Asuransi

Asuransi Syariah Siap Merger Hadapi Aturan Modal 2026

Asuransi Syariah Siap Merger Hadapi Aturan Modal 2026
Asuransi Syariah Siap Merger Hadapi Aturan Modal 2026

JAKARTA - Industri asuransi syariah Indonesia tengah menatap masa depan yang penuh tantangan sekaligus peluang. Dengan tenggat aturan baru tentang batas minimum modal yang mulai berlaku pada 2026, berbagai pelaku usaha tengah mengatur strategi untuk menjaga eksistensi sekaligus memperkuat daya saing di tengah ketatnya regulasi sektor keuangan.

Ketentuan baru yang dikeluarkan oleh regulator mensyaratkan peningkatan batas minimum modal yang harus dimiliki oleh perusahaan asuransi berbasis syariah, baik asuransi jiwa maupun asuransi umum. Pengetatan ini akan berlangsung bertahap hingga 2028 dan diperkirakan akan mendorong terjadinya restrukturisasi besar-besaran di industri, terutama melalui aksi konsolidasi seperti merger dan akuisisi.

Laporan terkini dari Fitch Ratings menyoroti bahwa sebagian besar perusahaan asuransi syariah di Indonesia kini mulai mempersiapkan diri dengan mengeksplorasi berbagai alternatif, termasuk penggalangan dana eksternal maupun opsi konsolidasi. Kondisi ini tidak terlepas dari tekanan modal yang semakin besar di tengah perlambatan kinerja beberapa sektor.

“Lebih dari separuh pelaku industri kemungkinan besar masih bisa memenuhi persyaratan modal melalui pertumbuhan organik,” tulis Fitch Ratings dalam laporannya. Namun, mereka juga mencatat bahwa kebutuhan modal yang meningkat akan mempercepat laju konsolidasi dalam dua tahun mendatang.

Di sisi lain, struktur regulasi yang diterapkan saat ini masih membedakan perlakuan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Hal ini menciptakan ketimpangan persaingan karena banyak perusahaan takaful harus bertahan dengan struktur permodalan yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan pemain konvensional yang lebih mapan.

Tak hanya terbebani aturan modal, industri juga menghadapi tenggat waktu pemisahan unit usaha syariah (spin-off). Berdasarkan regulasi yang berlaku, lebih dari 70 persen unit usaha syariah wajib melakukan spin-off paling lambat akhir 2026. Sedangkan sisanya harus mentransfer seluruh portofolio syariahnya ke perusahaan yang khusus beroperasi sebagai entitas syariah murni.

Proses ini dikhawatirkan akan menekan kinerja dan profitabilitas segmen asuransi syariah umum selama masa transisi. Biaya pembentukan entitas baru, pengalihan portofolio, dan penyesuaian sistem operasional tentu akan menjadi beban tambahan yang perlu dikelola dengan cermat.

Pangsa Pasar Menyusut, Penjualan Kendaraan Jadi Faktor

Kinerja industri asuransi syariah juga tercermin dari pangsa pasarnya yang mulai tergerus. Berdasarkan data terbaru, kontribusi sektor ini terhadap total industri asuransi turun dari 10,1 persen pada 2024 menjadi hanya 8,4 persen.

Pelemahan terutama terjadi pada segmen asuransi umum syariah, yang terkena imbas dari penurunan penjualan kendaraan bermotor  salah satu portofolio terbesar yang digarap oleh pelaku usaha di segmen ini. Seiring tren penurunan tersebut, kontribusi premi dan profitabilitas ikut tergerus.

Namun demikian, tidak semua segmen mengalami kontraksi. Sektor asuransi jiwa syariah justru mencatatkan pertumbuhan yang cukup stabil. Kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan berbasis syariah menjadi pendorong utama tumbuhnya permintaan terhadap produk-produk jiwa syariah.

Literasi dan Inovasi Produk Masih Jadi PR Besar

Meskipun ada optimisme terhadap potensi pasar, tantangan yang dihadapi industri ini tidak bisa dianggap remeh. Literasi keuangan syariah yang masih rendah di masyarakat umum menjadi penghambat utama penetrasi produk takaful.

Di samping itu, terbatasnya variasi produk dan keterbatasan kapasitas retakaful juga menjadi kendala dalam memperluas cakupan pasar. Perusahaan asuransi syariah masih harus berinovasi dalam menawarkan solusi perlindungan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tetap sesuai prinsip-prinsip syariah.

Fitch menekankan bahwa sektor ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk bisa bertumbuh sehat. Di antaranya melalui reformasi regulasi yang berpihak pada pengembangan industri, insentif bagi pemain baru, hingga kolaborasi dengan lembaga pendidikan untuk memperluas pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah.

Prospek Jangka Panjang Tetap Cerah

Terlepas dari berbagai tantangan jangka pendek, prospek industri asuransi syariah di Indonesia dinilai tetap menjanjikan. Populasi Muslim yang besar, tingkat penetrasi asuransi yang masih rendah, serta upaya reformasi kebijakan yang terus dilakukan menjadi landasan kuat bagi optimisme pelaku industri.

Peluang juga terbuka lebar dari pasar milenial dan Gen Z Muslim yang semakin sadar akan pentingnya pengelolaan risiko dan investasi sesuai syariat. Dengan pendekatan digitalisasi, transparansi, dan edukasi berkelanjutan, industri takaful berpotensi menjadi tulang punggung baru dalam ekosistem keuangan syariah nasional.

Langkah konsolidasi yang kini mulai ditempuh oleh banyak pemain bukan semata upaya bertahan, tetapi juga bagian dari strategi untuk memperkuat struktur bisnis dan meningkatkan efisiensi operasional. Dalam lanskap yang terus berubah, hanya mereka yang adaptif dan inovatif yang akan bertahan serta tumbuh secara berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index