JAKARTA - Fenomena viral yang satu ini mungkin tak akan terbayangkan beberapa tahun lalu—sekelompok anak kecil penari tradisional dari Riau menjadi ikon tren global baru yang disebut aura farming. Bukan lewat kampanye mahal atau promosi resmi, tapi cukup dengan tampil apa adanya, jujur, dan alami—hingga akhirnya menembus radar klub besar seperti PSG dan AC Milan.
“Aura farming” kini bukan hanya sekadar istilah gaul di TikTok. Ia telah menjelma menjadi simbol dari keunikan ekspresi diri, daya tarik autentik, dan kebanggaan budaya lokal Indonesia yang merambah ke dunia.
Mengupas Arti Aura Farming
- Baca Juga iPhone 12 Mini Tetap Menarik di 2025
Secara harfiah, istilah aura farming berarti “bertani aura”, namun tentu maknanya jauh dari pertanian. Dalam konteks tren kekinian, aura farming merujuk pada seseorang yang bisa terlihat menarik, memikat, atau keren tanpa usaha yang tampak disengaja. Penampilannya santai, tidak dibuat-buat, dan justru itulah yang membuat auranya terpancar kuat.
Tren ini semakin ramai setelah video anak-anak Tukang Tari dari tradisi Pacu Jalur viral di TikTok. Dalam lomba dayung perahu panjang asal Riau ini, para anak penari yang dikenal sebagai “Anak Coki” tampil menari di bagian depan perahu dengan ekspresi penuh semangat. Mereka menari bukan untuk sensasi viral, melainkan sebagai bagian dari ritual budaya yang telah ada sejak abad ke-17. Namun ekspresi mereka yang natural justru menyatu dengan makna aura farming modern.
Tradisi yang Tak Sengaja Jadi Tren Dunia
Salah satu video penampilan Anak Coki yang diiringi lagu “Young Black & Rich” dari Melly Mike menyedot perhatian warganet secara masif. Judul videonya pun ikonik: “Aura Farming 100/10”. Tak tanggung-tanggung, akun resmi klub sepak bola dunia seperti AC Milan dan Paris Saint-Germain (PSG) ikut membagikan atau menyebut video tersebut.
Kejadian ini pun mengundang sorotan karena budaya lokal Indonesia yang biasanya terpinggirkan dari percakapan internasional, kini justru diangkat secara organik oleh pengguna media sosial dunia. Tanpa disengaja, mereka mempromosikan kebudayaan tradisional kita lewat bahasa kekinian yang relevan bagi generasi muda global.
Artis Ikut Ramaikan, Luna Maya Tampil Ikonik
Menariknya, tren ini tak hanya berhenti di kalangan warganet biasa. Figur publik seperti Luna Maya juga ikut meramaikan momen ini. Dalam unggahan video liburannya di Pangandaran, Luna duduk santai di ujung banana boat sambil berjoget dengan gaya santai ala Anak Coki. Di akhir video, ia bahkan loncat ke laut, meniru gaya para penari Pacu Jalur yang suka terjun ke sungai setelah tampil.
“Aura farming double checked. Ketika tradisi dari Indonesia mulai dikenal oleh mata dunia,” tulis Luna dalam keterangan videonya di Instagram.
Respons warganet pun sangat positif. Banyak yang memuji Luna karena tetap membawa nuansa lokal sambil mengikuti tren. Sikapnya dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap kebudayaan Indonesia agar bisa lebih diapresiasi oleh generasi muda—baik lokal maupun internasional.
Simbol Baru Ekspresi Diri yang Tidak Terlalu Serius
Ada alasan mengapa aura farming cepat diterima masyarakat: karena ia relatable. Di era di mana estetika media sosial sering kali didominasi oleh gaya hidup mewah dan pencitraan tinggi, muncul tren yang justru menyoroti keaslian dan spontanitas adalah penyegaran tersendiri.
Fenomena ini mengingatkan bahwa daya tarik seseorang tidak selalu datang dari kesempurnaan visual, tapi dari ekspresi yang tulus dan kebanggaan akan jati diri.
Dalam konteks budaya, aura farming justru menyimpan makna yang lebih dalam. Anak-anak penari Pacu Jalur tidak sedang mengejar ketenaran; mereka tampil sebagai bagian dari warisan budaya. Namun keaslian itulah yang justru membuat mereka viral.
Kebanggaan Lokal, Potensi Global
Salah satu pelajaran besar dari tren ini adalah bahwa budaya lokal tidak kalah keren dari tren global. Bahkan, ketika disajikan dengan cara yang otentik dan dikemas dalam konteks kekinian, budaya tradisional justru bisa jauh lebih memikat.
Video Anak Coki, misalnya, menjadi pembuka mata bahwa warisan tradisi seperti Pacu Jalur bisa menjadi bagian dari percakapan pop culture—asal diberi ruang dan kesempatan.
Respons netizen luar negeri yang terpukau pun memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki aset budaya yang bisa bersaing di ranah global tanpa harus “menjadi orang lain”. Justru ketika kita tampil dengan jati diri sendiri, itulah saat di mana nilai budaya benar-benar dihargai.
Budaya dan Tren Bisa Jalan Bersama
Tren aura farming tidak hanya menjadi contoh bagaimana sesuatu yang autentik bisa menarik perhatian dunia, tetapi juga pelajaran bagi generasi muda bahwa menjadi diri sendiri dan mencintai budaya sendiri adalah bentuk kebanggaan yang patut dirayakan.
Apa yang dimulai dari Pacu Jalur di Riau kini telah menjadi inspirasi nasional—bahkan internasional. Ketika budaya lokal bertemu dengan kreativitas digital, batas-batas bisa dilampaui, dan cerita sederhana bisa bergema ke mana-mana.