JAKARTA - Desa Tanjung Intan, yang terletak di Kecamatan Sungai Sekudum, kembali menjadi sorotan publik akibat dugaan praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang melibatkan aparat desa dan pengurus PETI ilegal. Fenomena ini menyoroti bagaimana praktik ilegal dapat berlangsung dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk aparat desa.
Keterlibatan Aparat Desa dalam PETI Ilegal
Berdasarkan informasi yang dihimpun, terdapat dugaan keterlibatan Kepala Desa Tanjung Intan, FR, serta pengurus PETI ilegal lainnya, seperti MG sebagai bendahara dan MNS sebagai bendahara umum. Keterlibatan mereka semakin menguatkan anggapan bahwa praktik PETI ilegal ini bukan hanya sekadar tindakan individu, tetapi juga sistemik.
Sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, "Keterlibatan aparat desa dalam praktik PETI ilegal ini menunjukkan adanya pembiaran dan bahkan kemungkinan kolaborasi antara pihak berwenang dan pelaku ilegal." Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas aparat desa dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Dampak Lingkungan dan Sosial dari PETI Ilegal
Praktik PETI ilegal di Desa Tanjung Intan telah menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan dan sosial masyarakat. Aktivitas penambangan yang tidak terkontrol menyebabkan kerusakan ekosistem, seperti pencemaran air dan kerusakan lahan pertanian.
Seorang warga setempat, yang juga merupakan petani, mengungkapkan, "Kami merasakan dampak langsung dari aktivitas PETI ilegal ini. Air sungai yang biasa kami gunakan untuk irigasi kini tercemar, dan hasil pertanian kami menurun drastis." Hal ini menunjukkan bahwa dampak negatif dari PETI ilegal tidak hanya dirasakan oleh pelaku langsung, tetapi juga oleh masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.
Upaya Penertiban dan Tantangan yang Dihadapi
Meskipun telah ada upaya dari aparat kepolisian dan pemerintah daerah untuk menertibkan praktik PETI ilegal, tantangan besar masih dihadapi. Salah satu tantangan utama adalah adanya dugaan keterlibatan aparat desa dalam praktik ilegal ini, yang menyebabkan penertiban menjadi tidak efektif.
Seorang tokoh masyarakat setempat menyatakan, "Kami mendukung upaya penertiban, tetapi jika aparat desa sendiri terlibat, bagaimana kami bisa berharap ada perubahan?" Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap ketidakberdayaan mereka dalam menghadapi praktik ilegal yang melibatkan pihak berwenang.
Pentingnya Evaluasi dan Tindakan Tegas
Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), menekankan pentingnya evaluasi terhadap kebijakan yang ada. Menurutnya, evaluasi kebijakan menjadi langkah krusial agar program tidak hanya bersifat populis, namun benar-benar memberikan manfaat nyata bagi sasaran yang tepat.
Ia juga menambahkan, "Subsidi yang tidak tepat sasaran justru akan menciptakan distorsi di pasar energi dan membebani keuangan negara. Diskon listrik memang membantu di masa sulit, tetapi jika terus berlanjut tanpa arah yang jelas, hal ini berisiko menjadi beban fiskal yang tidak produktif." Pernyataan ini menunjukkan bahwa evaluasi kebijakan harus dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutannya.
Harapan ke Depan
Kasus PETI ilegal di Desa Tanjung Intan mengungkapkan betapa pentingnya integritas aparat desa dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Keterlibatan mereka dalam praktik ilegal tidak hanya merugikan lingkungan dan masyarakat, tetapi juga mencoreng citra pemerintah desa.
Diperlukan tindakan tegas dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas praktik PETI ilegal dan memastikan bahwa aparat desa yang terlibat mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif dari PETI ilegal dan mendorong partisipasi aktif mereka dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan praktik PETI ilegal di Desa Tanjung Intan dapat dihentikan dan tidak terulang di masa depan.