JAKARTA - Dalam upaya keras untuk menyelamatkan perekonomian dari ancaman stagnasi, pemerintah Korea Selatan mengambil langkah berani: memberikan bantuan uang tunai kepada seluruh warganya. Pendekatan ini bukan sekadar kebijakan populis, melainkan strategi makroekonomi yang dirancang untuk menghidupkan kembali mesin konsumsi domestik—salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Langkah distribusi tunai ini menandai respons besar dari pemerintahan Presiden Lee Jae Myung atas perlambatan ekonomi yang makin nyata. Setelah melalui proses panjang, anggaran tambahan sebesar 31,8 triliun won (sekitar Rp 378,5 triliun) disetujui oleh kabinet dan Majelis Nasional, membuka jalan bagi implementasi program bantuan keuangan berskala nasional.
Konsumsi Domestik sebagai Mesin Ekonomi
Salah satu tujuan utama dari bantuan ini adalah meningkatkan daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah yang selama ini menjadi tumpuan belanja domestik. Pemerintah berharap dengan adanya suntikan dana tunai, masyarakat akan terdorong untuk kembali belanja dan mendorong perputaran ekonomi di berbagai sektor.
Pemerintah telah menetapkan bahwa setiap warga negara Korea Selatan yang tinggal di dalam negeri pada titik waktu tertentu akan menerima pembayaran satu kali sebesar 150 ribu won (sekitar Rp 1,7 juta). Ini berlaku untuk semua warga, tanpa memandang status ekonomi, sebagai langkah awal untuk memulihkan kepercayaan dan aktivitas pasar.
“Kami akan memastikan persiapan menyeluruh untuk peluncuran pembayaran ini sehingga dapat berfungsi sebagai katalisator pemulihan ekonomi dengan meningkatkan konsumsi dan mendukung mereka yang membutuhkan,” kata Wakil Menteri Dalam Negeri Kim Min-jae, yang juga memimpin gugus tugas antar lembaga terkait program ini.
Program Bertingkat Berdasarkan Kebutuhan
Tak berhenti di sana, pemerintah Korea Selatan juga menyusun skema bantuan tambahan dengan pendekatan yang lebih selektif berdasarkan kondisi ekonomi rumah tangga. Bagi mereka yang hampir tergolong miskin dan keluarga dengan orang tua tunggal, bantuan ditingkatkan menjadi 300 ribu won (sekitar Rp 3,5 juta). Sementara penerima tunjangan hidup dasar mendapatkan alokasi lebih besar lagi, yaitu 400 ribu won (sekitar Rp 4,7 juta).
Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya menyasar efek jangka pendek dari peningkatan konsumsi, tetapi juga berusaha menjangkau kelompok rentan yang paling terdampak oleh perlambatan ekonomi.
Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan perhatian khusus pada aspek ketimpangan regional. Penduduk yang tinggal di luar wilayah metropolitan Seoul, termasuk Provinsi Gyeonggi dan Incheon, akan mendapatkan tambahan 30 ribu won (Rp 357.146). Sementara warga yang tinggal di 84 komunitas pedesaan dan nelayan yang ditetapkan sebagai wilayah dengan penurunan populasi signifikan, menerima tambahan 50 ribu won (Rp 525.244).
Tahap Lanjutan dan Skema Seleksi Berdasarkan Asuransi
Sebagai bagian dari rencana berkelanjutan, pemerintah akan melanjutkan pembayaran tahap kedua pada periode berikutnya. Kali ini, sasaran utamanya adalah 90 persen penduduk berpenghasilan terbawah. Setiap individu di kelompok ini akan menerima 100 ribu won (sekitar Rp 1,1 juta).
Penentuan kelayakan bantuan tahap lanjutan ini akan dilakukan dengan metode penyaringan pendapatan yang merujuk pada premi asuransi kesehatan nasional. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga transparansi dan keadilan dalam seleksi, serta memastikan bahwa dana benar-benar disalurkan kepada mereka yang paling membutuhkan.
Ancaman Resesi dan Krisis Ekonomi Global
Keputusan Korea Selatan menggelontorkan anggaran dalam jumlah besar ini tidak datang tanpa alasan. Negara dengan ekonomi terbesar keempat di Asia itu kini sedang menghadapi tekanan ekonomi yang cukup serius.
Data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa Korea Selatan mengalami kontraksi sebesar 0,2 persen pada kuartal pertama tahun ini. Ini menjadi sinyal peringatan karena kontraksi tersebut adalah yang pertama sejak pertengahan tahun lalu. Jika tren ini berlanjut ke kuartal selanjutnya, maka negara itu resmi memasuki resesi teknikal.
Penyebab dari kelesuan ini cukup kompleks. Produksi industri melemah, belanja rumah tangga menyusut, dan ekspor turun signifikan. Ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat turut menambah beban, terutama terhadap sektor ekspor unggulan seperti semikonduktor, otomotif, dan baja—tulang punggung ekonomi Korea Selatan.
Kondisi global yang diliputi ketidakpastian, dari konflik geopolitik hingga inflasi tinggi di banyak negara mitra dagang, semakin memperburuk situasi. Dalam konteks inilah, stimulus fiskal dalam bentuk bantuan tunai menjadi senjata utama pemerintah untuk menyelamatkan ekonomi dari spiral negatif.
Bukan Pertama Kalinya
Program bantuan tunai semacam ini bukan kali pertama dilakukan Korea Selatan. Selama masa pandemi COVID-19, pemerintah juga menerapkan skema serupa untuk menjaga daya beli masyarakat dan mencegah kejatuhan ekonomi.
Namun skala dan cakupan bantuan tahun ini dinilai paling besar dalam sejarah negeri Ginseng tersebut. Selain menyasar seluruh warga, bantuan ini juga dikombinasikan dengan upaya memperkuat jaringan sosial dan merangsang pertumbuhan ekonomi jangka menengah.
Strategi Ekonomi yang Terukur
Korea Selatan menunjukkan bahwa dalam menghadapi ancaman resesi, pemerintah tak segan mengambil langkah besar. Bantuan tunai yang menyasar semua lapisan masyarakat bukan hanya sebagai respons terhadap krisis ekonomi, tetapi juga cerminan dari strategi pembangunan inklusif.
Dengan distribusi yang luas, skema yang bertingkat, dan roadmap jangka panjang melalui tahapan pembayaran lanjutan, Korea Selatan berharap bisa membalikkan arah ekonomi yang sedang melemah. Meski tantangan tetap ada, kebijakan ini memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam memastikan rakyatnya tetap terlindungi, sekaligus memperkuat fondasi konsumsi domestik sebagai motor utama pertumbuhan ke depan.