten menembus target, kementerian dinilai mampu mengawal peran sektor ESDM sebagai penyumbang utama bagi pendapatan negara.
Di sisi lain, para pengamat juga menilai bahwa keberhasilan ini perlu dibarengi dengan pemerataan manfaat ke daerah-daerah penghasil. Sebab, tak jarang kontribusi besar sektor ESDM terhadap APBN belum dirasakan optimal oleh masyarakat di sekitar wilayah operasi tambang atau ladang migas.
Untuk itu, sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha menjadi penting agar manfaat dari kekayaan sumber daya alam tidak hanya tercermin dalam angka PNBP, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan warga.
Bahlil pun menutup rapat kerja tersebut dengan keyakinan bahwa ke depan sektor ESDM tidak hanya menjadi pilar fiskal negara, tetapi juga motor penggerak transformasi ekonomi nasional yang berkelanjutan.