ILMIAH

Jejak Ilmiah Almas Doktor Termuda

Jejak Ilmiah Almas Doktor Termuda
Jejak Ilmiah Almas Doktor Termuda

JAKARTA - Tak banyak anak muda yang mampu menorehkan prestasi ilmiah luar biasa dalam usia yang relatif muda. Namun, Mohamad Almas membuktikan sebaliknya. Dengan tekad kuat dan strategi belajar yang terencana, ia berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya dari Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menjadikannya salah satu doktor termuda di Indonesia.

Lebih dari sekadar pencapaian gelar, Almas telah mencatatkan 35 publikasi jurnal ilmiah selama proses pendidikannya. Dari jumlah tersebut, sembilan di antaranya terbit di jurnal internasional Quartile 1 (Q1), tujuh di Q2, dua di Q3, dan sisanya tersebar di jurnal serta konferensi nasional dan internasional yang bereputasi.

Capaian ini merupakan hasil dari komitmen panjang dan kerja kerasnya sejak mengikuti program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU), sebuah program percepatan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Lewat jalur ini, Almas menempuh pendidikan magister dan doktor secara fast-track hanya dalam waktu empat tahun.

Tak hanya PMDSU, ia juga menerima beasiswa Peningkatan Kualitas Publikasi Internasional (PKPI) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Kedua program ini menjadi pondasi penting dalam perjalanan akademik Almas, memfasilitasi dirinya untuk mengembangkan riset hingga ke tingkat global.

Selama masa studi, Almas aktif terlibat dalam 15 skema hibah riset dan pengabdian masyarakat, membuktikan bahwa ia tak hanya fokus pada studi teoritis tetapi juga berkontribusi nyata pada masyarakat dan dunia riset. Lebih jauh lagi, Almas menjalin kolaborasi penelitian internasional bersama profesor dari berbagai negara seperti Jepang, Italia, dan Taiwan.

Dalam kolaborasi riset global tersebut, Almas bekerja sama dengan Prof. Shigemasa Takai dari Osaka University (Jepang), Prof. Alberto Borghetti dari University of Bologna (Italia), dan Prof. Nien-Che Yang dari National Taiwan University of Science and Technology (Taiwan). Jejak globalnya juga berlanjut lewat program PKPI, di mana ia menjalani riset selama empat bulan di laboratorium Dr. Ryo Nishimura dari Tottori University, Jepang.

Saat ini, Almas masih aktif menjalin jejaring riset internasional, termasuk mengajukan proposal bersama dosen pembimbingnya, Prof. Dr. Ir. Imam Robandi, ke beberapa universitas di Luxembourg dan Uzbekistan. Jalinan kerja sama ini menunjukkan bahwa semangat kolaboratif Almas tak berhenti meski studinya telah rampung.

Dalam bidang keilmuan, fokus riset Almas mencakup stabilitas Sistem Tenaga Listrik (STL) skala besar. Ia berhasil merumuskan konsep baru dalam pengaturan terkoordinasi Power System Stabilizer (PSS) dan Virtual Inertia Control (VIC) berbasis kecerdasan buatan. Pendekatan ini dinilai lebih efisien dan skalabel serta memenuhi grid code, yang penting dalam mendukung sistem energi berkelanjutan sesuai tujuan ke-7 SDGs tentang energi bersih dan terjangkau.

Tak berhenti di situ, Almas juga menciptakan pengembangan pada algoritma kecerdasan buatan. Ia berhasil merumuskan modifikasi baru pada algoritma Harris Hawk Optimization (HHO) dengan strategi penyimpanan memori (Memory Storage Strategy/MSS). HHO-MSS ini dinilai unggul dalam hal akurasi, konsistensi, eksplorasi, dan eksploitasi dibandingkan algoritma lain yang ada.

“Algoritma ini terbukti memiliki akurasi dan konsistensi lebih tinggi dibanding algoritma lainnya,” ujar Almas dengan yakin.

Selama proses studinya, Almas tak hanya menjadi peneliti, tetapi juga mengambil peran sebagai mentor dan pembimbing di lingkungan akademik. Di kelompok riset Power System Operation and Control (PSOC) dan Power System Simulation Laboratory (PSSL) ITS, ia dipercaya menjadi asisten pembimbing untuk mahasiswa S1 dan S2, termasuk dua mahasiswa internasional asal Tanzania.

“Suasana di lab sangat mendukung. Saya bahkan berdiskusi dengan dosen pembimbing lebih dari tiga kali dalam sepekan,” ungkapnya, sembari menceritakan bagaimana atmosfer akademik yang suportif sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya.

Kedekatan dengan sang dosen pembimbing, Prof Imam Robandi, tidak hanya bersifat akademik. Almas menuturkan bagaimana hubungan personal juga menjadi faktor penting dalam proses bimbingan. “Prof Imam Robandi tak hanya membimbing secara akademik, tetapi juga membangun ikatan personal yang mendorong semangat saya,” ujar lelaki berkacamata itu, sembari mengenang momen makan dan wisata bersama dosennya di luar kampus.

Bagi Almas, keberhasilannya bukanlah hasil dari kecerdasan semata, tetapi lebih kepada strategi belajar yang matang dan konsistensi dalam menjalankan rencana. Ia mengajak mahasiswa untuk tidak ragu melanjutkan studi ke jenjang doktoral.

“Menempuh pendidikan S3 bukan soal siapa yang paling pintar, tapi soal bagaimana menyusun strategi belajar,” pesannya.

Meski telah meraih gelar tertinggi dalam dunia akademik, Almas belum berhenti. Ia menyatakan keinginannya untuk tetap mengabdi sebagai dosen dan peneliti di ITS, tempat yang menurutnya telah memberikan ruang dan dukungan luar biasa dalam mengembangkan potensi diri.

“ITS telah memberi saya ruang dan dukungan yang luar biasa. Saya ingin terus berkarya di sini,” tandasnya penuh semangat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index